Se connecterNaya (19), kehidupan remaja yang penuh ambisi juga terjadi dalam hidupnya. Namun, semua berubah setelah mengenal seseorang yang tidak seharusnya dia kenal terlalu dekat. Pengalaman cinta pertama yang harusnya menjadi sebuah hal yang membuatnya merasa sempurna, berbalik menjadi hal yang seharusnya memang harus disembunyikan. Hal yang dia sadari harusnya tidak dia raih. Hubungan yang berawal dari profesionalitas hingga berubah menjadi personal yang tidak seharusnya itu kini menghantuinya. Bisikan demi bisikan membuat Naya dilema untuk menyelesaikannya atau malah melanjutkannya dalam diam. Jalan mana yang akan dipilih oleh Naya untuk menentukan masa depannya? Haruskah dia menyakiti dirinya sendiri atau orang lain di sekitarnya?
Voir plusPertandingan basket sedang berlangsung. Waktu terus bergulir dan di waktu terakhir, Naya mengangkat kedua tangannya memberi kode kepada temannya. Naya menerima bola tersebut dan memantau sekelilingnya. Naya melempar bola ke ring dan berusaha membuat poin di akhir pertandingan.
“Three point!” Suara dari para penonton dan sebuah peluit berbunyi pertanda akhirnya pertandingan. Naya berlari berpelukan bersama dengan teman-temannya yang merayakan di tengah lapangan. Saat berpindah ke tepi lapangan, Naya bersalaman juga dengan kepala sekolah yang juga pembina ekstrakurikuler basket. “Selamat Naya, kamu menyelamat kita dari ketertinggalan poin, bahkan memberikan lebih dua poin. Saya hanya berharap seri aja tadi, karena kalian sudah kelelahan di lapangan tadi.” Pria itu menepuk bahu Naya dan mengucapkan selamat pada gadis yang berhasil mencetak tiga poin di ujung pertandingan. “Terima kasih, Pak Ardi. Itu juga karena Bapak yang melatih kami dengan sabar dan selalu menyemangati kami,” balas Naya dengan sopan. “Ini prestasi pertama kamu sebagai pemain inti, ya?” Ardi menatap Naya dengan wajah bangganya. Naya menganggukkan kepalanya dan tersenyum bangga pada dirinya sendiri. Ini merupakan pertandingan pertamanya setelah menjadi anggota inti Tim Basket Cendikia Utama. Naya mengedarkan pandangannya ke arah penonton. Entah apa yang dia lihat, wajahnya langsung murung dan berjalan menuju tasnya berada. Naya duduk dan meneguk minumannya. Semua teman-temannya merayakan kebahagiaan mereka. Guru-guru yang hadir pun ikut merayakan kemenangan mereka dan mengucapkan selamat. Seorang gadis duduk di samping Naya dan merangkul bahunya. “Selamat, Besti! Kamu benar-benar penyelamat Cendikia Utama, Nay. Kamu mencetak tiga poin dan berhasil mengangkat kita dari kekalahan.” Gadis itu mengatakan pada Naya yang hanya dibalas dengan kekehan kecil. Naya memasukkan botol minumnya kembali ke tas dan menoleh ke arah gadis yang masih duduk di sampingnya. “Itu bukan aku yang menyelamatkan, tapi strategi Pak Ardi dan usaha semua yang membuat strategi itu berjalan dengan baik, Sar. Aku enggak nyangka bisa mencetak tiga poin di detik terakhir, tapi aku lebih enggak nyangka kamu datang dan sekarang malah duduk di sampingku, Sar.” Naya menoleh ke arah gadis yang ada di sampingnya itu. “Ini pertandingan pertamamu sebagai pemain inti, Nay. Aku sahabatmu, jadi aku akan melihat dan mendukung sahabatku ini. Bangga dong kamu, Sari yang sangat tidak sporty ini bisa menonton pertandinganmu dari awal sampai selesai.” Gadis itu membanggakan dirinya sendiri. Naya tertawa mendengar perkataan sahabatnya yang disampaikan dengan nada penuh kebanggaan itu. Namun, sedetik kemudian, gadis itu menganggukkan kepalanya. “Bener sih, harus banggain, Sar. Perlu aku abadikan dan masukin kamu ke museum nggak, Sar?” Naya menggoda Sari yang masih setia duduk di sampingnya. “Kamu, mah! Bangga tuh bangga aja atuh, Nay. Jangan suka menggoda gitu, ih!” Sari mengeluh atas godaan sahabatnya yang memang tidak ada salahnya. Naya hanya tertawa dan berkumpul saat Ardi memanggil semua yang ada di sana. Sari yang tadinya tidak ingin ikut berkumpul pun sedikit digeret