Share

Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti
Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti
Penulis: Isna Arini

Bagian 1

Penulis: Isna Arini
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-09 13:12:35

"Ayo bikin anak. Aku mau anak darimu lagi. Cepat dan segera!"

Suaranya dingin, menusuk, sama persis seperti lima tahun lalu. Bian duduk santai di sofa ruang tamuku, seolah-olah apa yang baru saja ia katakan hanyalah hal sepele.

Aku tercekat. Kata-katanya seperti pukulan telak yang menyesakkan dada. Bagaimana bisa ia muncul begitu saja, seperti badai yang tak diundang, lalu meminta sesuatu yang bahkan dulu menghancurkan hidupku?

“Kamu pikir bikin anak itu kayak bikin adonan kue?” Aku menahan tangis yang sudah di ujung tenggorokan. “Lagipula kita bukan suami istri lagi! Jangan pernah sentuh aku!”

Dia menatapku tajam, tapi tetap tenang. “Siapa bilang? Aku tak pernah mengucap cerai. Kamu masih istriku." Ia menyeringai dingin. "Dulu, kita cuma butuh sekali dan langsung jadi. Apa susahnya ulangi lagi?"

Aku bergidik, menjauhkan tubuhku dari sofa. “Kita sudah terpisah selama lima tahun, Bian.”

Dia bangkit dan mendekat, tubuh tingginya membuatku merasa semakin kecil. Wajahnya keras dan garang, sama seperti terakhir kali aku melihatnya—pria yang tak pernah memberikan sejumput cinta atau belas kasih untukku.

Selama ini, tak ada kenangan manis di antara kami. Aku hanya alat. Tempat menumbuhkan bayi yang tak boleh kuakui sebagai anakku. Setelah melahirkan, mereka mengasingkanku ke kota ini, membiarkan aku hidup sendiri tanpa boleh melihat putraku—anak yang kupanggil di dalam hati setiap hari, tapi tak pernah kutemui lagi.

“Kamu memang tinggal di sini, tapi setiap bulan aku tetap mengirim uang padamu," ucapnya, kembali duduk, seolah-olah mendominasi ruang yang semakin sesak ini. "Dan aku tahu kamu masih menerima semuanya.”

“Aku tidak pernah menyentuh uang itu!” Teriakku marah, meski suaraku bergetar.

"Siapa suruh? Kamu pikir toko bunga kecilmu bisa menopang hidupmu sendiri?" Ia menyeringai meremehkan. "Kamu lupa dari mana uang untuk membuka Shaynala Florist itu berasal?"

Aku menggigit bibir, menahan amarah yang meluap. Toko bunga itu memang hiburan kecilku, satu-satunya tempat di mana aku merasa berharga. Tapi kata-kata Bian membuatku ingin berteriak—seolah-olah hidupku sepenuhnya milik mereka karena satu hutang yang tak pernah bisa kulunasi.

“Oke,” aku berkata akhirnya, mengerahkan seluruh keberanian yang tersisa. “Aku akan memberimu anak. Tapi tidak sekarang. Aku belum siap.”

Aku tahu janji ini hanyalah penundaan. Tak ada keinginan sedikit pun dalam hatiku untuk memiliki anak lagi dengannya. Aku masih dihantui trauma kelahiran pertama. Setelah sembilan bulan mengandung, aku dipisahkan dari bayiku begitu saja—dibuang ke tempat ini, dengan penjaga yang memastikan aku tak akan kabur dan mencari anakku.

“Tak ada waktu untuk siap-siap.” Bian berdiri, suaranya semakin keras. “Putra kami butuh donor sumsum. Sel-sel dari tali pusat bayi baru bisa menyelamatkannya. Kamu mengerti?”

Aku merasa seluruh tubuhku bergetar. Jadi, itu sebabnya dia muncul lagi. Bukan karena dia peduli padaku atau karena menginginkan keluarga—hanya demi menyelamatkan anak yang tak pernah kubiarkan tumbuh dalam dekapanku.

“Jangan mendekat, Bian!” Aku mundur dengan panik.

Dia tetap melangkah maju. Senyum dinginnya membuat perutku mual. “Kamu tak punya pilihan, Nala.”

“Aku akan berteriak!” ancamku, meski tahu suara ini tak akan menyelamatkanku.

“Siapa yang akan menolongmu?” tanyanya sambil menyeringai.

“Saga! Sagara akan menolongku.”

