Dirumah Surya.Bibir wanita cantik itu tak berhenti tersenyum, kala ia pandangi Emilio Cullen yang tampak sangat akrab dengan Surya Dinata dan Aditya Dinata, Perbincangan yang terjadi diruang tamu rumah Surya ini benar benar membuat Alzena Dinata bahagia.Suasana hangat yang terjadi membuat hatinya luluh, dan akhirnya membentuk sebuah kalimat dalam hatinya, sebuah kalimat yang tersusun dari lubuk hatinya yang paling dalam."Ternyata dia memang laki laki yang baik," batinnya dengan pandangan yang terus tertuju pada ketiga laki laki disana.Ditengah tengah renungannya, tiba tiba terasa tangan meraih bahunya dengan lembut, hingga membuat Alzena seketika menolehkan wajahnya."Kak May," ucapnya setelah melihat wanita bertubuh tinggi itu yang kini ada dihadapannya."Kenapa ngga ikut gabung? ayo kesana," ajaknya yang juga mengarahkan pandangannya pada ketiga laki laki yang saat ini sedang berbincang bersama.Tampaknya terdapat sebuah tema yang tepat didalamnya, hingga membuat mereka tidak bo
Disebuah pusat perbelanjaan, kini Emil dan Alzena berada didalamnya, karena tak memiliki pembantu rumah tangga, hingga Alzena harus belanja sendiri, bukan hanya itu, bahkan membersihkan rumah dan memasak pun ia lakukan seorang diri. Bukan karena tak mampu membayar seseorang untuk membantu Alzena mengurus rumah, namun Alzena sendiri yang memintanya.Karena ia masih sanggup mengurus semuanya sendiri. Ia lebih memilih memasak dengan tangannya sendiri, untuk menyiapkan sarapan serta makan malam untuknya dan Emil, dan siang hari mereka akan makan diluar karena kesibukannya masing masing. Sementara untuk kebersihan lingkungan rumah, Alzena lebih mengisi waktu liburnya untuk membersihkan sekeliling rumah.Dari pada harus mengeluarkan uang lebih, dan dari pada ia tak beraktifitas apapun sepulang kuliah, dan saat libur kuliah, jadi mungkin lebih baik mengerjakan semuanya sendiri, selain mencari nilai plus dimata suami, tapi juga sebagai pengabdiannya untuk suami.Alzena terbilang istri yang
Dikampus."Hay, Zen," sapa Riska penuh semangat yang menghampiri Alzena dikantin kampusnya.Wanita dengan segelas jus jeruk ini seketika menoleh namun tanpa tersenyum menyambut kedatangan wanita berambut sebahu dengan kulit sawo matang, sahabatnya itu."Ekhem. pengantin baru, ada apa sih pagi pagi udah bengong sendiri?" ucap Riska kala kini terduduk dihadapan Alzena.Ya, Alzena memang sedang termenung, lantaran kembali memikirkan antara Sabrina dan Emil, jika perpisahannya dulu adalah karena kehendak orang tua, itu tandanya sisa sisa cinta masih ada diantaranya. dan sekarang Sabrina kembali, bagaimana kalau mereka dekat lagi?Mungkin satu satunya jalan untuk membuat hatinya tenang adalah dengan merestui pernikahan Surya dengan Sabrina, dengan begitu Sabrina tak akan mungkin menggoda atau mendekati Emil lagi."Zen," panggil Riska pada wanita yang pikirannya tak ada di tempat itu."Iya.""Kamu kenapa sih? mikirin apa?""Mikirin suami aku," jawab Alzena spontan."Yaampun Zen, iya deh yan
"Jadi, kalian merestui pernikahan ayah dengan Sabrina?" Tanya Surya memastikan kalimat yang baru saja diucapkan oleh Alzena dan Adit, anaknya.Mendengar ucapan itu membuat Surya tersenyum, ia bahagia ternyata tak perlu berusaha keras untuk membujuk kedua anaknya itu, hari ini mereka yang datang dengan sendirinya, untuk memberinya izin menikahi Sabrina."Alzen mau, secepatnya ayah harus nikahin Sabrina, besok mungkin," ucap Alzena yang membuat Surya melebarkan mata."Besok?"Benar benar tak dapat dicerna oleh otak, sebelumnya tidak merestui, dan sekarang tiba tiba datang, bahkan memintanya untuk menikah besok, ada apa dengan Alzena? Surya tak tau hal apa yang difikirkan putrinya saat ini."Iya yah, Besok. bukankah lebih cepat lebih baik?" ucap Alzena.Sementara Adit dan Emil yang hanya terdiam mendengar setiap ucapan yang dilontarkan Alzena. Hadir sebuah tanya dalam hati Emil, mengapa harus terburu buru seperti ini?"Zen, semua butuh persiapan nak, kalau besok, sepertinya terlalu cepat
