Sepanjang perjalanan putra dan putriku hanya membisu tapi aku jelas menangkap kegelisahan dan pertanyaan yang ada di dalam benak mereka. Tatapan mata putra sulungku lurus ke depan saat dia menyetir dengan tegangnya, sementara 2 adiknya yang duduk di jok belakang hanya menerawang menatap keluar jendela.
Aku sendiri hanya bisa menarik nafas dalam sambil menelaah kembali kejadian selama 20 tahun lebih. Bisa-bisanya aku tidak menyadari gelagat suamiku. Biasanya seorang perempuan akan punya insting yang tajam tapi entah kenapa perasaan dan kecurigaan tumpul sekali.Selanjutnya, aku pun tidak tahu apa yang harus aku lakukan.*Sesampainya di rumah kami masuk dan membuka pintu lalu pergi ke kamar masing-masing untuk mengganti baju. Aku minta anak-anak untuk mandi dan bergabung ke meja makan karena tidak lama lagi aku akan menyiapkan makan malam."Segera mandi dan gabung ke meja makan, karena bunda akan masak dan menggoreng sosis, bikin sambal pasti enak.""Bunda tidak usah repot-repot mau masak kami sudah kehilangan selera dan minat untuk makan...""Kita butuh tenaga untuk melanjutkan hidup, lagi pula kalau Ayah kalian datang kita akan bicara dengannya.""Untuk apa bicara kalau sudah jelas-jelas kami melihat betapa Ayah mementingkan wanita itu dan anaknya.""Bunda juga sakit hati tapi mau bilang apa lagi itu adalah keluarganya dan yang sakit itu adalah putranya, anak kandungnya.""Apa bunda akan langsung minta cerai?""Tidak terbesit sedikitpun dalam hati Bunda untuk langsung minta cerai karena sebesar apapun emosi Bunda, Bunda masih ingin bertanya kepadanya, apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa hal itu tersembunyikan selama bertahun-tahun.""Halah, sebaiknya berpisah saja tidak ada artinya bertahan kalau ditipu,"ujar Felicia Putri bungsuku. Dia menggumam lalu masuk ke kamarnya dan menutup pintu.*Aku memasak tapi hatiku gelisah dan kejadian tadi seolah-olah terus terbayang di pelupuk mata. Bahkan ketika aku memotong-motong bahan makanan, di telinga terbayang bagaimana Rima mengaku kalau dia adalah istrinya Mas Faisal. Aku hampir saja mengiris tanganku karena tidak fokusnya."Astagfirullah Ya Allah semoga ini hanya ujian kecil yang bisa aku lewati..."Di hadapanku sekarang berdiri sebuah bukit terjal yang harus kudaki. Gunungan masalah yang mau tidak mau harus aku hadapi. Tapi aku harusnya menengok ke belakang.. ada banyak bukit-bukit masalah yang telah berhasil kulewati dan itu tidaklah lebih besar dari masalah ini. Ini adalah tantangan yang sangat berat.Kalau mengingat lagi betapa baiknya suamiku betapa romantisnya dan mesra sikapnya Aku hampir-hampir saja tidak percaya bahwa dia menikah lagi. Andai ini mimpi, aku ingin segera terbangun dan kembali pada kenyataan, kembali memeluk suamiku dan hanya menjadikan Dia milikku.Tapi semakin ditahan perasaan ini semakin menjadi dan tidak tahan saja hati ini. Aku tersedak dalam tangisan meski aku berpura-pura tetap sibuk masak dan seakan tidak terjadi apa-apa inginnya aku. Inginnya aku terlihat tangguh dan sabar padahal hati ini rapuh dan di liputi kekecewaan yang mendalam.Menetes air mata ini, terdesak hati ini, sesak dengan gemuruh ribuan pertanyaan dan kemarahan akan alasan mengapa dia melakukan itu, mengapa ia mengkhianatiku.