Share

Menyentuh Wanitaku

Dengan jantung berdebar, Bianca menemani Alex—mendorong kursi roda untuknya karena tidak mungkin Alex berjalan menemui Romeo dengan kakinya yang terluka.

“Sekali lagi maaf jika karenaku semuanya menjadi seperti ini.”

“Saya juga meminta maaf karena membuat Anda ikut menemani saya,” timpal Alex, susah payah menampilkan senyum.

Bianca masih saja merasa resah, dirinya gugup untuk sekadar ingin tahu apa yang selanjutnya akan Romeo lakukan kepada Alex dan semua orang di kediaman ini karena kesalahannya. Melewati jalanan dengan banyak rumput liar, mereka hampir sampai di lapangan tembak. Bianca pikir, waktunya tidak lebih dari lima menit sesuai dengan perintah Romeo suaminya.

“Sampai sini saja, Nyonya. Di depan adalah lapangan tembak. Saya tidak ingin Anda terlibat dengan masalah saya dengan Tuan Romeo.”

Bianca mengerutkan kening, “Bagaimana mungkin aku tidak terlibat sementara akulah penyebab ini semua.”

“Nyonya, waktunya tidak banyak. Akan lebih bahaya jika saya tidak segera bergegas. Mohon maaf, dan terima kasih atas bantuannya.” Segera Alex mengarahkan lengannya untuk menggerakkan roda walau terlihat kesusahan.

Bianca yang tidak bisa membantah hanya bisa diam dan memperhatikan punggung Alex yang semakin menjauh dengan perasaan cemas.

“Kuharap semuanya segera berakhir,” gumam Bianca menatap langit.

Untuk beberapa saat ia terdiam, lantas pikiran buruk kembali memenuhi isi kepalanya.

“Tetapi mengapa Romeo memanggilnya menuju lapangan tembak? Dan suara ledakan tadi...” Bianca tidak melanjutkan angan-angannya. Seolah sudah tahu apa yang akan terjadi, ia segera beranjak cepat dengan raut panik—menyusul Alex.

***

Tidak berlangsung lama Bianca sampai di lapangan tembak. Matanya membulat dan bertanya-tanya melihat situasi yang terjadi di hadapannya.

Romeo berdiri di depan dua mobil yang terbakar. Bianca baru ingat saat dia berjalan kemari asap hitam terlihat samar-samar mengepul ke udara. Dan inilah yang sedang terjadi.

Sementara itu Alex telah berada di atas tanah tanpa kursi rodanya, pria itu berlutut menghadap Romeo walau Sang Tuannya itu tengah berdiri angkuh membelakanginya.

Bianca terburu-buru hadir di antara mereka dan berpikir bahwa dirinya masih belum terlambat utuk segera menghentikan kekacauan bahkan malapetaka yang akan terjadi kepada Alex.

“Selamat datang di tempatku bersenang-senang, Sayang,” sapa Romeo, berbalik badan dan tersenyum ke arah Bianca.

Bianca diam mengatur napas. Sementara Alex yang menyadari kehadirannya tampak terkejut, dari raut wajahnya seolah menyuruh Bianca untuk segera pergi dari tempat ini.

Namun Bianca tidak juga mundur. Dia malah berjalan maju, dan berhenti sejajar di samping Alex.

Memperhatikan situasi yang terjadi, Bianca bertanya lirih berharap jika hanya Alex yang akan mendengarnya.

“Apa ini? Mobil ini?”

“Ouhh ini mobil yang telah menghanguskan supir yang mengantar kalian ke tempat terlarang itu, Istriku.” Namun Romeo yang menjawabnya dengan suaranya yang berat.

Bianca terkejut walau tak terlalu kentara, matanya masih membulat dan belum mengerti dengan jelas situasi yang sebenarnya terjadi.

“Dan yang satu lagi...” Romeo menyeringai sesaat sebelum ia membalik badan menatap kobaran api yang menyala-nyala di hadapannya.

“Mobil yang telah menerjang mobil kalian,” sambungnya.

Bianca mengerjapkan mata beberapa saat, benar jika diingat-ingat mobil sedan itu memang yang telah menerjang mereka dan menyebabkan kecelakaannya terjadi. Lalu dengan hatinya yang masih tidak yakin Bianca berpikir, apakah Romeo juga akan menghukum orang yang menyelakai istri tercintanya?

