“Nico” panggilku pelan.
“Ya?”
“Apa tidak sebaiknya kita langsung masuk kelas saja?” saranku pelan saat kami hampir sampai di parkiran motor.
“Kamu mau ke kelas aja? Ayo deh balik!” Nicolas berbalik arah menuju kelas kami.
“Nico!” sapaan dari suara lembut ini menghentikan langkah Nicolas.
Seseorang berjalan dari arah parkiran sekolah mendekati kami, senyumnya mengembang sempurna saat melihatku. Jujur saja aku tidak bisa memutuskan harus tersenyum atau tetap memasang wajah tegang seperti ini. Senyumnya sungguh melelehan hatiku.
“Pagi Rose” sapanya hangat.
“Selamat pagi, Daniel” jawabku tersipu malu.
Namanya Daniel Carter, dia adalah anak tunggal dari pemilik Carter’s Hospital. Ayahnya pemimpin tertinggi di rumah sakit, tentu saja Daniel sudah di gadang menjadi pewaris sejati usaha keluarganya. Daniel memiliki penampilan yang sangat menawan, mata biru tua lembut dengan rambut putih keabu-abuan penampilan yang sangat mirip dengan ayahnya.
Daniel memiliki sifat yang sangat humble dan friendly, dia baik pada siapa saja bahkan dia sangat menghormati orang yang lebih tua darinya. Ada yang bilang sifatnya ini menurun dari kedua orangtuanya, keluarga Daniel sangat suka berdonasi di rumah panti asuhan.
Oh ya, yang membuat dia makin keren adalah Daniel seorang kapten basket kebanggan sekolah, dia sudah membuat sekolah kami memenangkan berbagai perlombaan di setiap turnamen. Pokoknya dia keren deh!
“Hei, morning Daniel” sapa Vic saat mendekat kearah kami.
“Pagi Vic, Shella. Kalian tambah cantik aja setelah liburan” goda Daniel.
“Gombal kamu, resek tau nggak!” ucap Shella kesal.
Di belakang Daniel seorang lelaki datang mendekat kearah kami, dia memasang wajah super dinginnya. Tiba-tiba jemari Shella mencengkeram erat ujung kemeja sekolahku. Wajahnya tertunduk malu melihat lelaki berwajah dingin tadi.
“Selamat pagi, Sam” sapaku ramah.
Sam hanya mengangguk tanpa membalas sapaanku, hal itu membuat kami semua diam mematung dengan sikap dingin tak berubah dari Sam.
“Jawab iya atau apa gitu kek, dasar gunung es” celoteh Vic kesal.
Namanya Sam Axell, dia… uuh diaaa, uumm.. bagaimana ya menjelaskan dia. Aku tidak terlalu dekat dengan Sam jadi aku tidak bisa menjelaskan detail tentangnya, dia terlalu misterius diantara kami.
Pernah suatu ketika saat kami masih kelas satu SMP tahun lalu, Vic sangat penasaran dengan semua tentang Sam, karena kami hampir tidak pernah mendengar suaranya secara langsung.
Vic sengaja duduk di belakang bangku Daniel dan Sam, Vic mendekatkan telinganya pada mereka berdua agar ia bisa merekam suara Sam melalui ponsel. Dan lucunya Sam sama sekali tidak bersuara, setiap Daniel mengajak Sam ngobrol, lelaki itu hanya menjawabnya dengan mengangguk atau menggeleng.
Hal itu membuat Vic dan Shella frustasi setengah mati. Sejak aku berteman dengan Sam dari awal masuk SMP, aku tidak melihatnya berbeda sama sekali. Dia memang kelewatan pendiam.
“Daniel kok betah sahabatan sama gunung es?” ucap Vic heran kala itu.
Sejak saat itulah teman-teman memanggil Sam dengan sebutan gunung es, ulah Vic memang ada-ada saja.
