Home / Romansa / Dosenku, Musuhku, Suamiku / Bab 113. Beli Rujak

Share

Bab 113. Beli Rujak

Author: Agniya14
last update Last Updated: 2025-11-04 23:20:18

“Jadi dong. Asal kamu nggak berubah pikiran aja,” ujar Giorgio sambil mengedipkan sebelah matanya.

Vivi tertawa kecil, menatapnya sambil menyuapkan roti panggang ke mulut Giorgio. “Nggak akan. Pokoknya aku tunggu. Jangan PHP-in aku soal rujak.”

“Kita beli nanti malam."

Mereka melanjutkan sarapan dalam suasana hangat. Vivi suka suasana pagi seperti itu, dapur yang masih beraroma kopi dan tatapan laki-laki itu yang selalu membuat jantungnya sedikit berdetak lebih cepat.

Selesai sarapan, Vivi merapikan tasnya.

“Aku ke kampus dulu ya,” ujarnya sambil menenteng tas

“Naik ojek lagi?” tanya Giorgio sambil menaikkan alis.

“Ya, kayak biasanya aja,” balas Vivi sambil mencubit lengan Giorgio sebelum pergi.

*

Sore hari, setelah seharian menghadapi dosen yang memberikan tugas mendadak, diskusi kelompok, Vivi sampai di apartemen dalam kondisi lelah. Dia membuka pintu, melepaskan sepatu, menaruh tas sembarangan di lantai, lalu rebah di sofa tanpa peduli apapun.

Niatnya cuma mau memejamkan mata seb
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 156. Siomay

    Giorgio melangkah masuk ke apartemen dengan bahu yang tampak sedikit lebih kaku dari biasanya. Ia meletakkan tas di meja, lalu ia menarik napas panjang. ​"Vi? Bisa ke kamar sebentar?" panggilnya. Suaranya tidak keras, tapi ada nada mendesak yang membuat Vivi segera beranjak dari sofa.​Vivi melangkah masuk, mengamati suaminya dengan kening berkerut. Tanpa suara, ia duduk di tepi ranjang, memerhatikan Giorgio yang mulai membuka lemari pakaian.​"Vi, aku siapkan baju ya," ujar Giorgio tanpa menoleh. "Besok kita ke Jakarta. Kita ke rumah orang tua kita."​Gerakan tangan Vivi yang sedang merapikan sprei terhenti. Ia menatap punggung Giorgio lekat-lekat. "Tumben, Gio? Ada angin apa mendadak begini?"​Giorgio berhenti sejenak, memegang selembar kemeja, lalu berbalik menatap mata istrinya. "Aku mau kasih tahu mereka kalau kamu hamil. Sudah waktunya, Vi."​Seketika, bahu Vivi merosot. Ada rasa enggan yang tiba-tiba menyesakkan dadanya. Ia sebenarnya lebih suka menyimpan rahasia ini sedikit l

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 155. Butik Pakaian Bayi

    Liburan kuliah telah usai, tapi langkah Vivi terasa lebih berat dari biasanya. Bukan karena malas, melainkan karena ada beban manis yang mulai menonjol di balik blazer longgarnya.​Saat melewati koridor, Vivi bisa merasakan pasang mata yang mengikutinya. Bisik-bisik tertahan terdengar di sudut kantin, tapi tak satu pun berani terang-terangan bergosip. Mereka tahu siapa sosok di balik Vivi sekarang. Ada Giorgio. Menyenggol Vivi sama saja dengan mencari masalah dengan dosen paling berpengaruh sekaligus pria yang disegani di kampus ini.​Pintu kelas terbuka. Giorgio melangkah masuk dengan setelan formal yang rapi, memancarkan aura otoritas yang dingin. Vivi segera menunduk, membuka catatannya.​"Selamat pagi semua. Hari ini kita akan membahas strategi penetrasi pasar," suara berat Giorgio menggema.​Meski pria di depan podium itu adalah suaminya. Pria yang tadi pagi mengecup keningnya sebelum berangkat. Vivi tetap bersikap biada saja. Ia mencatat setiap poin dengan tekun. Sesekali mata

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 154. Makan Siang bareng Lala

