Masih dengan handuk melilit rambut basahnya, sang gadis bergeming menatap kosong dinding pembatas unit di hadapannya. Bak pemanah salah membidik angka. Bak penghubung panggilan dengan jemari terpleset memilih nomer kontak. Bagai peracik masak salah menuang antara garam dan gula.
Begitupula degup dengan janggal bersarang di hati Azelina sedari putus dengan sang mantan. Keliru atau tepatnya saja bahkan gadis pemilik hati ini pun bingung. Dia memang pemilik hati seharusnya tahu menahu. Dia jugalah tokoh utama dari kisahnya sendiri, lantas mengapa juga dirinya menjelma bagai kompas tanpa jarum panah?Pemilik netra teduh mengalahkan keteduhan langit hujan tanpa rintik. Paras ayu dengan potongan dagu kecil dan bulu mata lentik, sangat larut dalam lamunan melalang topik hingga tak sadar suatu hal. Senyuman hangat sebenarnya hendak terlengkung secara spontan di wajah tegasnya. Tetapi kala mengingat potongan kecil, kala dia tak sengaja menguping pembicaraan sang mahasiswiWaktu menampar membawa perubahan tak lagi menit, jam, dan detik lampau, belaian suhu alam telah berubah juga ikut berusaha menyadarkan. Kedinginan malam tak lagi menggerayangi membelai tiap inci kulit. Gelapnya malam terusir setelah mentari terbit. Nyamuk-nyamuk mulai menepi juga. Burung-burung bertengger terlelap telah kembali memulai hari dengan berkicau. Hening jalanan mulai diisi dengan aneka kendaraan. Polusi udara mulai mengepul di angkasa. Polusi suara juga tak kalah memekikkan telinga sekaligus melatih emosi. Mentari telah terbit walau belum menyengat, sinarnya masih aman menyapa tak hingga menembus tulang. Dangkalnya alam mimpi terasa telah seluruhnya diselami oleh nyenyaknya tidur semalam. Mata telah terpejam selama beberapa jam mulai merasa cukup. Salah satu dari penghuni balkon terlebih dahulu menyesuaikan cahaya. Kedua telapak tangannya spontan membekap mulut sendiri. Kala hampir saja hendak menggantikan tugas ayam berkokok dengan memekik t
"Eh dengar nggak katanya maba akan dididik dosen baru loh?""Iya nih, by the way pada tahu wajah dosennya nggak?""Yah kagak. Tapi kalau dari namanya cakep sih.""Emang siapa dah?""Umur berapa? Paling kayak dosen peyot yang lain.""Heh! Kabarnya awet muda bahkan dijuluki vampire tahu. Namanya Pak Ari kalau nggak salah.""Ya elah Ari mah pasaran. Tukang sayur, daging,bengkel juga banyak namanya Ari.""Yang gue inget itu doang tapi lupa nama lengkapnya gila sih akan keren, ganteng, kece penampilannya gue jamin."Pak Ari-- Begitulah para mahasiswa dan mahasiswi akan memanggilnya. Arion Prakasa atau akrab disapa Ari, pria berusia 43 tahun telah berstatus duda sejak 22 tahun yang lalu dikarenakan kematian sang istri. Yaps, seperti yang para mahasiswi tadi bahas, walau telah menginjak usia 40 ke atas tak membuat keriput menghampirinya. Bahkan penampilan Arion tak sekuno bayangan orang-orang. Dia berpenampilan sesuai jaman. Hal tersebut terbukti dengan dirinya yang baru turun dari mobil be
Tubuh Arion rasanya bak kayu yang digerogoti rayap. Seluruh tubuhnya lelah tanpa terlewat walau seujung kuku bayi baru lahir. Lisan dan otaknya tak berhenti bekerja sejak kerakusan menyandang Arion. Sudah menjadi CEO tetapi dengan gila masih menyetujui penawaran sang sahabat. Dimana penawaran tersebut Ari setujui, berujung pada hari pertama perasaannya dibuat kaku. Paras, postur tubuh, dan nama yang duplikat membuat Arion seketika teringat mendiang belahan hatinya. Otaknya gatal menuntut perihal kejanggalan. Tetapi waktu tak lelah-lelah menjadi konflik kehidupan. Arion menatap cahaya rembulan yang menyerupai netra sang mahasiswi. Tak begitu bersinar tetapi membius Arion. Konon kata orang bila merindukan seseorang, maka tataplah langit malam. Bisa jadi seseorang tersebut menjelma menjadi bintang. Sedangkan kala siang katanya seseorang tersebut bersembunyi di balik gumpalan awan. Arion memutar kenangan dalam benak. Badan yang dipasangi oleh aneka kabel rumah sakit, dada yang disisipk
Berapapun jumlah angka yang menjadi status jawaban kala pertanyaan 'berapakah umurmu?', orang-orang merasa bahagia mengerubungi kala kepadatan sehari tersisihkan. Contohnya saat ini dimana seluruh gedung fakultas merasakan pesta dadakan. Bukan dikarenakan suatu perayaan di masing-masing jurusan, ulang tahun dosen, ataupun teman sekelas. Melainkan kampus mengadakan rapat merata yang wajib dihadiri seluruh dosen.Mahasiswa-mahasiswi rasanya dibuat menangis bahagia, karena akhirnya masa dirindukan kala sekolah kembali terjadi di universitas. Kemerdekaan mahasiswa-mahasiswi dan murid adalah waktu pulang awal yang tentunya selain jam kosong. Jam memang baru menunjukkan saat makan siang. Sedangkan rapat akan berlangsung dari jam 12 hingga jam 3 sore. Lama? Ya itulah alasan kelas yang dimulai pukul 12 siang hingga 3 sore diganti jadwal.Beberapa kursi aula yang dijadikan ruang rapat telah diisi beberapa dosen. Tak seperti dosen lain yang menunggu dengan tenang, sembari bermain handphone me