Okay, aku akan menjelaskan sedikit apa yang kuketahui tentang Sam. Penampilan Sam tidak kalah tampan dari Daniel, dia memiliki mata berwarna biru terang mirip dengan warna mata Vic. Tapi mata Sam lebih tajam dan yah terkadang dia menunjukkan tatapan teduh. Pandangan mata yang membuat perempuan manapun terlena. Lalu rambut Sam memiliki warna agak terlalu mencolok yaitu merah pekat.
Pekerjaan orangtua Sam tidak diketahui, berapa jumlah saudara kandungnya juga tidak diketahui. Aku pernah bertemu dengan ibunya saat hari pertama masuk sekolah SMP, ibunya sangat cantik, ramah dan kalem.
Oh ya, duo charming sebelumnya adalah Daniel dan Sam. Semua orang memanggilnya begitu karena mereka sangat serasi sebagai seorang sahabat. Si perfect charming dan ice prince, julukan yang sangat pas bukan?
“Kalian ngapain disana? Sebentar lagi bel masuk berbunyi, buruan masuk” teriak seorang lelaki dari depan kelas satu.
Beberapa murid perempuan memandang kearah kami, tidak sedikit dari mereka yang masih meneriakkan nama Daniel, Sam dan Nicolas.
“Upps, sorry pak ketua OSIS. Kami akan segera menyusul” teriak Daniel diiringi tawa khasnya.
“Frans, tunggu” Nicolas berlari kecil mendekati langkah santai Frans, teman sebangkunya.
Dia adalah Frans Belford, anak tunggal dari kepala sekolah ini. Bisa dikatakan kalau dia sangat jenius dan sering ditunjuk sebagai perwakilan lomba Sains antar sekolah maupun kota. Dan yah seperti yang kalian dengar barusan, Frans adalah ketua OSIS terganteng yang pernah ada.
Penampilannya hampir mirip dengan Daniel yaitu warna rambut abu-abu putih tapi lebih terang dari Daniel, warna mata hijau terang dan sifat yang sangat gentleman. Memang sih dia sebangku dengan Nico yang memiliki sifat kewanitaan, tapi Frans sangat gentleman jauh berbeda dengan Nico. Karena Frans dan Nicolas tergolong memiliki otak encer maka fans sering menyebutnya sebagai duo genius.
“Kita nyusul mereka ke kelas juga yuk” ajak Daniel. Aku tahu kalau Daniel dan Sam mulai sedikit takut dengan teriakan para gadis di depan kelas.
“Iya, ayo” jawabku masih malu-malu.
Kami bertiga berjalan di belakang Daniel dan Sam, suara teriakan gadis-gadis menyebut nama duo charming dari kelas satu sampai kelas tiga masih terdengar jelas dan nyaring. Aku memandang lekat punggung Daniel dan Sam, postur tubuh mereka hampir sama persis. Tinggi badan pun sama, tegap dan gagah dengan warna kulit putih halus melebihi seorang gadis.
“Kau sudah sarapan?” tanya Daniel memandangku di belakangnya.
“Iya sudah, bagaimana denganmu?”
“Ahaha, aku hampir tidak sempat sarapan tadi pagi karena pembatu di rumah belum kembali dari kampung halamannya dan kedua orang tuaku shift malam. Tapi bunda Sam memintaku sarapan di rumahnya, ya kan Sam?”
Sam melirikku sekilas dan mengangguk tanpa mengeluarkan suara. Daniel tersenyum kembali padaku setelah mendapat respon pelit dari Sam.
“Aiish, bisa nggak kamu keluarin suara dikit aja?” ucap Vic jengah.
“Vic, jangan gitu dong. Nanti dia marah” ucap Shella pelan.
“Biarin” jawab Vic acuh “Lagian ngapain juga kamu jadi sok jaim gini?”
Shella segera menutup mulut blak-blakan Vic, Shella sedikit panik kalau Sam benar-benar mendengarnya. Tapi diluar dugaan, Sam tidak menanggapi ucapan Vic barusan, dia fokus berjaan menuju kelas tanpa menoleh ke belakang. Daniel pun sama, dia cuma tersenyum simpul mendengar sahabatnya ribut soal suara Sam.
