Lama kami menunggu di depan ruang UGD, menunggu dengan perasaan gelisah serta kebingungan kami. Saking sibuknya dengan emosi masing-masing, aku dan anakku hanya bisa saling memandang tanpa kami membicarakan apapun. Raut wajah gelisah dari putra sulungku juga terlihat jelas, dia terus menggoyangkan kaki dan meremas jemarinya. Di balik ruangan itu ada Mas Faisal yang sedang mendampingi anaknya yang kini berjuang dengan maut.
Kudengar anak itu mengebut bersama dengan teman geng motor lalu mengalami tabrakan. Kabarnya kepalanya pecah dan dia banyak mengeluarkan darah. Saat tirai sempat disibak aku bisa melihat tangan itu anak itu meneteskan darah juga kakinya. Di lantai banyak perban darah yang berserakan. Sehingga aku bisa membayangkan betapa repot dan tegangnya situasi yang sedang dihadapi Mas Faisal sekarang."Sebaiknya kita pulang saja karena ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya, sepertinya ayahmu juga masih sibuk.""Apakah Bunda pura-pura-pura mengesampingkan perasaan Bunda?""Harus begitu, kalau ditanya Apakah bunda marah tentu saja bunda sangat marah dan kecewa, merasa ditipu selama ini, tapi kita tidak bisa bersikap egois, ini ruang publik, ini rumah sakit, kita tidak bisa berdebat apalagi bertengkar di tempat ini.""Bunda, aku ingin tahu kenapa wanita gatal itu bisa membuat Ayah bungkam selama ini! aku benar-benar tidak terima atas apa yang terjadi Bunda." Rena memaki dengan marah."Sabar, tenangkan dirimu, orang-orang akan mendengar percakapan kita dan tahu Apa masalah yang sedang kita hadapi.""Biar pemalukan sekalian pelakor itu bunda!" Felicia menimpali dengan emosi."Nak, saat ini situasinya kacau, ayo kita pergi saja. Tolong jangan buat masalah karena bisa jadi saja keluarga dari wanita itu datang dan membelanya, maka timbul perang saudara dan keributan besar, ini rumah sakit, orang sakit dan ingin ketenangan. Kalau mau bicarakan sakit hati dan rasa penasaran maka umi akan lebih banyak mencecar ayahmu, jadi, ayo pulang dulu," jawabku."Baiklah, terserah umi." Anak-anak yang sudah terlihat kecewa dan kusut penampilannya padahal ini adalah hari wisuda yang seharusnya bahagia, terpaksa bangkit dari tempat duduknya dan beranjak bersamaku."Kalian mau pulang?" Sewaktu kami akan melangkah tiba-tiba masuk Faisal menyusul dan bertanya kepada kamu."Ayah bertanya, ayah masih bisa bertanya dengan santai?" tanya Felicia dengan wajah tak percaya."Sumpah, aku bertanya dengan tulus.""Kami mau pulang! Kami sudah duduk di sini dalam keadaan lapar dan bingung selama 4 jam sementara ayah dan istri Ayah masih fokus kepada anak kalian," jawab putri bungsuku yang duduk di bangku SMA kelas dua.Sungguh sakit jawaban itu, getir rasanya hati dan jiwa ini, seakan jantungku direnggut dari rongga dada. Andai bisa memutar waktu aku ingin memutar kembali waktu siang tadi, aku ingin mencegah keadaan agar anak-anak tidak menyaksikan kejadian pahit ini. Kalau bisa ditukar, biar aku sendiri yang menanggung kekecewaan dan kesedihanku. Karena hal yang terburuk yang dirasakan seorang ibu adalah kekecewaan sanak dan hancurnya perasaan mereka."Baiklah, pulanglah dulu nanti malam Ayah akan pulang dan menjelaskan semuanya.""Sekalian pikirkan bagaimana cara supaya penjelasan ayah terdengar masuk akal dan bisa diterima," jawab Heri."Her, ayah mohon....""Cukup!" Mas Faisal ingin mendekati anaknya Tapi Heri segera menepis tangannya dengan teriakan cukup."Ayah sendiri yang menanamkan kepada Kami bertiga