Share

Friend's - 2

Penulis: LucioLucas
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-23 16:20:05

“Bagaimana dengan panen sawit kita di Bengkulu? Apa semua berjalan lancar?”

”Iya, Pa. Siap proses dalam waktu dekat. Kemungkinan aku akan ke sana minggu depan.”

”Bagus, jangan lupakan juga soai pabrik kita di Lampung. Para buruh pabrik itu harus diberikan sedikit bonus, agar mau bekerja lebih keras."

“Bukan sedikit, tapi banyak. Bonus akhir tahun,Pa.”

Adiyaksa mengangguk senang. Ia menatap anak perempuannya yang sedang menyantap semangkuk bubur di depannya. Perasaan bangga sebagai seorang Papa begitu menguasai hatinya. Didikannya dalam dunia bisnis tidak sia-sia, anak perempuannya dapat berdiri dengan mandiri selama memimpin Perusahaan mereka.

”Kamu hebat Nanda, bisa meneruskan apa yang Papa Iakukan.”

Fernanda mendongak dari atas mangkuknya. Ditatapnya manik mata Sang Papa yang tengah menatapnya dengan bangga. Ditelannya lebih dahulu makanan dalam mulutnya sebelum menimpali perkataan Sang Papa.

“Tapi, para pemegang saham itu sama sekali nggak percaya, Papa. Mereka menekanku untuk mendapatkan keuntungan lebih besar.”

”Omong kosong! Kamu sudah nyaris mendekati pencapaianku!” Adiyaksa menggebrak meja dengan emosionai.

Fernanda tersenyum, menatap Papanya yang menggebrak meja. Mengulurkan tangan untuk menangkup tangan sang Papa dan berkata Iembut. “Nyaris, Papa. Tapi, belum.”

”Tapi...."

"Nanda akan berusaha."

”Sudah-sudah, kalian makan dulu. Pekerjaan aja yang dibahas!” Jihan datang dari arah dapur, membawa nampan berisi obat-obatan dan menyodorkannya ke arah sang suami. ”lngat tekanan darah, Pa. Percaya saja sama Fernanda. Jangan marah-marah.”

Adiyaksa menarik napas dan menerima obat yang diulurkan istrinya. Obat rutin yang harus ia konsumsi demi menjaga stabilitas kondisi fiisknya. Dengan segelas air, ia meneguk butiran obat di dalam telapak tangan.

“Papa, jangan lupa jadwal terapi hari ini." Fernanda berkata sambil mengelap mulut. “Maaf aku nggak bisa anterin. Ada jadwal rapat nanti sore.”

Adiyaksa mengangguk, ditepuknya lembut bahu putrinya ”Aku bisa pergi sama Mamamu. Kamu urus saja perusahaan dengan baik Nanda.”

Fernanda bangkit dari kursinya, meraih tas hitam yang sedari tadi ia letakkan di atas kursi sampingnya. Setelah mengecup pipi kedua orang tuanya, ia melangkah keluar menuju halaman depan, tepat ke arah mobilnya yang telah terparkir untuk berangkat ke kantor. Suara sepatunya beradu dengan lantai terdengar nyaring.

Adiyaksa menarik napas, memijat pelipisnya. Gurat kesedihan tergambar pada kerutan di pelipisnya. Ia memperhatikan kepergian anak perempuannya dengan keprihatian. Ia merasa gagal sebagai orangtua, tak dapat diandalkan saat anaknya membutuhkan bantuan.

“Apa dia belum punya kekasih baru?" tanyanya pada sang istri yang kini duduk di sampingnya.

Jihan menggeleng lemah. “Setahuku belum. Semenjak kandasnya hubungan dengan Evan seperti membuatnya terluka begitu dalam.”

”Brengsek! Laki-iaki itu telah menghancurkan Fernanda! Dan kini, dia bisa bahagia bersama anak dan istrinya. Sedangkan anak kita terus menerus berkubang dalam kesedihan. Kenapa ini sungguh tidak adil untuk anak kita.”

Jihan mendesah sedih, memikirkan nasib anak perempuannya. ”Terlalu banyak kenangan yang sudah mereka lalui bersama. Sudah dua tahun berlalu dan Fernanda belum bisa melupakan Evan.”

"Bahkan setelah laki-laki itu menghancurkan hatinya.” Adiyaksa meraih gelas dan meneguknya. Perasaan marah yang menggerogoti hati, membuat rasa hausnya meningkat. ”Jika aku masih sekuat dulu, andai aku bisa bergerak bebas, ingin rasanya kuhajar hingga babak belur si Julian Benedict!”