Tiba di kelas kami, sudah ada Nicky dan Leo yang mengisi deretan bangku kedua dari baris kedua. Daniel dan Sam duduk di bangku pertama depan Nicky dan Leo. Di deret paling pojok kiri depan yang bersebelahan dengan Daniel dan Sam dihuni oleh Nico dan Frans. Sebenarnya Nico ingin duduk di bangku ketiga di belakang Nicky dan Leo tapi dia tidak punya pilihan lain selain mengikuti keinginan Frans.
“PANGERANKUUU…!!!!!” teriak Vic kencang saat melihat lelaki idamannya.
Vic langsung berlari dan memeluk erat leher Nicky hingga dia tercekik. Leo yang ada di sebelahnya hanya tertawa lepas melihat tingkah laku dua sahabatnya ini.
“My perfect prince. Kamu makin ganteng banget sih, aku kangen berat sama kamu, ulu uluuu” kata Vic sambil menjewer kedua pipi Nicky gemas.
“Eh, ulet bulu. Minggir kek, aku mau nyamperin bidadariku” kata Nicky berusaha menyingkirkan badan Vic dari atas pangkuannya.
“Ogah.. ogah.. ogah” ejek Vic yang disambut tawa teman-teman sekelas kami, kecuali Sam.
“Pagi Rose, kita ketemu lagi” ucap Leo mendekati aku, dia mengeluarkan sebuah mawar berwarna putih dari balik punggungnya. Semua itu tidak luput dari pandangan Daniel dan lainnya.
“Waah, ini indah sekali Leo. Kamu dapat dari mana bunga ini?” tanyaku bahagia, Leo sangat tahu aku suka bunga mawar.
“Sesuai namamu, aku akan bawakan bunga tercantik di dunia ini cuma buat kamu” kata Leo menggombal. Bunga mawar yang ia pegang telah berpindah ke tanganku.
“Leo! Dasar anak cupang, beraninya kamu deketin Rose!” teriak Nicky masih berusaha menjauhkan Vic darinya.
“Siapa cepat dia dapat, hahaha” jawab Leo menirukan ucapan Nicky tadi pagi.
“Sudah, sudah balik ke tempatmu sana, dan kau Vic cepat cari tempat dudukmu” perintah Daniel tegas sambil menarik kerah kemeja belakang Leo agar menjauhiku.
Tak berselang lama, seorang gadis super cantik datang dari arah pintu kelas. Gadis dengan postur setinggi model itu berjalan mendekati kami, dia meletakkan buku-buku tebal yang dibawanya dan meletakkannya diatas meja paling depan.
“Selamat pagi” sapanya ramah.
“Selamat pagi” sapanya ramah. “Pagi Robbin” jawabku pelan. “Robbin, aduuh aku kangen berat sama kamu” Shella memeluk tubuh Robbin erat. “Bagaimana kabar kalian?” tanya Robbin menahan sakit akibat pelukan maut Shella. “Aku dan lainnya baik-baik saja, kamu bagaimana?” tanyaku ganti. Sebenarnya aku duduk sebangku dengan Vic lalu Robbin dan Shella duduk di belakang kami. Jika dilihat-lihat tempatku sangat dekat dengan Daniel, sedari awal masuk SMP letak duduk kami tidak pernah berubah karena inilah posisi ternyaman bagi kami. Ku lirik sebelahku terdapat Daniel sedang asyik ngobrol dan bercanda dengan Sam dan Leo. Sedangkan Nicky, dia masih tersiksa dengan ulah manja Vic. “Seperti yang sudah aku infokan pada kalian, aku berhasil meraih juara pertama dari lomba Sains dengan murid dari Amsterdam” jawabnya santai. “Waah hebat, jadi selama liburan lalu kamu..” Shella tidak melanjutkan ucapannya. “Aku tidak sendiri. Mrs Caroline memasangkan aku dengan Frans” “Setiap