agar bersikap jujur meskipun itu akan pahit dan konsekuensinya menyakitkan. Tapi lihat perbuatan ayah hari ini, ini baru satu kenyataan yang terbuka belum kenyataan yang lainnya. Hal apa lagi yang sudah ayah sembunyikan!""Heri, maafkan ayah.""Tidak, tadinya kami bangga memiliki ayah tapi dalam sekejap saja Ayah menghancurkan perasaan saja kami.""Sudah, ayo pulang Nak," ujarku sambil menahan air mata. "Ayo pulang dan istirahat, kalian harus mandi dan makan.""Ya umi, bila perlu, layani suami bunda dan antarkan jatah makan untuk istrinya," Jawab Rena sinis."Tidak usah begitu, kalian tidak tahu situasi yang sebenarnya sehingga kalian menghakimi Ayah seperti ini!" Mas Faisal meradang atas kesinisan anak anak."Situasi sebenarnya, kalau Ayah sangat tergila-gila kepada istri ayah, begitu kan?""Pulang lalu dengarkan semua penjelasanku nanti. Saat ini pikiranku sedang ruwet dan tegang karena anakku sedang sakit.""Anakmu, lalu bagaimana dengan hati anak anakku?""Kau jangan jadi kompor Mutiara!" Hardik Mas Faisal padaku. Tersentak jantungku karena bentakannya, selama 24 tahun menikah Baru kali ini Mas Faisal membentakku dengan wajah yang garang. Aku kaget menemukan dirinya seperti ini, terkejut dan tidak bisa mengendalikan air mataku yang tumpah begitu saja."Kau jangan mengompori anak-anak untuk melawanku! harusnya sebagai ibu kau tampil untuk memberi mereka pengertian, toh, masalah sebenarnya juga belum kalian ketahui! jadi tolong jangan lancang!" Mas Faisal mendesis dengan tekanan suara yang tajam."Ayah? Kenapa ayah kasar sekali kepada Bunda!" dia adalah ibuku!" Heri mulai tesulut lagi emosinya."Bawa ibu dan adikmu pulang, jika kau memang lelaki yang punya akal, jangan menimbulkan keribuan di tempat yang tidak seharusnya.""Astaghfirullah Mas ... Aku tahu kau sedang dihadapkan dengan musibah tapi selayaknya kau bersikap dengan tenang dan bijak, Mas.""Kau yang harusnya tidak perlu mengajak anak-anak untuk menyusulku sehingga aku harus menerima masalah demi masalah yang bertubi-tubi hari ini! Harusnya sebagai istri, Kau lebih pengertian dan menyembunyikan aibku. Kau benar benar Mutiara!""Kenapa kau menyalahkanku Mas?" Air mataku semakin menderas menetes tapi mas Faisal sudah tidak memperdulikanku, dia membalikkan badannya karena sudah dipanggil rima, dia meninggalkanku dan anaknya yang masih bertanya-tanya tentang sikapnya.Sepanjang perjalanan putra dan putriku hanya membisu tapi aku jelas menangkap kegelisahan dan pertanyaan yang ada di dalam benak mereka. Tatapan mata putra sulungku lurus ke depan saat dia menyetir dengan tegangnya, sementara 2 adiknya yang duduk di jok belakang hanya menerawang menatap keluar jendela.Aku sendiri hanya bisa menarik nafas dalam sambil menelaah kembali kejadian selama 20 tahun lebih. Bisa-bisanya aku tidak menyadari gelagat suamiku. Biasanya seorang perempuan akan punya insting yang tajam tapi entah kenapa perasaan dan kecurigaan tumpul sekali.Selanjutnya, aku pun tidak tahu apa yang harus aku lakukan.*Sesampainya di rumah kami masuk dan membuka pintu lalu pergi ke kamar masing-masing untuk mengganti baju. Aku minta anak-anak untuk mandi dan bergabung ke meja makan karena tidak lama lagi aku akan menyiapkan makan malam."Segera mandi dan gabung ke meja makan, karena bunda akan masak dan menggoreng sosis, bikin sambal pasti enak.""Bunda tidak usah repot-repot mau ma