    Lala benar-benar kehilangan kendali diri. Ia mengguncang-guncangkan bahu Vivi dengan wajah yang memerah karena antusias, lalu beralih menatap Giorgio yang hanya bisa mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah.​"Demi apa, Vi?! Kok kamu nggak bilang-bilang?!" pekik Lala lagi, suaranya naik satu oktav. "Pantasan tadi aku merasa ada yang beda! Auranya itu ah, gila, aku bakal jadi tante!"​Vivi tertawa geli melihat reaksi sepupunya yang sudah seperti orang mau demo. "Mau empat bulan, La. Tadinya mau kasih tahu pas acara keluarga bulan depan, tapi mumpung kamu di sini, ya sudah."​Lala langsung berlutut di depan sofa agar posisinya sejajar dengan perut Vivi. Ia mendekatkan telinganya ke sana, seolah-olah janin itu sudah bisa diajak mengobrol.​"Dengar ya, Giorgio Junior," ucap Lala dengan nada serius yang dibuat-buat. "Nanti kalau sudah lahir, pokoknya harus lebih sayang Tante Lala daripada Papa kamu yang galak ini, ya!"​Giorgio terkekeh, ia menyandarkan kepalanya di telapak tangan

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 153.. Kedatangan Lala

    Vivi dan Giorgio menuju supermarket. Pendingin udara supermarket menyambut kulit mereka begitu pintu otomatis terbuka. Lampu-lampu neon yang terang benderang memantul di lantai keramik putih. ​Vivi melangkah menyusuri lorong makanan ringan, matanya berbinar menatap deretan kemasan warna-warni. Tangannya dengan lincah menyambar berbagai macam keripik kentang, cokelat batangan, hingga beberapa kaleng soda, lalu memasukkannya ke dalam keranjang yang dibawa Giorgio.​Giorgio hanya bisa menggeleng pelan, sudut bibirnya terangkat geli melihat antusiasme istrinya. Ia melirik keranjang belanjaan yang kini mulai terasa berat di tangannya.​"Udah cukup belum, Vi?" tanya Giorgio sembari mengangkat sedikit keranjang itu, menunjukkan isinya yang sudah menggunung.​Vivi berhenti sejenak, menatap tumpukan camilan itu dengan jari telunjuk di dagu, lalu mengangguk mantap. "Udah, deh. Lagian kan yang makan cuma kita bertiga."​"Oke," Giorgio tersenyum. Ia mengusap puncak kepala Vivi sekilas sebelum be

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 152. Lala Mau Datang

    Liburan yang semula direncanakan singkat, terasa begitu manis sehingga Giorgio memutuskan untuk menghubungi agen travelnya dan menambah dua hari lagi di Singapura. Ia ingin memberikan kejutan pada Vivi agar mereka tidak terburu-buru pulang.​"Vi, aku sudah mengatur ulang tiket kita. Kita punya dua hari ekstra di sini," bisik Giorgio saat mereka bersantai setelah makan siang.​Mata Vivi membelalak senang. "Benarkah? Jadi kita punya lebih banyak waktu!"​*​Pagi hari di hari keempat, Giorgio mengajak Vivi menuju Haji Lane dan Kampong Glam. Area ini sangat kontras dengan kemewahan Marina Bay. Mereka berjalan di gang-gang sempit yang dipenuhi mural warna-warni dan butik-butik unik.​"Gio, lihat dinding ini! Kita harus foto di sini," ajak Vivi, antusias melihat seni jalanan yang artistik. Giorgio dengan senang hati menjadi fotografer pribadi istrinya, memotret Vivi yang tampak sangat serasi dengan latar belakang urban yang ceria.​Sore harinya, mereka menuju Singapore Flyer. Saat kapsul ra

  • Dosenku, Musuhku, Suamiku    Bab 151. Singapura 2

    Pagi menyapa Singapura dengan langit yang cerah dan hembusan angin laut yang segar. Giorgio terbangun lebih awal, merasa jauh lebih bugar setelah tidur tanpa gangguan beban pekerjaan. Ia membiarkan tirai terbuka sedikit, membiarkan cahaya matahari keemasan menyelinap masuk dan membangunkan Vivi dengan lembut.​"Ayo, bangun, Sayang. Si Singa sudah menunggu," goda Giorgio sambil mencium pipi istrinya.​Vivi menggeliat, tersenyum lebar. Kelelahan kemarin telah sirna, digantikan oleh semangat petualangan baru. Setelah sarapan singkat di hotel, mereka segera memulai jadwal dari agen travel.​Tujuan pertama adalah Merlion Park. Begitu turun dari kendaraan, mereka disambut oleh kerumunan wisatawan yang antusias. Di hadapan mereka, patung Merlion yang megah berdiri kokoh, menyemburkan air ke arah Teluk Marina dengan latar belakang gedung-gedung pencakar langit yang ikonik.​"Gio, kita harus ambil foto yang itu!" seru Vivi sambil menunjuk wisatawan yang berpose seolah sedang meminum air sembur

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status