“Huh, ..!! Mareka lagi, wajah-wajah paling menjijikkan yang pernah ku temui!”Brakk,.. salah seorang dari mereka menendang meja tempat Daniel duduk.Kyaaa… kyaaaa… teriakan ketakutan para gadis di kelas makin membuat suasana makin mencekam.“Hei, hei Ben, bisa sopan sedikit nggak sih? Baru datang sudah bikin ribut!” kata Nicky kesal.“Diam kau, pecundang! Urus saja penyihir di depanmu itu!” kata salah seorang yang memiliki badan paling besar dari mereka sambil memandang jijik pada kelakuan Vic yang masih duduk di pangkuan Nicky.“Vic, kamu sini” Shella akhirnya menarik tangan Vic pelan agar menjauh dari Nicky, kami sangat paham karena mereka akan berkelahi lagi.“Kalian yang seharusnya lebih sopan, apa kalian tidak sadar ini masih hari pertama masuk sekolah?” ujar Franklin kesal. Seseorang yang memiliki badan lebih besar tadi menarik kerah baju Franklin dan memberinya tatapan marah.“Aku gak butuh nasehat kamu, kutu busuk!” ujarnya. “Mavin, cepat lepaskan dia” sergah Leo menarik ta
Pagi ini sangat cerah, beberapa awan nampak bergumul indah menghiasi birunya langit. Suasana sekolah yang harusnya tenang mendadak ramai karena hari ini masa orientasi siswa baru. Beberapa anak dengan seragam sekolah lama masih berkeliaran melihat-lihat isi sekolah baru mereka. Frans selaku ketua OSIS terlihat sangat sibuk memberikan arahan pada anggota OSIS lainnya. Ia berjalan kesana kemari sebelum upacara sambutan Ketua Umum sekolah ini berlangsung. “Frans, acara akan segera dimulai” kata seorang anggotanya. “Rose, arahkan para murid baru untuk segera berkumpul” pinta Frans. “Baiklah” Rose kebagian menjadi petugas kesehata bersama Vic berada di garda terdepan. Rose segera naik ke atas panggung di tengah lapangan untuk memberikan perintah sedangkan rekan OSIS lainnya terlihat kerepotan untuk menyiapkan acara berikutnya. Hampir semua murid baru sudah berkumpul di lapangan, beberapa lagi masih sibuk dengan urusan masing-masing. “Cih, merepotkan” ujar seorang murid bar
“Dimana cucu kesayanganku?” tanya Phantom ketika memasuki markas Black Devil. “Kakek, bisa tidak kalau masuk ke tempat orang sopan dikit. Lagian dia sedang ikut acara orientasi sekarang” kata Danny protes. “Danny, bawa dia kesini sekarang juga! Kakek sudah kangen berat. Lagipula kenapa kalian berdua santai disini, bukannya menjaga dia dengan benar?” kata Phantom murka. “Kakek tenanglah, apa kata pihak sekolah nanti kalau dia meninggalkan acara sekolah? Baru sehari disini sudah melanggar peraturan” ujar Ben menenangkan. “Ku dengar kalian meninggalkan dia dan berangkat sekolah sendiri. Sungguh keterlaluan sekali kalian ini, Danny, Ben!” bentak Phantom marah. Zavier, Mavin, Robert dan Albert hanya bengong melihat amarah Phantom yang mulai berkobar, lagipula mereka sama sekali belum bertemu dengan adik Danny dan Ben yang membuat geger seluruh sekolah. Bagaimana tidak, dengan kehadiran Danny dan Ben saja sudah membuat ketakutan para murid dan sekarang anak setan yang tera
Bel masuk akhirnya berbunyi, semua siswa baru berbaris rapi di dalam aula sekolah. Tak terkecuali Jes dan Gwen, beberapa anak sempat bertanya-tanya dengan apa yang akan mereka lakukan di dalam aula ini. “Selamat siang, semuanya. Perkenalkan nama saya Jasmine Swan, kalian bisa panggil miss Jasmine” ucap seorang guru cantik dengan baju senam yang terlihat ketat dan seksi dari atas podium aula. “Hari ini saya akan menjelaskan sedikit tentang kegiatan yang akan diikuti selama kalian belajar disini, tidak hanya ekstrakurikuler yang harus kalian ikuti tapi ada beberapa kegiatan seperti peringatan hari Valentine, Dance Party atau pesta lain yang rutin diadakan oleh sekolah” ujarnya menjelaskan panjang lebar. “Waaaaaahhhh” teriak para siswa baru, mereka tidak menyangka sekolah mengadakan hal menyenangkan untuk siswanya. “Untuk itu kalian harus rutin mengikuti kegiatan di setiap hari Jumat sore untuk latihan dansa, cara berjalan, cara menghormati partner dansa dan lomba-lomba yang a
