Share

Bab 19: Kucing-Kucingan

“Mei belum kepikiran untuk kembali, Pak. Mei masih ingin hidup sendiri.”

Terdengar tarikan napas di seberang. “Bapak tahu kamu terluka. Kalau kamu tidak mau kembali pada Andra, Bapak harap kamu mau menerima orang lain. Kamu juga berhak bahagia, Mei. Kamu masih muda.”

Sekian detik Mei tercenung. Dibiarkannya ucapan sang ayah tak bersambut. Ia bangkit dari kursi bambu di teras rumah Pak Kadus lalu duduk di ayunan di bawah pohon kersen. Sebelum duduk, Mei memetik murbei yang tumbuh di samping kersen. Dinikmatinya rasa asam manis buah yang sering disebut anggur Jawa itu sambil mengayun pelan.

“Iya, Pak. Mei mau, kok, menikah lagi. Tapi Mei belum ketemu orang yang cocok. Mei tidak mau dikhianati lagi, Pak.”

“Bapak ngerti.”

“Doain Mei, Pak.”

“Pasti, Nduk. Kalau kamu sudah luang, pulang bentar Mei. Ibu kangen kamu pijit katanya.”

Mata Mei berembun. Dadanya sesak. Ia juga kangen, tapi pekerjaan seperti tidak pernah habis. Minggu depan ia akan meminta izin pada Amran untuk pulang sebent
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status