Oh tidak. Bianca segera menepis rasa percaya dirinya itu.

“Tuan apakah—”

Bianca menghentikan ucapannya ketika Romeo mengankat tangan kanannya dan mengisyaratkan kepada siapa pun untuk diam.

“Dan aku adalah pemilik mobil ini.”

Deg. Diam sesaat. Hanya terdengar suara kobaran api di antara mereka sebelum akhirnya Bianca maju mendekati Romeo dengan perasaan hatinya yang sakit.

“Jadi, kau yang telah mencoba mencelakai kami?” Bianca mendorong tubuh Romoe dengan emosi yang mulai meluap. Matanya memerah dan berkaca-kaca. Tetapi Romeo hanya diam sembari menatap dingin wajah istrinya.

“Jawab aku Tuan!” Bianca berteriak.

Sementara Alex yang masih berlutut di belakang sana juga sangat terkejut mendengarnya. Bagaimana bisa tuan yang ia tahu sangat mencintai nyonyanya itu ternyata penyebab dari kecelakaan yang hampir membakar hidup-hidup.

“Kau tidak mencintaiku kan! Kau juga menginginkan bahwa putri seorang pengkhianat ini mati, iya kan!” Bianca masih berteriak dengan histeris, tangannya memukul-mukul dada bidang Romeo dengan keras.

Saat Bianca mencoba untuk mendorong lagi, Romeo segera menahan kedua tangan istrinya itu dan menatapnya dengan sorot mata yang sulit untuk diartikan.

“Berhenti, Sayang. Atau kau bisa jatuh pingsan lagi,” ucapnya dengan suara lembut seolah dirinya benar-benar munafik karena memiliki kepribadian yang kapan saja dapat berubah-ubah.

“Kau tidak peduli itu, kau menginginkan aku mati. Bunuh aku! Atau aku saja yang datang menghampiri api yang berkobar di belakangmu untuk membakar diri.” Bianca masih saja emosi.

Kali ini Romeo menanggapi segala omelan istrinya dengan menggelengkan kepala. Selang beberapa saat, ia menggandeng tangan Bianca erat dan membawanya pergi dengan langkah kasar seolah ingin menyeret Bianca jika saja wanita itu tidak mau mengikutinya.

“Kau memang salah dan aku perlu memberikan hukuman yang sebenar-benarnya kepadamu,” sanggah Romeo.

Ketika melewati Alex, Romeo berhenti sejenak dan menyeringai ke arah Ajudannya itu dengan matanya yang mengerikan.

“Lain kali jika kau berani menyentuh wanitaku dengan sembarangan, akan kupotong bagian tubuhmu yang lancang itu.”

Setelah mengatakan kalimat yang terdengar menakutkan itu, Romeo kembali menyeret Bianca.

“Tidak. Aku tidak akan ikut dengan monster menyeramkan sepertimu!” umpat Bianca, membuat langkah Romeo kembali tertahan.

Tanpa basa-basi, Romeo membopong tubuh Bianca ala bridal—membawanya pergi dari lapangan itu meski Bianca masih saja menunjukkan reaksi penolakan yang kasar.

“Memangnya hanya kau yang bisa membunuh orang dengan seenaknya, aku juga bisa melakukannya!” Bianca masih memukul-mukul Romeo meski kini mereka telah sampai di kamar pribadi Romeo.

Setelah tubuhnya dilempar kasar ke atas ranjang oleh Romeo, barulah Bianca diam dan mencerna ruangan yang kini mereka tempati.

“I-ini.”

Terlambat, ketika Bianca menyadarinya dan hendak berlari keluar dari kamar Romeo—pintunya ditutup kasar dan dikunci oleh Romeo.

“Tu-tuan kau...” Suara Bianca mendadak bergetar ketika Romeo menghampirinya dengan mata sayu.

“Kupikir jika kau masih tidak mempercayai cintaku...” Romeo mulai melepas atasan yang ia kenakan.

“Maka hukuman yang pantas kuberikan untukmu hanyalah kenikmatan membara yang tiada hentinya hingga kau akan dengan puasnya berteriak... memanggil namaku hingga matahari tenggelam dan terbit lagi.”

Deg. Kedua kaki Bianca mulai lemas mendengarnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status