Tawa keras meledak dari mulut Bian. “Saga? Dia bekerja untukku, Nala. Dia tak akan datang.”

Aku menggigit bibir, menahan gemetar tubuhku. Bian benar. Saga hanyalah bayang-bayang, penjaga yang ditempatkan di belakang rumah ini—bukan teman, apalagi penyelamat. Bian memegang kendali atas segalanya, termasuk hidupku.

“Lihat? Kamu sendirian, Nala.” Bian mendekat, dan aku merasa terjebak.

Aku terjepit di antara ketakutan dan kenyataan pahit. Lima tahun lalu, aku pasrah dan membiarkannya mengambil segalanya dariku. Tapi tidak kali ini. Aku harus bertahan. Aku harus menemukan cara keluar dari mimpi buruk ini.

"Sagaaa ...." Dengan sisa keberanian aku masih berteriak memanggil namanya.

Sedetik dua detik, bahkan kupikir sampai satu menit tak ada respon sama sekali. Biasanya Saga akan segera datang jika aku panggil.

"See ... dia tak merespon teriakanmu. Aku sudah berpesan padanya agar tidak menggangu kita. Menurutlah dan jangan membuat semuanya menjadi sulit." Bian tersenyum miring dan meremehkanku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
pasrah banget jadi orang. selama 5 th ngapain aja? koq mau aja diasingkan? harusnya kamu pergi jauh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Ekstra Part 3

    Ekstra Part 2 "Terima kasih udah menjagaku selama ini, Ga," ucapku pada Saga yang sedang duduk di sampingku.Kali ini aku ingin berterima kasih padanya dengan benar. Dulu saat dia pergi ada banyak hal yang terjadi, hingga aku tak benar-benar bisa mengucapkan terima kasih padanya. Maka kali ini saat semua sudah berada pada tempatnya, dan semua sudah mendapat kebahagiaan masing-masing, aku ingin mengucapkan terima kasih tanpa terbebani perasaan apapun. Saat ini aku dan Saga tengah berada di kolam ikan, tempat dulu di mana kami juga menghabiskan waktu sambil berbincang saat pertama kali di yayasan ini. Saat itu kami sedang merajut mimpi, akan saling menjaga dan tinggal di tempat ini bersama. Tapi takdir berkata lain, Saga tetap berada di sini dan menikah dengan pemilik yayasan, sedangkan aku tetap bersama dengan Bian. Bian sedang menemani anak-anak berkeliling dan bermain di tempat ini. Sejak pertama kali datang tadi pagi, mereka sudah sangat senang dengan tempat ini. Baik Hafizah mau

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Ekstra Part 2

    "Kamu bilang Saga sudah menikahkan, jangan curiga padaku. Aku ke sana hanya ingin mengucapkan terima kasih dengan benar padanya. Juga mengenalkan anak-anak pada orang-orang yang tak seberuntung mereka. Aku ingin Cenna dan Hafizah memiliki rasa peduli pada orang yang lebih membutuhkan," tuturku panjang lebar."Kapan mau ke sana?" tanya Bian. Aku tak menyangka dia akan dengan mudah mengiyakan setelah kukatakan alasannya. "Weekend minggu ini gimana?" tanyaku mau minta pendapat. "Boleh. Oke persiapkan semuanya."***Kami sampai di hotel tepat saat adzan ashar berkumandang. Bian sengaja memesan hotel lalu akan menginap di hotel terlebih dahulu, sebelum esok paginya kami pergi ke tempat Saga. Bian mengatakan tak ingin merepotkan orang-orang di sana, sehingga dia mengatakan lebih baik menginap di hotel lalu pagi harinya ke yayasan dan sore harinya kembali ke hotel lagi. Kami memesan kamar dengan sistem connecting door di mana anak-anak tidur berdua sedangkan aku dan dia akan tidur bersam

