Share

3. menunggu di depan ruang UGD

Lama kami menunggu di depan ruang UGD, menunggu dengan perasaan gelisah serta kebingungan kami. Saking sibuknya dengan emosi masing-masing, aku dan anakku hanya bisa saling memandang tanpa kami membicarakan apapun. Raut wajah gelisah dari putra sulungku juga terlihat jelas, dia terus menggoyangkan kaki dan meremas jemarinya. Di balik ruangan itu ada Mas Faisal yang sedang mendampingi anaknya yang kini berjuang dengan maut.

Kudengar anak itu mengebut bersama dengan teman geng motor lalu mengalami tabrakan. Kabarnya kepalanya pecah dan dia banyak mengeluarkan darah. Saat tirai sempat disibak aku bisa melihat tangan itu anak itu meneteskan darah juga kakinya. Di lantai banyak perban darah yang berserakan. Sehingga aku bisa membayangkan betapa repot dan tegangnya situasi yang sedang dihadapi Mas Faisal sekarang.

"Sebaiknya kita pulang saja karena ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya, sepertinya ayahmu juga masih sibuk."

"Apakah Bunda pura-pura-pura mengesampingkan perasaan Bunda?"

"Harus begitu, kalau ditanya Apakah bunda marah tentu saja bunda sangat marah dan kecewa, merasa ditipu selama ini, tapi kita tidak bisa bersikap egois, ini ruang publik, ini rumah sakit, kita tidak bisa berdebat apalagi bertengkar di tempat ini."

"Bunda, aku ingin tahu kenapa wanita gatal itu bisa membuat Ayah bungkam selama ini! aku benar-benar tidak terima atas apa yang terjadi Bunda." Rena memaki dengan marah.

"Sabar, tenangkan dirimu, orang-orang akan mendengar percakapan kita dan tahu Apa masalah yang sedang kita hadapi."

"Biar pemalukan sekalian pelakor itu bunda!" Felicia menimpali dengan emosi.

"Nak, saat ini situasinya kacau, ayo kita pergi saja. Tolong jangan buat masalah karena bisa jadi saja keluarga dari wanita itu datang dan membelanya, maka timbul perang saudara dan keributan besar, ini rumah sakit, orang sakit dan ingin ketenangan. Kalau mau bicarakan sakit hati dan rasa penasaran maka umi akan lebih banyak mencecar ayahmu, jadi, ayo pulang dulu," jawabku.

"Baiklah, terserah umi." Anak-anak yang sudah terlihat kecewa dan kusut penampilannya padahal ini adalah hari wisuda yang seharusnya bahagia, terpaksa bangkit dari tempat duduknya dan beranjak bersamaku.

"Kalian mau pulang?" Sewaktu kami akan melangkah tiba-tiba masuk Faisal menyusul dan bertanya kepada kamu.

"Ayah bertanya, ayah masih bisa bertanya dengan santai?" tanya Felicia dengan wajah tak percaya.

"Sumpah, aku bertanya dengan tulus."

"Kami mau pulang! Kami sudah duduk di sini dalam keadaan lapar dan bingung selama 4 jam sementara ayah dan istri Ayah masih fokus kepada anak kalian," jawab putri bungsuku yang duduk di bangku SMA kelas dua.

Sungguh sakit jawaban itu, getir rasanya hati dan jiwa ini, seakan jantungku direnggut dari rongga dada. Andai bisa memutar waktu aku ingin memutar kembali waktu siang tadi, aku ingin mencegah keadaan agar anak-anak tidak menyaksikan kejadian pahit ini. Kalau bisa ditukar, biar aku sendiri yang menanggung kekecewaan dan kesedihanku. Karena hal yang terburuk yang dirasakan seorang ibu adalah kekecewaan sanak dan hancurnya perasaan mereka.

"Baiklah, pulanglah dulu nanti malam Ayah akan pulang dan menjelaskan semuanya."

"Sekalian pikirkan bagaimana cara supaya penjelasan ayah terdengar masuk akal dan bisa diterima," jawab Heri.