"Apa? lusa? why so fast? apa ngga terburu buru mas?" ucap Sabrina setelah Surya datang memberitahu niat kedua anaknya."Sayang, kamu kan tau untuk dapetin restu mereka ngga mudah, jadi mumpung mereka sedang berbaik hati, lebih baik kita gunakan sebaik mungkin."Mendengar ucapan Surya, Sabrina pun melangkah menjauh, menggelengkan kepala serta rasa tak percaya. Entah mengapa tiba tiba hadir rasa keraguan dalam hatinya, setelah ia melihat Emil berada didekatnya kembali.Atau mungkin perasaan Sabrina masih sama seperti dulu? mencintai Emil bahkan berharap menjadi tunangannya lagi."Kalau secepat itu, i am so sorry mas, sepertinya aku ngga bisa," tambah Sabrina yang membuat Surya melebarkan mata."Why?""This is too fast, aku ngga bisa dengan sesuatu yang terburu buru, setidaknya menikah itu perlu persiapan, tidak hanya sebuah kalimat ijab kabul yang kamu ucapkan nanti. Aku juga harus menghubungi kedua orang tuaku di London, dan mereka very busy, so ngga akan bisa secepat itu datang ke In
Tidak Sabrina, tidak Riska, keduanya sama saja, dua wanita yang membuat hati Alzena resah. Melihat langkah tegap Emil yang kini memasuki ruang kelasnya.Melihat itu tak membuat Alzena beranjak, justru ia tak menghiraukannya, ia tetap saja duduk terdiam dikantin, menyeruput segelas jus dingin untuk mendinginkan otaknya.Ia tetap terdiam, meski ia tau bahwa ini waktunya Emil masuk untuk memberi materi dikelasnya, karena rasa kesal yang masih terus bersarang dalam hatinya. Sementara pandangan Emil yang kini tertuju tajam pada sebuah bangku yang kosong dihadapannya."Kemana Zen?" batin Emil dengan terus memperhatikan bangku kosong dengan sebuah tas yang tampak disana."Ada yang tau Alzena dimana?" tanya Emil pada seisi kelas, hingga membuat semua mata kini tertuju pada bangku kosong tersebut, termasuk Riska."Tadi saya lihat dikantin pak," celetuk seorang mahasiswi yang membuat Emil melebarkan mata.Dikantin? bukankah ini saatnya belajar? tapi mengapa ia masih saja duduk dikantin dengan
"Silahkan mas," ucap Zahra seraya meletakan segelas teh hangat dihadapan Emil."Terimakasih. oiya Zen, sekali lagi aku minta maaf, atas masalah kemarin," ucap Emil yang membuat Alzena menghela nafas dan perlahan terduduk disebuah kursi yang tak jauh dari Emil."Ngga papa, mau gimana lagi yang namanya dosen killer ngga akan pernah bisa berubah.""Untuk menebus kesalahanku, bagaimana kalau hari ini kita liburan, kuliah kan libur, jadi kita bisa manfaatin buat liburan," ajak Emil yang membuat Alzena mengkerlingkan matanya.Tawaran yang menarik. Pasalnya selama menikah, ini pertama kalinya Emil memberikan penawaran menarik seperti ini."Liburan? tumben pak dosen mau liburan?""Dosen juga perlu healing kali," jawab Emil yang membuat Alzena tertawa.Terdengar lucu kala Emil mengikuti cara bicara anak muda jaman sekarang."Ngga pantes pake bahasa begitu.""Memang kenapa? aku jadi merasa tua banget," ucap Emil yang membuat Alzena terkekeh.Tanpa berbasa basi, kini Alzena pun beranjak, dan mel
"Kamu masih menyimpan foto itu mas?" celetuk Alzena yang membuat Emil kini memperhatikannya.Perlahan langkahnya mendekat. dan mulai membuka suara untuk menjelaskan jika foto itu adalah foto sepuluh tahun yang lalu, foto dimana Emil dan Sabrina masih berhubungan dekat."Karena sejak hari itu aku belum lagi mendatangi villa ini, jadi belum sempat membuangnya. Dan kamu ngga usah khawatir, bukankah foto itu sudah ngga ada sekarang?"Entahlah, seseorang dimasa depan tak akan pernah bisa membuatnya lupa akan masa lalunya. Bagaimanapun mereka punya masa lalu yang serius, jadi jika ditanyakan dan diceritakan tidak akan pernah selesai. Kini Alzena hanya bisa menghela nafas, dan mencoba mengerti dengan apa yang disampaikan Emil. Jam menunjukan pukul 19:00, saatnya makan malam hampir tiba."Assalamualaikum," ucap Adit, Maya, Surya dan Sabrina kala kini memasuki villa milik Emil.Disambut hangat oleh Alzena, Emil dan kedua orang tuanya yang sudah berada lebih dulu ditempat."Walaikum salam, si