Pagar besi semula menjulang tinggi dari kejauhan, bahkan menutupi megah dan indahnya rumah berhasil Arion lewati. Rumah dengan tipe model klasik bergaya Perancis, kembali berada di depan mata Arion. Tak ingat berapa lama waktu pastinya kaki Arion menapaki rumah masa kecil almarhumah istri. Masih sama tanpa perubahan spesial selain pergantian cat saja.Arion menekan bel yang tak jauh keberadaan dari posisi tempat berpijak. Salah satu pekerja di rumah sang mertua membukakan pintu. Lama tak bertemu dengan pria di hadapannya, membuat netra sang pekerja hampir saja terlepas dari posisi. Mengamati dari atas hingga bawah penampilan Arion, karena merasa tak berubah walau berpuluh-puluh tahun tak berkunjung.Sebuah karakter di film dan buku-buku mitologi kuno membuatnya seketika teringat. Vampir-- Karakter mitologi legenda yang tak asing di ingatan karena kebiasaan menghisap darah. Tampaknya mulai saat ini pekerja itu akan percaya, dengan film-film fantasi yang melibatkan karakter vampir. Dia
Tinggi, kekar, tampan, pintar, kaya, mapan di usia muda. Rasanya bukankah rentetan kalimat tadi cukup menjabarkan kesan kesempurnaan, lelaki dengan setelan jeans yang di dalamnya dirangkap kaos putih polos? Bahkan dimanapun berada lelaki ini mendapatkan perlakuan sama kala di tempat ini. Tak sebatas sepasang dia pasang netra saja yang memandang, puluhan mahasiswi menatap kagum dan lapar. Berbeda dengan tatapan diberikan mahasiswi, para mahasiswa justru menatap iri pesona lelaki bersetelan jeans.Tak memberi tahu kabar kebahagiaan ini pada sang kekasih yang telah menunggu. Xavier berhasil menyelesaikan acara studinya di London, lebih cepat dari target yang diberikan. Tenang saja walau dikerjakan secara cepat-cepatan, bukan berarti hasil pekerjaan mahasiswa cerdas ini dikatakan tak memuaskan. Walau dengan sedikit dorongan dana orang tua, juga bukan berarti membuat Xavier manja. Kini tugas di kampus ini hanya beberapa langka lagi hingga kelulusan.Menatap rindu bangunan bertingkat telah b
Mobil mewah audi A8 L berwarna hitam telah terparkir di rumah hampir 30 menit. Gugup karena sekian lama tak melakukan interaksi, dengan penghuni-penghuni rumah tempatnya parkir membuat ragu melangkah. Bangunan mewah bernuansa ala Italia karena ketertarikan pemilik rumah, kembali Xavier pijak dalam waktu yang ntah kapan terakhir kali karena dirinya pun lupa. Hanya saja rumah ini masih tak menumpulkan kenangan di benaknya. Bayangan sang gadis dia kenal sedari kecil, kakak sang gadis, dan sahabat lelaki sang gadis selalu mengelilingi benak setiba di rumah Zelin.Posisi yang tak beranjak walau secentipun membuat objek pandang Xavier terbatas. Gerbang menjulang tinggi dengan sisi kanan, secara semu-semu dedaunan tanaman pucuk merah sedikit menyumbul efek lama tak dipotong. Senyumnya terpatri kala mengingat kepingan masa kecil. Ketiganya pernah menemani wanita pemilik rumah, berkebun karena ketertarikan pada tanaman tak sirna. Tawa riang Zelin rela renyah walau terselip isakan, d
Kala hidup netra tak henti-henti mengamati kesenjangan sosial. Tetapi kala bukan selimut tebal membalut kulit kala dingin, tidak juga selimut dengan lubang-lubang membungkus. Maka netra tertutup sempurna dengan kemustahilan kembali ke dunia, justru memukul telak pemikiran orang-orang. Kala hidup kau berbeda dan direndahkan.Tetapi bagaimana kabar kala seluruh tubuh tanpa terlewat terbalut tanah? Bukankah status kala nisan menghias suatu lahan tanah kosong, itu cukup menjadi definisi antonim kesenjangan sosial? Harta kau perjuangan di kehidupan tetapi kala menjadi penghuni liang tanah, tak mungkin rasanya tumpukan harta ikut masuk menemani. Tubuh terbujur kaku hanya menanti waktu mengikis menyisakan tulang.Tempat penghuni bergelar almarhum dan almarhum telah dapat Arion lihat. Tanjakan menuju pemakaman telah aman terlewati, walau sekian lama tak bermain kemari. Kumpulan bunga segar kesukaan penghuni hati menemani samping kursi kemudi. Tak lagi sesak kala tanah mula