“Menjengkelkan, dasar gadis kurang ajar. Mentang-mentang cantik, berani sekali dia menolak ajakan kita” ucap Vic bersungut-sungut saat mereka berada di dalam ruang keperluan dansa. “Kan tadi sudah ku bilang, tidak semua gadis mau bergabung dengan geng kita. Kalian tidak mendengarkan aku” bantah Robbin, tangannya mengambil beberapa sepatu high heels dari rak sepatu. “Sebenarnya aku tidak keberatan kalau kita menambah anggota lagi. Ini bisa jadi pelajaran untuk kita, lain kali kita lebih sopan saat mengajak anggota baru” ujar Rose pelan. “Hah, kita sudah berbaik hati mau mengajaknya bergabung dengan kita, Rose. Anak kurang ajar itu saja yang tidak tahu berterima kasih” bantaj Shella. “Lagi pula aku sudah nyaman hanya kita berempat saja, tidak perlu menambah anggota lagi karena aku yakin mereka tidak akan bertahan dengan perilaku kalian” ujar Robbin. “Kau ini teman siapa sih?” ujar Vic kesal, Robbin mengangkat bahunya cuek. “Hahaha, sudah sudah. Ayo kita kembali ke aula,
Jes melihat-lihat isi sekolah yang kelewatan luas ini. Ia berkali-kali mengitari bagian belakang sekolah tapi tidak menemukan apa yang ia cari, Jes duduk di bangku taman jauh dari gedung kelas. Sedetik kemudian ponselnya berdering, ada nama yang sangat ia kenal tertera disana. “Halo” kata Jes pelan. “Kau dimana?” tanya seorang lelaki bersuara berat dari seberang telepon. “Aku di taman” jawab Jes singkat. “Cepatlah kemari, aku memintanya menjemputmu” kata lelaki itu. “Baiklah, aku sudah bertemu dengannya” jawab Jes saat melihat seorang lelaki bertubuh kekar berdiri dan bersandar di gedung samping taman. Lelaki bertubuh kekar itu memberikan isyarat pada Jes untuk mengikutinya, Jes hanya mengangguk dan berjalan mengikuti langkah lelaki tegap itu. Tiba di depan tempat yang dia maksud, lelaki itu membukakan pintu untuk Jes. “Masuklah, mereka sudah lama menunggumu” ucap lelaki berwajah tampan tapi menyeramkan itu. Saat Jes masuk dalam tempat paling di takuti oleh muri
Suasana sekolah siang ini begitu riuh, sekolah yang harusnya bubar sejak satu jam yang lalu kini disulap menjadi tempat pentas untuk menghibur para siswanya. Kebanyakan mereka tidak langsung pulang melainkan melihat pertunjukan band favorit mereka, riuh suara siswa dari kelas satu hingga kelas tiga terdengar memanggil-manggil nama anggota Dream Boy. “Dream Boy! Dream Boy! Dream Boy!” teriak mereka makin riuh. “Halo semuanya, selamat siang. Untuk memeriahkan acara orientasi siswa tadi pagi, maka kami akan mempersembahkan penampilan dari anggota band paling bersinar, Dream Boy” teriak sang MC memanggil anggota band. “Are you ready guys?” tanya Daniel sang vokalis utama di belakang panggung. “Yeah, always be” jawab Steven, Franklin, Nicolas dan Leo bersamaan. “Rose, kalian sudah siap?” tanya Frans meyakinkan. “Iya, kami selalu siap mendampingi kalian” jawab Rose mantap dan di setuji oleh anggukan Vic, Shella dan Robbin juga rekan tim kesehatan lainnya. “Rose, aku akan