*Setengah jam kemudian kami sudah berkumpul lagi di meja makan untuk menikmati makanan. Dari keluarga anak-anakku aku tidak melihat kalau mereka berselera tapi mereka hanya memaksakan diri saja untuk makan."Makanlah yang banyak, umi sudah susah payah memasak.""Iya mi. Tapi percuma saja kami tidak berselera.""Meski hati susah kita tetap harus makan. Pelan-pelan kita akan tahu apa yang sebenarnya terjadi.""Aku ingin marah dan menghajar ayah.""Bu umi mohon agar kau bisa mengendalikan diri karena bagaimanapun dia adalah ayahmu biar kita bertanya padanya dan dengar apa penjelasannya.""Ayah pasti akan berkelit dan memberi banyak alasan.""Kita lihat saja nanti apa alasannya."Lama aku dan anak-anak menunggu kedatangan Mas Faisal hingga akhirnya Setelah menunggu 2 jam lebih pria itu akhirnya datang."Assalamualaikum," ucapnya kepada kami yang sedang duduk di sofa ruang tengah dan menanti kedatangannya. Dari wajahnya terlihat raut kesedihan mendalam dan ekspresi kelelahan."Makanlah dulu Mas pergi dan bersihkan dirimu.""Tidak usah tapi aku akan langsung bicara saja....""Kalau begitu bicaralah.""Seperti yang kalian lihat itu adalah keluarga ayah, tante Rima adalah istriku dan Reno adalah putra kami Dia baru saja lulus SMA.""Berarti dia adalah kakakku," ujar Felicia dengan wajah sini sambil melipat tangannya di dada."Ayah minta maaf karena tidak bersikap jujur dan telah mengecewakan hati kalian. Tapi ada situasi yang sulit dijelaskan dan ayah sebut itu adalah takdir dan jodoh ayah.""Jangan membuat pembenaran!""Jangan menyela ketika ayah sedang bicara karena itu adalah perbuatan yang tidak sopan."suara mas Faisal cukup pelan tapi dia mengatakannya dengan tegas."Aku tahu seorang lelaki yang sudah poligami pasti dicap genit dan tidak tahu diri. Ayah akan menerima apapun tudingan dari ucapan kalian asal Ayah mohon agar kalian tidak perlu menghujat Rima dan anak ayah.""Wanita itu jelas saja bersalah karena sudah merebut suami orang.""Bukan dia yang merebut tapi Ayahlah yang bersikeras untuk menikah dengannya. Jadi jangan salahkan dirinya."Tersesak dada ini mendengar ucapan Mas Faisal sakit dan terpukul palu godam sehingga aku tidak bisa menahan air mata di hadapan anak-anak.Hari ini adalah hari Minggu dan minggu ini terasa terasa damai karena udara berhembus sejuk dan matahari bersinar dengan cerah. Daun-daun tumbuhan yang ada di sekitar rumah nampak hijau dan bunganya bermekaran, aku merasa senang menatapnya, perasaanku juga lebih cerah karena kelima anak kami berkumpul di rumah. Pukul 07.00 pagi kusiapkan sarapan lalu kami berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama dan membicarakan impian-impian kami di masa depan. Anak-anak juga mengutarakan harapan mereka tentang karir dan kehidupan pribadinya, termasuk Nanda dan Nindy yang sebentar lagi akan menyandang gelar sarjana kedokteran.Kami juga membicarakan strategi bisnis dan bagaimana Mas Rusdi bertahan dengan kencangnya krisis dan persaingan antar perusahaan. Seperti biasa suamiku selalu memberikan arahan dan contoh-contoh kebijakan kepada kelima anak kami agar mereka punya bekal di masa depan dan belajar dari pengalaman itu.Tring....Saat kami asik sarapan, tiba-tiba ponselku berdering dari atas
Ya, waktu bergulir digantikan dengan hari dan musim-musim yang baik. Hubunganku dengan orang-orang sekitar juga jadi lebih baik, pun hubunganku dengan keluarga suamiku, serta dengan keluarga ayahnya anak anak. Mantan mertua yang dulu pernah sangat membela rima dan menyudutkanku, kini berbalik arah menjadi seperti semula baik dan penuh perhatian.Di akhir pekan kami sudah canangkan untuk berkumpul dengan keluarga sebagai bentuk quality time kami. Kadang pergi ke keluarganya Mas Rusdi kadang juga pergi ke keluargaku atau mungkin kami semua akan pergi piknik ke suatu tempat. Senang rasanya mengumpulkan kerabat dan keluarga besar di satu tempat lalu kami makan nasi liwet atau menikmati Barbeque sambil bercanda tawa dan melepas kerinduan.Tidak ada lagi permusuhan dan pertengkaran, terlebih sekarang anak-anak mendewasa dan mulai sibuk dengan kegiatannya menghasilkan uang, Rina juga semakin giat bekerja karena dia yang paling punya rencana untuk segera menikah.*Suatu hari aku dan Mas