”Kamu pikir, Fernanda akan membiarkan kita melakukan itu?” Jihan mengembuskan napas berat. "Bahkan sampai sekarang, ia masih menyimpan foto-foto kenangan dan pertunangan mereka di dalam Iaci. Aku tahu, anak kita belum bisa melupakan Evan."

Adiyaksa tertunduk lesu, merasa tak berdaya. Bagimana pun, apa yang dikatakan istrinya memang benar adanya. Fernanda belum melupakan sang mantan tunangan, tak peduli jika laki-laki itu kini telah bahagia bersama perempuan lain.

Dengan mata nanar menatap meja yang penuh dengan hidangan, ia berharap anaknya akan bahagia segera. Mendadak, suatu ide terlintas di kepalanya. Adiyaksa menoleh ke arah istrinya yang sedang mengoles mentega di atas roti dan berkata pelan.

”Aku ingin mengadakan makan malam, bisakah kamu membantuku mengaturnya?”

Jihan mendongak heran. ”Kok mendadak sekali? Dalam rangka apa?”

Ada nada penuh kecurigaan dalam pertanyaan Jihan. Suaminya bukan seseorang yang suka mengadakan pesta atau jamuan secara mendadak dan tanpa perencanaan yang matang sebelumnya.

Adiyaksa mengangkat bahu. “Anggap perayaan kesembuhanku. Undang seluruh jajaran direksi. Acara diadakan di rumah ini.”

“Baiklah, ada lagi?”

“Yah, khusus Pak Prambudi, minta dia untuk membawa anak Iaki-lakinya yang pengacara itu. Aku ingin konsultasi sesuatu.”

Jihan mengangguk, mencatat dalam otaknya semua permintaan sang suami yang terasa mendadak. la tak membantah, hanya mengangguk dan berpikir cepat bagaimana agar permintaan suaminya bisa diwujudkan dengan sempurna. Namun tak dapat ditampik, Jihan mencium adanya suatu rencana yang sedang dirancang oleh suaminya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dua Hati Mencari Cinta   Friend's - 31

    Kalimat spontan yang diucapkan Fernanda dengan tegas dan lugas cukup mengajutkan lawan bicaranya. Kali ini, bukan hanya Mei Ling yang kaget, Daniel pun sama. Laki-laki itu memandang Fernanda dengan ekpresi tidak percaya. Seribu tanya ada di dalam isi kepalanya, namun dia tahu ini bukan saat yang tepat untuk bertanya atau mendebat Fernanda.“Apa?” tanya Mei Ling sekali lagi. ”kamu mengaku-aku tunangan Daniel?"”Hah, aku memang tunangannya. Kami akan menikah bulan depan. Sudah sewajarnya kalau aku membelanya. Jangan lagi menuduhnya macam-macam!"Mei Ling mendengkus marah, memandang penuh dendam pada Daniel dan Fernanda. Lalu membalikkan tubuh tanpa mengatakan apa pun lagi.Fernanda memandang kepergian wanita itu dengan kelegaan. Tadinya, ia berpikir akan mencakar dan memukul wanita itu di sini, untunglah semua ketakutannya tak terjadi.“Nanda.”la mendongak, menatap Daniel yang tertegun."Iya, ada apa

  • Dua Hati Mencari Cinta   Friend's - 30

    Atmosfer tegang masih tercipta dalam ruangan itu, Ketiga anak perempuan Chen beserta suami mereka masih menatap Daniel dengan sinis. Chen mengangguk, menerima dokumen yang diulurkan padanya dan membawanya ke meja kayu. la membuka satu per satu lembaran dan tekun membaca.“Apa para kakakmu itu ada dendam padamu?” bisik Fernanda pada Daniel.“Nggak ada, kenapa?” tanya Daniel balik.“Entahlah, sikap mereka seakaan dengan senang hati akan mencincang tubuhmu jika diberi kesempatan. Terutama, Si Kurus yang sepertinya Kakak tertua.”Daniel tertawa Iirih. “Kalau begitu, kamu harus melindungiku. Karena, aku tak yakin bisa melawan mereka bertiga sendirian.”Fernanda terkikik sambil menutup mulut. Diam-diam mencuri pandang pada wanita- wnaita yang duduk di seberangnya. Mereka terlihat angkuh dan sombong. Sementara para laki-laki, hanya duduk tak peduli. la memandang tak suka pada suami Anaa, karena laki-laki itu