"Her, ayah mohon...."

"Cukup!" Mas Faisal ingin mendekati anaknya Tapi Heri segera menepis tangannya dengan teriakan cukup.

"Ayah sendiri yang menanamkan kepada Kami bertiga agar bersikap jujur meskipun itu akan pahit dan konsekuensinya menyakitkan. Tapi lihat perbuatan ayah hari ini, ini baru satu kenyataan yang terbuka belum kenyataan yang lainnya. Hal apa lagi yang sudah ayah sembunyikan!"

"Heri, maafkan ayah."

"Tidak, tadinya kami bangga memiliki ayah tapi dalam sekejap saja Ayah menghancurkan perasaan saja kami."

"Sudah, ayo pulang Nak," ujarku sambil menahan air mata. "Ayo pulang dan istirahat, kalian harus mandi dan makan."

"Ya umi, bila perlu, layani suami bunda dan antarkan jatah makan untuk istrinya," Jawab Rena sinis.

"Tidak usah begitu, kalian tidak tahu situasi yang sebenarnya sehingga kalian menghakimi Ayah seperti ini!" Mas Faisal meradang atas kesinisan anak anak.

"Situasi sebenarnya, kalau Ayah sangat tergila-gila kepada istri ayah, begitu kan?"

"Pulang lalu dengarkan semua penjelasanku nanti. Saat ini pikiranku sedang ruwet dan tegang karena anakku sedang sakit."

"Anakmu, lalu bagaimana dengan hati anak anakku?"

"Kau jangan jadi kompor Mutiara!" Hardik Mas Faisal padaku. Tersentak jantungku karena bentakannya, selama 24 tahun menikah Baru kali ini Mas Faisal membentakku dengan wajah yang garang. Aku kaget menemukan dirinya seperti ini, terkejut dan tidak bisa mengendalikan air mataku yang tumpah begitu saja.

"Kau jangan mengompori anak-anak untuk melawanku! harusnya sebagai ibu kau tampil untuk memberi mereka pengertian, toh, masalah sebenarnya juga belum kalian ketahui! jadi tolong jangan lancang!" Mas Faisal mendesis dengan tekanan suara yang tajam.

"Ayah? Kenapa ayah kasar sekali kepada Bunda!" dia adalah ibuku!" Heri mulai tesulut lagi emosinya.

"Bawa ibu dan adikmu pulang, jika kau memang lelaki yang punya akal, jangan menimbulkan keribuan di tempat yang tidak seharusnya."

"Astaghfirullah Mas ... Aku tahu kau sedang dihadapkan dengan musibah tapi selayaknya kau bersikap dengan tenang dan bijak, Mas."

"Kau yang harusnya tidak perlu mengajak anak-anak untuk menyusulku sehingga aku harus menerima masalah demi masalah yang bertubi-tubi hari ini! Harusnya sebagai istri, Kau lebih pengertian dan menyembunyikan aibku. Kau benar benar Mutiara!"

"Kenapa kau menyalahkanku Mas?" Air mataku semakin menderas menetes tapi mas Faisal sudah tidak memperdulikanku, dia membalikkan badannya karena sudah dipanggil rima, dia meninggalkanku dan anaknya yang masih bertanya-tanya tentang sikapnya.

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Yaniumri Nextstep
umi atau bunda nih? dan di eps awal jg dibilang mas faisal jarang pny wkt utk anak2, tp eps selanjutnya blgnya selalu ada utk keluarga. agar diperhatikan lagi benang merahnya.
goodnovel comment avatar
for you
laki laki kurang ajar
goodnovel comment avatar
Rina Wati
dasar laki laki egois,,trus gimana perasaan anakmu yg dihari wisudanya sanggup meninggalkannya,,bknnya merasa bersalah mlh menyalahkan istrimu yg sdh setia,,emangnya anakmu yg terkapar itu saja yg perlu kamu perhatikan,,tinggalkan saja laki2 begitu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status