Di tengah malam yang pekat, mobil mereka meluncur dengan cepat. Di dalam mobil, Arlina tiba-tiba tidak bisa menahan diri dan tertawa kecil. Rexa yang sedang menyetir, meliriknya sekilas dari sudut mata.Annie mencondongkan tubuh dari kursinya, lalu bertanya, "Mama, kenapa Mama ketawa?"Tentu saja karena mengingat kejadian malam ini.Awalnya niat Arlina hanya ingin Rexa datang menjemput, agar Hubert tahu diri dan mundur. Namun, hasilnya ternyata jauh melebihi yang dia bayangkan. Efeknya lebih bagus dari dugaan. Baru saja masuk mobil, dia benar-benar tak tahan untuk tertawa saat mengingatnya kembali.Seluruh tubuhnya terasa lega dan nyaman.Menatap mata bundar Annie, Arlina bertanya, "Annie, apa kamu yang pilih pakai gaun ini?"Annie menggeleng, lalu menunjuk ke arah Rexa, "Papa yang suruh aku pakai.""Oh?" Arlina menoleh ke arah Rexa, matanya berkilat dengan senyum menggoda. "Kenapa Papa mau Annie pakai baju ini?""Karena Papa bilang ini menyangkut posisinya.""Uhuk, uhuk."Rexa yang du
Terdengar suara Rexa yang santai, "Ganteng memang bisa dipakai buat makan, kok. Contohnya sekarang, Arlina rela menafkahi aku." Dia bahkan bisa merasa bangga saat menyebut dirinya dinafkahi istri.Hubert mengejek dengan suara sinis, tetapi tiba-tiba terdengar suara yang memanggilnya ragu-ragu, "Pro ... Profesor Rexa?"Orang yang berbicara adalah Jihan yang buru-buru keluar dari toilet demi ikut bergosip. Saat melihat Rexa, wajahnya tampak terkejut. Dia bahkan mengucek matanya berulang kali untuk memastikan.Profesor?Rekan-rekan Arlina yang mendengar sebutan itu pun ikut terkejut.Bukannya cuma dosen? Kenapa bisa jadi profesor? Yang lebih mengejutkan, di usia semuda ini sudah bergelar profesor?Sementara di sisi lain, perasaan tidak enak semakin merayap di hati Hubert.Rexa menoleh ke arah Jihan, "Kamu kenal aku?""Kenal, kenal," jawab Jihan dengan wajah penuh semangat. "Profesor Rexa, saya lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Starling, saya pernah ikut kelas Anda!"Rexa mengangguk
Tubuh pria itu tampak tinggi tegap dengan postur yang proporsional. Garis wajahnya begitu menawan, tulang alisnya tegas, dan sorot matanya dalam. Sekujur tubuhnya memancarkan aura yang elegan dan berwibawa.Setiap langkahnya mantap dan terlihat tenang. Di dalam sorot matanya yang lembut, terpantul bayangan seorang wanita.Di tangannya, dia menggandeng seorang gadis kecil yang mengenakan gaun mengembang berwarna merah muda. Si kecil melompat dengan riang, kulitnya putih mulus, wajah mungilnya begitu cantik seakan menggabungkan kelebihan ayah dan ibunya.Terutama sepasang matanya yang bundar dan berkilau, siapa pun yang melihatnya pasti akan berdecak kagum. Imut sekali, ingin sekali cubit anak ini.Arlina memang tahu Rexa dan Annie akan datang, tetapi dia sama sekali tidak menyangka mereka akan muncul dengan cara seperti ini.Pakaian Rexa agak santai, sehingga membuatnya tampak lima atau enam tahun lebih muda. Sebaliknya, Annie malah berdandan seperti hendak pergi ke pesta.Bukankah sebe
Arlina tidak menjawab pertanyaannya, hanya menatapnya dengan wajah datar, "Pak Hubert, jangan-jangan kamu suka sama aku ya?"Sejak Lillia mengucapkan kata-kata itu tadi, Arlina sudah merasakan ada yang tidak beres. Ditambah lagi mungkin karena pengaruh alkohol, malam ini Hubert menunjukkan tanda-tanda yang terlalu jelas. Arlina bisa merasakan tatapannya terus-menerus jatuh pada dirinya, seketika dia langsung mengerti maksud ucapan Lillia.Perilaku Hubert yang sebelumnya terasa aneh pun kini bisa dijelaskan.Saat Arlina melontarkan pertanyaan itu, ekspresi Hubert langsung berubah canggung. Dia tidak mau mengakui bahwa dirinya menyukai seorang wanita yang sudah menikah, karena itu terasa seperti menempatkan dirinya lebih rendah dari Arlina.Namun, dorongan alkohol membuatnya kehilangan akal sehat yang biasanya dia miliki. Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya dia menjawab, "Iya."Arlina tidak terkejut dengan jawaban itu, dia berkata dengan tenang, "Aku sudah menikah. Sikapmu seperti in
"Aku mau lihat, aku mau lihat," ucap Lucia tak sabar.Jihan membuka album fotonya sambil mencari. "Pak Rexa nggak punya foto pribadi, ini pun foto waktu beliau membawa tim laboratoriumnya meneliti obat kanker baru tahun ini."Mengungkit hal itu, Jihan tak bisa menahan diri untuk memuji lagi. "Selama beberapa tahun terakhir, tim Pak Rexa memang fokus meneliti obat antikanker. Paclitaxel itu 'kan dikenal sebagai harta karun dunia medis, tapi tumbuhnya lambat dan harganya sangat mahal.""Karena itu, tim Pak Rexa meneliti pohon yew merah dari selatan. Itu adalah salah satu sumber alami utama paclitaxel. Belum lama ini, mereka berhasil memetakan keseluruhan genom pohon itu, sekaligus menemukan mekanisme biologis yang membuat tanaman tersebut bisa menghasilkan paclitaxel ...."Lucia mendengarnya setengah paham, tapi tetap merasa luar biasa hebat. Sementara Hubert mendengar penjelasan itu dengan sangat jelas.Dia memang tidak tertarik pada banyak hal, tapi soal penelitian medis dia selalu men
Rexa menatap Annie dengan wajah serius. "Karena ini menyangkut kedudukan Papa."????Annie tidak mengerti. 'Kenapa menjemput Mama bisa jadi soal perebutan kedudukan?'....Begitu Arlina masuk ke ruang VIP, dia langsung melihat Lillia melambaikan tangan padanya. "Bu Arlina, di sini." Dia bahkan sengaja menyisakan satu kursi di sebelahnya.Arlina bergegas berjalan mendekat. "Terima kasih."Meski sudah seharian bekerja, kulit Lillia tetap tampak terawat dan wajahnya penuh energi."Kenapa kamu datang agak telat?" tanyanya."Tadi aku ketemu Pak Jazlan di depan restoran, jadi sempat ngobrol sebentar."Arlina berkata demikian sambil melirik wajah Lillia karena ingin melihat kalau-kalau dia ada reaksi khusus saat mendengar nama Jazlan. Namun, ekspresinya tetap datar dan hanya menjawab singkat, "Oh."Baiklah, dalam hati Arlina hanya bisa merasa kasihan pada Jazlan."Aku lihat jadwal jaga, minggu depan kamu libur tiga hari berturut-turut. Ada rencana sesuatu?""Nggak," Arlina menggeleng. "Cuma m