  • Dua Hati Mencari Cinta   Friend's - 29

    “Apa kamu siap?”“Apa, sih? Kayak mau diintrograsi polisi.”“Bukan memang tapi masuk tiang gantungan.”Fernanda tertawa. Meraih Iengan Daniel dan keduanya melangkah menyusuri jalan setapak menuju rumah besar di hadapan mereka. Rumah yang terasa sunyi meski ia tahu di dalam ada banyak penghuni sedang berkurnpul. Daniel memohon padanya, agar Fernanda menemani ke rumah orang tuanya. lni pertama kali baginya, menginjak rumah keluarga laki-laki itu.Setelah pembicaraan intens yang ditutup dengan dua sesi bercinta yang menggebu-gebu, keduanya sepakat untuk saling menjajaki dalam satu hubungan yang serius.“Aku nggak mungkin sesempurna Evan, tapi aku bisa pastikan kalau aku cinta sama kamu.”Fernanda menjawab lembut. “Aku bukan Renata. Aku hanya mengharap Daniel apa adanya, bukan Iaki-laki yang ingin menjadi seperti Evan.”Dengan tubuh berpeluh dan hati yang bertaut, keduanya berpel

  • Dua Hati Mencari Cinta   Friend's - 28

    “Ooh, begitu. Kamu menganggap aku kekanak-kanakan? Baiklah, kalau itu maumu.”Daniel merentangkan lengan, menunjuk ke arah pintu. “Silakan keluar, aku sibuk!”“Daniel, bukan begitu. Kamu salah paham.”“Bagian mana dari ucapanmu yang membuatku salah paham. Nanda,” ucap Daniel sedikit emosi. ”Kamu mengatakan aku kenak-kanakkan karena aku cemburu. Kamu nggak suka aku cemburu karena memang dari awal hubungan ita hanya sekadar sex! Baiklah, aku mengerti. Sekarang, tinggalkan aku sendiri!”Daniel berbalik, kembali menghadap meja. Mengabaikan wanita yang terlihat salah tingkah.”Aku tidak ada maksud seperti itu.” Fernanda memijat kepalanya. ”Aku mau minta maaf karena sudah membuatmu marah. Aku--,”“Aku mengerti, pergilah Nanda!” sela Daniel dingin.Fernanda mengerjap, matanya memanas. Titik air mata mulai menetes di ujung pelupuk. la merasa sakit

  • Dua Hati Mencari Cinta   Friend's - 27

    Malam kian larut, udara sejuk dari pendingin ruangan di kamar Fernanda membuat sesi curhat antara Mama dan anak malam itu semakin serius. Fernanda sudah menyamankan posisi setengah merebahnya dengan tumpukan bantal menopang punggungnya yang lelah. Sementara sang Mama masih setia dengan duduk di pinggir ranjang, dekat dengan posisi Fernanda berbaring.“Harusnya, kalau memang kamu nggak siap untuk menjalin hubungan serius dengan siapa pun, jauhi. Jangan clatangi dia saat kamu sedih, dan berpaling saat kamu bahagia.”“Nanda nggak berpaling, Ma. Kama hanya teman biasa.”“Jelaskan pada Daniel kalau begitu.”“Sudah, dia nggak mau dengar.”“Karena kamu melakukannya setengah hati.” Jihan mendatangi anaknya, mengelus rambut lembut milik Fernanda. "Mama ingat dulu kalian bertiga selalu bersama. Kamu, Evan, dan Daniel. Keduanya sama baik dan menawan. Tapi, dari dulu Daniel memang menunjukkan rasa cin

  • Dua Hati Mencari Cinta   Friend's - 26

    Kamar yang sepi, hanya terdengar dengung pelan dari pendingin ruangan. Fernanda yang baru saja pulang dari kantor, tanpa mengganti baju lebih dulu, merebahkan diri di ranjang, Menatap nanar pada langit-Iangit kamar yang dilukis bunga-bunga warna krem lembut. Ada lampu kristal kecil tergantung di tengah-tengah.Tangannya terulur ke dahi, memijat lembut di sekitar kepala. Migrain yang ia rasakan dari tadi sore tak jua sirna meski ia sudah meminum obat. Segelas Teh Camomile hangat pun sudah diteguknya hingga tandas, namun peningnya tak kunjung mereda.Benaknya berpikir cepat tentang rapat tak berkesudahan, penyelesaian cepat dari satu masalah ke masalah lain, memastikan produksi lancar, hingga memikirkan tentang Daniel.Desahan resah keluar dari mulutnya saat pikirannya tertuju pada Daniel. Laki-laki yang selama dua tahun ini selalu berada di sisinya. Dia masih tak mengerti salahnya di mana, dan kenapa Daniel begitu emosi saat melihatnya bersama Kama. Padahal, itu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status