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Ekstra Part 1

    Aku terbangun dengan tubuh yang sudah cukup segar dan mata tak lagi mengantuk. Tadi setelah salat subuh, aku tertidur kembali tanpa membangunkan Bian. Sekarang, kulihat disampingku tak ada lagi pria itu, mungkin dia sudah terbangun. Aku melihat keluar jendela yang masih tertutup oleh tirai, sepertinya matahari sudah tinggi kenapa Bian tidak membangunkanku. Semalam kami berbagi peluh, lalu berbincang, kemudian mengulanginya lagi hingga tak terasa waktu sudah beranjak dini hari, dan kami baru tertidur. "Ya Allah, gimana anak-anakku." Aku berseru, seraya bergegas beranjak dari tempat tidur.Sejak acara pernikahan dilanjutkan dengan pesta semalam, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan Mama. Bahkan semalam Mama yang menidurkan mereka, sekarang tentu saja aku mengkhawatirkan kedua anakku, terutama Hafizah "Sudah bangun?" tanya Bian yang baru saja masuk ke dalam kamar. Pria itu membawa nampan berisi makanan. "Ayo sarapan dulu." Bian berkata sambil mengangkat nampan sedikit tin

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Tamat

    "Na, tau gak? Kamu itu ditipu sama Bian." Tanpa menyapa terlebih dahulu, Pak Ardi duduk di kursi yang ada di meja kami dan langsung mengatakan hal itu. "Dia udah tahu," timpal Bian."Udah tahu gimana?" tanya Pak Ardi sambil menatap Bian. "Udah tahu tentang telepon palsu itu. Pokoknya dia udah tahu semuanya. Kamu udah kalah, udah nyerah aja," tutur Bian panjang lebar. Pak Ardi menatap padaku, seakan meminta jawaban. "Bian mengatakan yang sebenarnya, Pak," ucapku. "Kalau Bian bikin susah kamu, bilang saja padaku. Aku siap memboyongmu." Pak Ardi berkata dengan penuh percaya diri. "Itu tidak akan pernah terjadi. Kalau kau harap seperti itu, melajang saja sampai tua," seru Bian tak suka. Kurasa mereka berdua memang sangat dekat, sehingga bisa berbicara sesuka hati seperti ini.***Pesta telah usai, anak-anak sudah terlebih dahulu tidur sebelum pesta selesai. Begitu semua orang pulang dan orang tertidur, suasana rumah juga sepi. Di antara semua penghuni rumah ini, aku dan Bian yang t

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bab 61

    Aku mematut diri di cermin, menatap pada diriku yang sudah siap dengan gamis pesta dengan model elegan dan modern berwarna silver. Malam ini adalah malam pesta pernikahanku dengan Bian, harusnya. Setelah tadi siang kami mengadakan acara ijab kabul secara resmi dan hanya di saksikan keluarga dekat saja, maka malam ini adalah pesta untuk memperkenalkan aku dan anak-anak pada rekan kerja Papa dan Bian. Jujur aku gugup dengan semua yang akan terjadi malam ini, apa pandangan mereka semua padaku. Pada anak-anakku, memikirkannya saja membuatku hampir gila. Mungkin beberapa teman dekat Bian sudah ada yang tahu statusku, seperti halnya Pak Ardi. Tapi bagaiman dengan yang lain? Aku segera pergi ke kamar Bian, dia mengatakan agar aku ke sana setelah selesai berganti pakaian dan ber-makeup minimalis. Tadinya Mama akan meminta orang melakukannya, tapi aku menolak. Lebih baik aku melakukannya sendiri saja. Aku mengetuk pintu saat sudah ada di depan kamar Bian. Tak ada jawaban, sepertinya dia ada

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 60

    "Na, kamu sadar gak apa yang kamu lakukan?" tanya Bian. Kini dia berusaha bertumpu pada kedua tangannya agak tak sepenuhnya menimpaku Ah, ternyata ini kenyataan bukan mimpi. Terlanjur basah, mengaku sajalah. "Sadar," balasku apa adanya. Aku ingin mengurai pelukanku, berniat kembali ke kamarku sendiri. Namun saat aku sudah melepaskan pelukan, Bian malah membalikkan tubuhnya hingga posisiku berada di atasnya. "Mau kemana, katanya kangen," ucap Bian sambil menatap padaku. Mataku yang sejatinya masih mengantuk langsung melebar, seketika hilang rasa kantukku. "Bi, lepas. Aku harus pergi dari sini," kataku, seraya menekan dadanya agar terlepas dari pelukannya. Tapi usahaku sia-sia, pelukannya malah semakin erat. Membuatku menyerah dan merebahkan diri di dadanya."Aku juga rindu, aku semakin sadar sangat membutuhkanmu saat kita berjauhan. Tidurlah saja di sini malam ini. Aku janji tidak akan melakukan apapun padamu. Hanya tidur, benar-benar tidur." "Tapi, Bi ...." Aku kembali berusah

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status