oleh Naya. Mereka mendengarkan apa yang disampaikan oleh Ardi. *** Naya turun dari ojek online yang mengantarnya pulang. Dia mengembalikan helm dan berjalan masuk ke rumana. Rumah itu terlihat sangat sepi. Naya melemparkan tasnya ke sofa dan langsung merebahkan dirinya begitu saja. Rasa lelah dari pertandingan masih sangat terasa. Dia berharap di rumah tidak sesepi ini, nyatanya harapan itu hanya tinggal harapan. Seorang wanita berumur berjalan dari belakang. “Mbak Naya, Bapak hari ini berangkat ke China, katanya ada urusan pekerjaan di sana, Mbak.” Wanita itu menyampaikan pada Naya apa yang sebelumnya tidak diketahui Naya. “Mama?” Naya mendudukkan tubuhnya dan melihat wanita berumur yang menatapnya itu. “Sibuk apa Mama?” tanya Naya lagi. “Ibu masih ada di kampus, Mbak. Bilangnya sih, masih ada bimbingan skripsi sama mahasiswa, Mbak. Mbak Naya mau makan malam sama apa? Bibi masakin, ya?” Wanita itu menatap Naya yang menyeret tasnya kembali. “Nanti aja, Bi. Bi Ida bisa istirahat dulu. Aku masih sangat capek, takutnya malah ketiduran habis Bi Ida masak. Aku ke kamar dulu, ya, Bi. Makasih sudah dikasih tahu tentang Papa dan Mama, Bi.” Naya tersenyum sebentar dan melangkahkan kakinya ke lantai dua di mana kamarnya berada. Naya masuk ke kamar itu dan merebahkan tubuhnya di kasur. Dia memandang foto keluarga yang sengaja dicetak besar dan dipasang di kamarnya. Dia tersenyum sebentar dan menenggelamkan wajahnya ke bantal. “Pertandingan pertama sebagai pemain inti juga nggak dilihat sama Mama dan Papa.” *** Suasana sekolah pagi hari sudah pasti akan ramai dengan hiruk pikuk warga sekolah, bedanya kali ini topik pembahasan hangat yang sedang santer disebarkan di sekolah adalah kemenangan tim basket cewek. Nama Naya tidak lepas dari pembicaraan hangat itu, bagaimanapun mereka menyebut Naya sebagai pahlawan penyelamat poin tim basket cewek. Sepanjang perjalanan dari pintu gerbang, Naya hanya tersenyum tipis saat ada yang memanggilnya dan mengucapkan selamat padanya. Naya hanya mengangguk sopan saat banyak yang menyapanya dan terus menyebutnya pahlawan. Langkah kaki Naya masuk ke kelas dan terlihat teman-temannya mengucapkan selamat juga padanya. Naya hanya mengucap terima kasih dan berlalu ke bangkunya. Sari yang sudah duduk di bangkunya yang sebangku dengan Naya hanya tersenyum dan bertepuk tangan saat Naya meletakkan tasnya. “Kamu kenapa sih, Sar?” tanya Naya heran pada sahabatnya yang terlihat sangat bahagia bertemu dengannya kali ini. “Senang sekali aku, Nay. Bangga banget aku jadi sahabatmu, Nay.” Sari mengatakan rasa bahagianya. “Oh, iya … kenapa sih, kamu kemarin nggak ikut makan-makan, Nay? Kan kamu salah satu pemain inti loh, Nay. Rugi banget kamu nggak ikut, Pak Ardi traktir kita di restoran mewah, Nay. Iri kan sekarang kamu?” lanjut Sari. “Kemarin papaku berangkat ke Shanghai, jadi maunya aku ketemu Papa dulu, Sar. Ternyata enggak kebagian, jadi Papa sudah berangkat. Aku rugi menurutmu? Kenapa rugi? Cuma karena makan di restoran mewah, Sar?” tanya Naya yang memperhatikan sahabatnya. “Enggak juga sih. Kalau kamu ikut, Nay … kamu bakal ketemu sama istrinya Pak Ardi, sama anaknya juga sih.” Sari terlihat sangat excited menceritakan. “Artis?” tanya Naya yang tidak pernah mengenal istri kepala sekolahnya itu. Menurutnya itu tidak ada urusan dengan sekolahnya, tapi melihat semangat sahabatnya, Naya ingin menghargai cerita sahabatnya itu. “Bukan artis sih, tapi cantik banget, Nay. Dosen katanya, Nay. Anaknya satu cowok, imut banget, sumpah deh. Kamu kan suka sama anak kecil, ya, kamu pasti suka banget sama anaknya Pak Ardi, dia tuh bener-bener gambaran anak lucu, baik yang tidak membosankan, Nay.” Sari menceritakan. Saat akan menimpali cerita Sari, sebuah suara memanggil Naya. “Naya!” **Saat kelas terakhir baru saja selesai, Naya pamit pada Sari untuk pergi. Sari pun tidak menanyakan tujuan sahabatnya itu. Dia hanya menganggukkan kepalanya. Naya berjalan ke tempat di mana dirinya selalu berjanji untuk bertemu dengan Ardi. Saat dia melihat mobil Ardi sudah menunggu di tempat itu, Naya langsung masuk dan menyapa pria yang masuk ke hatinya itu. Ardi pun mengusap lembut pipi Naya dan menjalankan mobilnya meninggalkan area dekat kampus itu.