"Apa maksudnya ayah, kami tidak mengerti apa yang ayah katakan.""Dia adalah mantan kekasihku sebelum aku mengenal Ibu kalian. Perasaanku yang terdalam tidak bisa kukendalikan saat tiba-tiba aku bertemu dengannya di perusahaan yang sama. Kami mulai akrab lagi dan sadar bahwa kami saling mencintai dan tidak bisa dipisahkan. Karena diri itulah aku minta rima untuk menjadikanku suaminya, aku dan dia saling mencintai jadi tolong mengerti keadaan ini.""Oh jadi ayah ingin kami memahami perasaan ayah dan betapa besar cinta ayah pada wanita itu sementara ayah sendiri tidak memikirkan bagaimana kalau semua itu ternyata kami ketahui. Dan liat apa yang terjadi, kami benar-benar tahu kan. Sepandai-pandainya Ayah menyembunyikan bangkai pasti baunya akan tercium juga.""Maaf tapi aku tidak mau mengkonotasikan Rima dengan bangkai. Aku tahu hubunganku akan terungkap tapi aku tidak pernah bersiap untuk kejadian secepat ini.""18 tahun Ayah bilang cepat, 18 tahun sudah berapa puluh bulan, sudah ribuan
Setelah mengucapkan salam dari salat malamku aku angkat tangan setinggi mungkin lalu berdoa untuk memohon kekuatan kepada Sang Pencipta. Dengan segala kerendahan hati dan pengharapan aku memohon kepadaNya, agar Tuhan sekiranya sudah membantu meringankan penderitaan dan luka yang begitu besar ini.Untuk kesekian kalinya aku mengusap air mata yang sudah tidak berhenti mengalir sejak siang tadi. Tak ingin diriku sebenarnya menunjukkan air mata di hadapan anak-anak tapi semakin besar kekuatan yang aku keluarkan untuk tegar semakin rapuh diri ini rasanya.Aku tergugah sampai mukena dan telapak tanganku basah, aku menangis dan tidak bisa menahan gejolak yang ada di dalam dada. Bukan tentang perselingkuhan dan hubungan yang pada akhirnya jadi pernikahan dan menghasilkan anak, tapi tentang betapa jahatnya dia membohongiku. Betapa liciknya dia berpura-pura bahagia di hadapanku, bersikap seolah dia adalah suami yang paling mencintaiku di dunia, pandai berbuat mesra seakan-akan aku adalah wanita
"tidak aku tidak mau perceraian adalah perkara yang sangat dibenci Tuhan dan tidak boleh dilakukan kecuali dengan alasan yang sangat mendesak. Aku tidak pernah berbuat selalu dimata menyakitimu aku selalu menafkahimu lahir dan batin dan juga bersikap baik kepadamu dan anak-anak Jadi kau tidak punya alasan untuk meminta cerai dariku, Mutiara.""Mas, dengan menyembunyikan hubunganmu seperti itu kau telah cukup memberiku alasan untuk meninggalkanmu.""Bahkan pengadilan agama pun akan mempersulit alasan permintaan caramu hanya karena aku menikah lagi. Kau akan kerepotan karena harus membayar biaya dan mendatangkan saksi juga keluarga kita akan merasa sangat malu dengan semua ini."Apa itu berusaha memegang kedua bahuku lalu menatap mataku berusaha untuk membujuk diri ini agar tidak terpaku dengan keputusanku. Tapi hati ini sudah terlampau sakit bagai ditusuk duri, berdarah-darah dan sulit disembuhkan lagi. Aku ingin segera lepas dari ini agar aku tidak lagi memandang wajahnya. Bukan karen
"cukup sudah!"Kuhempas tangannya yang masih melingkar di pinggangku, "Bukannya kamu menyesal menyakitiku tapi kau malah menyesal karena tidak segera membawa dia ke dalam rumah ini. Apa yang ada dalam pikiran dan isi kepalamu Mas Kenapa kau begitu egois sekali dan tidak menimbang perasaanku dan anak-anak!" Mau tak mau aku terpaksa marah padahal hari sudah malam dan bisa saja tetangga mendengarkan kami."Astaghfirullah .... aku minta maaf mutiara niatku adalah niat yang baik. Bukannya kalian menyesali kalau aku tidak jujur sejak awal? dari situ aku menemukan kesadaran bahwa seharusnya aku memang jujur dari awal, karena jika memang itu terjadi pastilah saat ini kita sudah saling menyayangi dan mencintai.""Itu hanya khayalan dan angan-anganmu saja! tidaklah mungkin aku dan rima bisa akur kalau kami berdua bersaing untuk mendapatkan hatimu, cukup satu yang membuatku sangat penasaran, Apakah kau merasa keren dan hebat saat punya dua orang wanita di dalam hidupmu. Yang satunya wanita yang
