LOGINSari berjalan mencari tempat yang nyaman untuk menunggu Naya. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar suara cecapan yang berada di dekat tempatnya berdiri. Dia mengendap karena penasaran dengan suara hina yang dia dengar.Saat semakin jelas suara itu terdengar, Sari memantapkan hatinya untuk mengintip. Dia mulai melongokkan kepalanya. Namun, apa yang dia lihat seketika membuat dirinya berdiri dengan tegak.“Naya?” bisik Sari yang masih terkejut dengan apa yang dia lihat. “Sari?” Naya menatap sahabatnya yang tiba-tiba muncul dan membuatnya sangat terkejut dengan apa yang ada di dekat mereka. Ardi seketika menoleh ke arah pandangan Naya. Matanya pun melebar begitu melihat sahabat Naya berdiri di dekat mereka. Ardi menatap keduanya bergantian. “So-sorry, Nay. Aku nggak lihat apa-apa.” Sari mengatakannya dengan gugup. “Sar, aku bisa jelasin!” Naya mendorong pelan tubuh Ardi dan berdiri di samping sahabatnya. “Pak Ardi, saya pamit!” Naya menarik tangan sahabatnya dan membawanya perg
Ardi mengadakan makan bersama untuk anak basket. Naya mengajak Sari untuk datang bersamanya, setelah meminta izin pada Ardi. Teman-temannya pun ada yang membawa tambahan orang.Ada yang membawa pasangan, ada yang membawa teman. Rangga datang sendiri. Sebelumnya, pria itu sempat menawarkan pada Naya untuk datang bersama dengannya. Namun, Naya menolak dengan lembut. Bukan karena tidak suka, tapi papanya baru saja mengetahui dirinya sembunyi untuk bertemu dengan Ardi. Papa Naya juga sudah mengingatkan untuk tidak pacaran. Alhasil, dia menolak ajakan Rangga. Sari duduk di samping Naya dan mereka berbincang sembari menunggu semua temannya berkumpul. Satu persatu anak-anak basket, bersama teman-teman yang mereka ajak mulai berdatangan. Makanan pun mulai dihidangkan.“Pak Ardi sama istriny?” tanya Sari dengan nada berbisik di dekat telinga Naya.“Nggak tahu. Kamu kira aku tinggal sama Pak Ardi, sama Bu Miya. Kamu ikir aku anaknya?” Naya menggelengkan kepalanya, heran dengan pertanyaan Sari
“Di depan perumahan? Di dalam mobil?” Pertanyaan yang mampu membuat Naya tersedak begitu saja. Wajahnya terlihat terkejut dengan pertanyaan yang papanya ajukan. Susah payah, Naya mencoba untuk terlihat seperti biasa dan dia mulai meneguk salivanya.“Iya, Pa. Kok Papa tahu?” tanya Naya yang mencoba untuk terlihat normal, sebagaimana dia berbicara pada papanya. “Tadi kebetulan, Papa lagi berhenti di sana. Papa terima telepon di depan tadi, terus kayak lihat kamu turun dari mobil. Makanya, Papa tanya kamu beli di mana, kali aja naik taksi online gitu,” ujar papa Naya.Naya mencoba untuk tersenyum dan otaknya memutar alasan apa yang bisa dia katakan pada papanya. Gadis itu menyuap ice cream cake ke mulutnya kembali. Naya menghela napas perlahan.“Dia pemalu, Pa. Jadi, nggak keluar mobil,” kata Naya.“Cowok apa cewek, Nay?” tanya papa Naya. “ih, Papa jangan ditanya gitu ah. Aku malu nih,” keluh Naya. Papa Naya tersenyum melihat anaknya merona karena ditanya. Pria itu mengusap rambut Na
Ardi menyandarkan punggungnya ke sofa. Dia memperhatikan anaknya yang sedang bermain. Dia mengerutkan dahinya, saat anaknya tiba-tiba menoleh ke arahnya. “Ayah, kita susun legonya, yuk.” Daffa mengajak ayahnya untuk membuat lego yang sebelumnya dihadiahkan padanya.Ardi menganggukkan kepalanya dan melihat anaknya berjalan meninggalkannya di ruang keluarga. Ardi hanya memperhatikan anaknya yang berjalan ke arah kamar, di mana dia menyimpan hadiah ulang tahunnya. Ardi hanya menunggu anaknya kembali. Daffa kembali dengan kotak besar lego yang belum dia buka sama sekali. Anak itu menaruh kotak ke meja dan membukanya. Dia mengeluarkan semua partikel yang ada di dalam kotak tersebut. Ardi pun turun dari sofa dan membantu anaknya yang untuk menyusun lego tersebut. Daffa terlihat bahagia, saat Ardi menemaninya bermain seperti sebelumnya. Keduanya menyusun lego sambil mengobrol. Mereka hanya bertiga dengan asisten rumah tangga yang selalu menemani Daffa saat kedua orang tuanya sibuk. Sement
Ardi menunggu dengan tenang di dalam mobil, hingga pintu mobilnya terbuka. Wajahnya ldengan cepat langsung memunculkan senyum yang otomatis keluar saat melihat gadis yang saat ini duduk di sampingnya. Pria itu membawa Naya ke dalam pelukannya sebelum menjalankan mobilnya. “Sudah nggak marah, kan?” tanya Ardi.“Bukan marah. Cuma kesal aja kemarin. Terus gimana semalam waktu Bapak ngobrol sama Bu Miya?” balas Naya. “Dia ternyata masih sama, saya kira setelah lama saya jarang pulang tepat waktu, dia bakal berubah. Nyatanya, malah sama. Saya telepon dia baru, dia mau pulang,” kata Ardi. “Hubungan Bapak sam Bu Miya memang nggak selancar itu kah?” Naya mulai penasaran dengan pikirannya sendiri.“Iya, bisa dibilang gitu. Saya dulu kayak kecintaan banget sama dia. Sampai-sampai dia kasih syarat buat bisa dekat dan nikahin dia, saya terima aja.” Ardi mulai menceritakannya.“Emang apa syaratnya, Pak?” tanya Naya penasaran.“Lanjut S2, dan bayarin dia S2. Sekarang juga dia lagi S3 dan kalau s
Naya bergegas ke tempat di mana dia biasa menunggu Ardi untuk menjemputnya. Dia berdiri gelisah karena apa yang terjadi sebelumnya. Saat mobil Ardi berhenti di depannya, Naya langsung masuk dan dan pria itu langsung membawa Naya menjauh dari kota. “Jadi, sebenarnya kenapa, Nay? Apa yang terjadi semalam? Kamu ketemu Miya di mana? Kok bisa ketemu? Semalam dia keluar sama saya.” Ardi melirik Naya yang terlihat gelisah di sampingnya. “Jadi, semalam itu saya temani Papa ke acara nikahan gitu, Pak. Saya ketemu Bu Miya di sana, terus Bu Miya menuduh saya suka nemenin om-om, bahkan langsung ngomong di depan Papa,” cerita Naya.“Kamu ada di nikahan itu juga?” tanya Ardi.Naya menganggukkan kepalanya. Dia menoleh ke arah Ardi yang menatap jalanan yang ada di depannya. “Kalau bukan karena Papa langsung ajak pulang, pasti ada keributan dan hubungan kita juga akan segera terbongkar.”“Kenapa saya nggak ketemu kamu, Nay?” heran Ardi.“Mana saya tahu! Saya aja nggak tahu itu nikahan siapa. Saya cu