“Gimana sama Sari. Sudah dijelaskan?” tanya Ardi pada gadis yang ada di sampingnya itu.“Dia nggak akan ikut campur urusan kita, Pak.” Naya menjawab pertanyaan Ardi.“Kamu mau berhenti?” tanya Ardi dengan nada sangat pelan, seolah dia takut kehilangan gadis itu. “Nggak. Saya belum mau berhenti. Saya masih mau sama Bapak. Bapak masih mau melanjutkan hubungan kita?” tanya balik Naya.“Mau, saya masih sangat mau menjalani ini sama kamu, Nay. Jangan berpikir saya akan meninggalkan kamu, karena saya hanya mau kamu sekarang. Nggak ada yang
Sari berjalan mencari tempat yang nyaman untuk menunggu Naya. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar suara cecapan yang berada di dekat tempatnya berdiri. Dia mengendap karena penasaran dengan suara hina yang dia dengar.Saat semakin jelas suara itu terdengar, Sari memantapkan hatinya untuk mengintip. Dia mulai melongokkan kepalanya. Namun, apa yang dia lihat seketika membuat dirinya berdiri dengan tegak.“Naya?” bisik Sari yang masih terkejut dengan apa yang dia lihat. “Sari?” Naya menatap sahabatnya yang tiba-tiba muncul dan membuatnya sangat terkejut dengan apa yang ada di dekat mereka. Ardi seketika menoleh ke arah pandangan Naya. Matanya pun melebar begitu melihat sahabat Naya berdiri di dekat mereka. Ardi menatap keduanya bergantian. “So-sorry, Nay. Aku nggak lihat apa-apa.” Sari mengatakannya dengan gugup. “Sar, aku bisa jelasin!” Naya mendorong pelan tubuh Ardi dan berdiri di samping sahabatnya. “Pak Ardi, saya pamit!” Naya menarik tangan sahabatnya dan membawanya perg
Ardi mengadakan makan bersama untuk anak basket. Naya mengajak Sari untuk datang bersamanya, setelah meminta izin pada Ardi. Teman-temannya pun ada yang membawa tambahan orang.Ada yang membawa pasangan, ada yang membawa teman. Rangga datang sendiri. Sebelumnya, pria itu sempat menawarkan pada Naya untuk datang bersama dengannya. Namun, Naya menolak dengan lembut. Bukan karena tidak suka, tapi papanya baru saja mengetahui dirinya sembunyi untuk bertemu dengan Ardi. Papa Naya juga sudah mengingatkan untuk tidak pacaran. Alhasil, dia menolak ajakan Rangga. Sari duduk di samping Naya dan mereka berbincang sembari menunggu semua temannya berkumpul. Satu persatu anak-anak basket, bersama teman-teman yang mereka ajak mulai berdatangan. Makanan pun mulai dihidangkan.“Pak Ardi sama istriny?” tanya Sari dengan nada berbisik di dekat telinga Naya.“Nggak tahu. Kamu kira aku tinggal sama Pak Ardi, sama Bu Miya. Kamu ikir aku anaknya?” Naya menggelengkan kepalanya, heran dengan pertanyaan Sari
“Di depan perumahan? Di dalam mobil?” Pertanyaan yang mampu membuat Naya tersedak begitu saja. Wajahnya terlihat terkejut dengan pertanyaan yang papanya ajukan. Susah payah, Naya mencoba untuk terlihat seperti biasa dan dia mulai meneguk salivanya.“Iya, Pa. Kok Papa tahu?” tanya Naya yang mencoba untuk terlihat normal, sebagaimana dia berbicara pada papanya. “Tadi kebetulan, Papa lagi berhenti di sana. Papa terima telepon di depan tadi, terus kayak lihat kamu turun dari mobil. Makanya, Papa tanya kamu beli di mana, kali aja naik taksi online gitu,” ujar papa Naya.Naya mencoba untuk tersenyum dan otaknya memutar alasan apa yang bisa dia katakan pada papanya. Gadis itu menyuap ice cream cake ke mulutnya kembali. Naya menghela napas perlahan.“Dia pemalu, Pa. Jadi, nggak keluar mobil,” kata Naya.“Cowok apa cewek, Nay?” tanya papa Naya. “ih, Papa jangan ditanya gitu ah. Aku malu nih,” keluh Naya. Papa Naya tersenyum melihat anaknya merona karena ditanya. Pria itu mengusap rambut Na






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.