Apa boleh buat aku harus mentransfer sejumlah uang ke rekeningnya. Aku kirimkan sekitar 2 juta Karena aku tahu persis kebutuhan di rumah sakit sangat banyak. Meski dia punya istri yang juga mungkin punya gaji, tapi akan terhina sekali jika seorang lelaki terlihat tidak memiliki uang.Pagi-pagi anak-anak sudah riuh di meja makan. Mereka mendiskusikan tentang ayahnya dan apa kiranya keputusan terbaik yang akan mereka ambil untuk menyikapi pernikahan Mas Faisal dan rima."Aku rasa kita harus membuat Ayah memilih antara kita atau anaknya....""Mungkin dia berat ke istrinya....""Buat wanita itu menceraikan ayah," jawab Felicia."Kita akan berdosa dan dicap egois jika memisahkan pernikahan seorang suami dan istrinya, mau tidak mau kita harus bersabar.""Sabar sampai mati?" tanya Heri."Kita tidak punya alasan untuk menyudutkan ayah karena selama ini Ayah selalu bersikap baik dan menafkahi Bunda," keluh Rena.Aku yang pusing mendengarkan percakapan mereka hanya bisa menarik nafas, lalu mend
Aku peluk anakku dengan penuh kasih sayang lalu membelai rambutnya yang sudah berantakan dari balik hijab, aku tahu ada pergulatan hebat dari penampilan anakku, dia pasti saling jambak dan pukul dengan ibu tirinya, wajahnya lebam dan terlihat membiru."Kenapa sampai begini?" Kubingkai wajahnya dengan kedua tangan. Kupandangi wajahnya yang merasa bersalah dan terlihat lelah."Memangnya apa yang sudah dia katakan padamu?""Aku baru sampai dan wanita itu langsung mengusirku," jawabnya."Mungkin dia tak mau anaknya terusik dan di saat yang tepat ada keluarganya," desahku pelan."Justru karena itulah, aku ingin langsung bicara dan menyelesaikan semuanya.""Lalu apa yang terjadi?""Tante Rima memintaku untuk pergi dan kami pun bertengkar," jawabnya lirih."Apakah kau juga membuat dia berantakan?" "Ya."Ah, Aku hanya bisa menghela nafas sambil menahan perasaan yang ada di hatiku, sebagai Ibu pada anakku tapi aku tidak bisa membenarkan perbuatannya. Meski tahu dia sakit hati terhadap ayahnya
Jatuh air mataku mendengar ucapanmu spesial yang demikian gamblang. Aku tahu dia telah mengatakan kejujuran dengan sebenar-benarnya tentang perasaannya selama ini. Melalui air mataku dan jatuh di atas Quran yang sedang kubaca, melihat semua itu suamiku hanya bisa menunduk sambil membisikkan kata maaf."Jika kau sangat mencintainya Mengapa kau tidak terus terang saja, sehingga selama 20 tahun seorang wanita tidak selalu menangis dan yang satu lagi merasa nyaman. Kalau kau sangat menyayanginya maka aku bisa mengalah...""Menjandakan istri demi seorang istri yang lain juga bukan pilihan yang bijak, lagi pula selama ini aku terus berusaha membahagiakan kalian tidak peduli seberapa lelahnya aku dan seberapa rapuhnya jiwa ini untuk tidak bertahan di situasi yang sulit dan di dalam tekanan pekerjaan yang, aku selalu melakukan tugas-tugasku sebagai suami. Aku tidak pernah ingin menyakiti siapapun Aku sungguh ingin kamu dan dia bahagia sebagai istriku."Berderai air mata ini mendengarkan kali