Share

Dosenku Suamiku
Dosenku Suamiku
Penulis: D Lista

Bab 1 Dilecehkan

PROLOG

Gelap baru saja melipat terang. Ruang tamu rumah Rania sunyi. Rania akrab disapa Ara duduk di kursi, menunduk.

Suara gelas membentur lantai menyentak kesadaran Rania. Di hadapannya, serpihan gelas berhamburan ke segala penjuru. 

"Pak, maafkan Ara! Sungguh itu bukan mau Ara, Pak." Gadis dua puluh tahun itu bersimpuh dengan bahu bergetar menahan isakan. Jemari meremas bagian bawah tunik yang dia kenakan.

"Bapak dulu bilang apa?! Semiskin-miskinnya kita, jangan pernah menjual kehormatan. Lalu apa?! Sekarang kamu mengingkarinya. Angkat kaki dari rumah ini! Kamu sudah bikin malu bapak dan ibu!"

"Ini salah paham, Pak!"

"Salah paham katamu?! Siapa yang ada di foto itu?! Bapak tidak buta, Ra!"

Tubuh Rania gemetar seakan bumi sedang diguncang gempa, saat melihat bara di sepasang manik mata sang bapak. Memilih bergeming, dia tidak bisa menyangkal, benar adanya foto yang tersebar seantero grup medsos kampung adalah dirinya.

"Ara akan buktikan kalau Ara tidak bikin malu bapak dan ibu," lirihnya.

"Pergilah! Jangan kembali ke rumah ini!"

Bab 1 Dilecehkan

-----

"Nanti sore saya jemput. Bersiaplah! Jangan lupa dandan yang cantik!" ucap pria paruh baya itu dengan senyum menyeringai. Rania bergidik ngeri mendengarnya.

"Hah." Sontak saja jantung Rania berdegup kencang seperti kuda yang berlari di pacuan.

-----

Rania mengaduk lambat secangkir sereal di cangkir hingga tak terasa isinya hampir tumpah. Pikirannya melamun ke kejadian siang tadi di kampus. Sedari tadi pikirannya berkecamuk antara keluar atau tidak malam ini. Dia tidak bisa menolak tawaran dosen seniornya siang tadi yang mengajaknya makan malam.

"Bagaimana ini, apa tidak ada masalah kalau aku menemani beliau makan malam? Tapi apa kata orang, kalau sampai teman-teman melihatku berdua di restoran dengan beliau?" 

Rania mengenyahkan prasangka buruknya. Gegas ia mengenakan pakaian rapi, legging warna hitam dipadukan dengan tunik floral selutut serta pasmina polos warna senada. 

Mematut diri di depan cermin, Rania memoleskan lipgloss setelah bedak tipis menghiasi pipinya yang merah merona. Wangi lavender dari sabun kesukaannya pun menguar sampai ke indra penciumannya. Keluar dari kamar kos, Rania mengambil sepasang sepatu ketsnya. Tak lupa tas cangklong kecil kenang-kenangan semasa SMA terpasang di pundaknya.

"Mau kemana, Nia? Tumben dandan cantik?!" Seruan teman kos membuat jantungnya hampir copot. Rania merasa seolah mau melakukan kesalahan. Ia menarik napas panjang untuk menetralkan perasaannya.

"Eh, ini mau keluar sebentar. Ada urusan dengan teman." Rania menjawab dengan sedikit terbata mengundang kecurigaan teman kosnya. Kedua teman kosnya saling menatap curiga disertai bisik-bisik. Namun, Rania tak acuh dan bergegas keluar dari kosnya menuju jalan raya.

"Halo, saya sudah di depan toko kue. Bapak sampai di mana?" Dengan sedikit gemetar tangannya memegang HP bekas yang dibelinya setahun yang lalu. 

Tidak lebih dari sepuluh menit mobil sedan mewah warna silver berhenti tepat di depan posisi berdiri Rania. Rasa gugup tiba-tiba mendera. Hatinya bergejolak hingga terjadi perang batin, antara melanjutkan atau memilih berbalik mundur. Namun, begitu kaca mobil diturunkan dan menampakkan wajah pengemudi dengan kaca mata hitam bertengger di sana, Rania urung mundur. Rasa tak enak hati pada Pak Herman dosen senior di kampusnya menyusup relung hati. Dia takut disangka mempermainkan kebaikan seseorang yang ingin membantunya.

"Masuk!" titahnya diiringi seulas senyum. Rania tersentak, gugup jelas iya. Menoleh ke kanan dan kiri, dia berharap tidak ada teman atau orang yang dikenalnya sedang memergoki posisinya sekarang. Dalam hitungan detik, Rania sudah berada satu mobil duduk di samping kiri kemudi.

Suasana hening membuat Rania canggung. Ia bingung memulai pembicaraan. Sampai digerai ATM, Pak Herman turun dan terlihat masuk ke ruang kecil bersekat kaca berisi mesin penyedia uang. Beberapa menit kemudian pria itu kembali masuk ke dalam mobil. 

"Ini, hitung dulu sudah sesuai jumlahnya belum." Pak Herman menyodorkan segepok uang pada Rania yang masih tercengang. Jantung Rania seakan ingin meloncat keluar, baru kali ini ia memegang uang sebanyak itu. Pikirannya berkelana, apakah pria di sampingnya itu benar-benar ingin membantu tanpa pamrih.

Lima jam perjalanan pulang pergi Yogya Boyolali, akhirnya mobil yang ditumpangi Rania kembali memasuki perbatasan wilayah Yogya-Jateng. Antara lega telah memberikan uang yang dibutuhkan orang tuanya dan bingung dengan apa yang akan dilakukan setelah ini. Mobil tiba-tiba berhenti di pinggir jalan. Suasana lengang, jam di dashboard menunjukkan hampir pukul sepuluh. 

"Kamu sudah siap, kan?"

"Hah, maksudnya apa, Pak?!" Rania tak mengerti dengan ucapan pria yang seusia ayahnya bahkan mungkin lebih tua, yang kini duduk di sampingnya.

"Bukannya kamu mau membantu menghilangkan penat saya. Mari kita bersenang-senang malam ini!" Tangan laki-laki di sampingnya sudah mulai lancang menyentuh kulit halus tangan Rania. 

Mata Rania membelalak sempurna. Ia merasa ini awal dari masalah pelik yang akan menimpanya. 

"Ya, Rabb. Ampuni hamba."

Komen (2)
goodnovel comment avatar
D Lista
kasih gem juga biar dibaca banyak orang. makasih...
goodnovel comment avatar
D Lista
SELAMAT DATANG di dunia imaginasi DLista Baca cerita baruku, yuk. jangan lupa tap love dan komentar ya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status