Tidak lama kemudian setelah aku mengatakan itu mas Faisal keluar dari ruang sidang dengan didorong oleh Reno. Polisi memberi kesempatan kepada Rima untuk berpamitan kepada suami dan anaknya. Saat baru saja selesai berdebat denganku wanita itu kemudian beralih kepada suaminya sambil memicingkan mata dengan kesal."Hah, suamiku ...." Wanita itu tertawa sih ini sambil memandang Mas Faisal sementara suaminya menjadi heran dengan tingkah istrinya."Rima, maaf karena tidak ada yang bisa kulakukan untuk mendukungmu.""Tentu aja tidak," ucap wanita itu sambil bertepuk tangan ke wajah suaminya. "Kau sedang berada di kubu mutiara, suami dan anakku sudah berpaling dariku dan lebih memilih mantan istrinya. Aku bisa apa?!" Ucapnya Sambil tertawa dan memukul dadanya sendiri. Reno merasa tidak enak pada kami segera mendekat dan mencoba merangkul ibunya."Mama, tenangkanlah diri mama, kami akan cari pengacara agar mama bisa mendapatkan sedikit keringanan hukuman dan tetaplah bersikap baik selama be
Aku masih terdiam memikirkan percakapan kami beberapa saat yang lalu di rumah Mas Faisal. Sementara suamiku di sisiku mengemudi dengan tenang sambil mengikuti beberapa senandung lagu yang diputar di radio."Aku minta maaf ya Mas, aku sempat berpikiran negatif tentang dirimu._"Suamiku hanya menarik nafasnya lalu tersenyum dan menggeleng pelan,"Siapapun bisa berprasangka jika tidak diberi keterangan dengan lengkap. Kalau hanya mendengar berita sepotong-sepotong saja kadang seseorang akan menjadi salah paham. Karena aku menyadarinya, maka aku meluruskannya.""Kenapa kau tidak merasa tersinggung sama sekali atau kecewa padaku yang sudah berprasangka?""Kenapa aku harus bersikap sensitif kepada istriku? Wanita adalah tulang rusuk, kalau dia dipaksa lurus, atau dengan kata lain dia dipaksa untuk selalu pengertian dan memahamiku, maka itu adalah keputusan yang salah.""Aku terkejut karena kau sangat pengertian Mas.""Aku selalu pengertian dari dulu," jawabnya sambil membelokkan kemudi mob
"Agak lama rupanya kalian membuat kopi ya," ucap Mas Rusdi sambil menatap diriku dan Reno yang canggung karena dicurigai olehnya."Kami berbincang sebentar, berbasa-basi sambil saling menanyakan kabar karena aku dan reno sudah sama tidak saling menyapa secara pribadi."Lelaki yang telah menjadi suamiku selama 2 tahun lebih itu menatap aku dan mantan suamiku secara bergantian lalu anak tiriku."Aku menangkap kecurigaanmu terhadapku dan aku tahu pasti Reno sudah memberitahu semuanya," ujar Mas Rusdi."Aku tidak mengerti apa yang kau katakan Mas, ayo minum kopinya," ucapku sambil meletakkan cangkir kopi di depannya."Melalui kesempatan ini aku ingin bicara dari hati ke hati dengan kalian, terutama dengan Faisal.""Ada apa?" tanya Mas Faisal dengan wajah sedikit kaget dan bingung."Aku minta maaf karena apa yang kulakukan sudah sejauh ini cukup menyakiti perasaanmu tapi aku tidak punya pilihan lain untuk mengungkapkan kebenaran sehingga aku harus membawa istrimu ke rumahku. Percayalah,
Melihat sikap suamiku yang seolah berbeda dari kenyataannya, Aku jadi penasaran sudah sejauh apa yang dia lakukan untuk melindungi kami. Aku memang mencintainya dan percaya padanya aku yakin atas semua keputusan dan tindakannya tapi aku tidak ingin dia terlalu berlebihan dan sampai berlumuran dosa.Dosa kemarin saja belum dicuci dan ditebus apalagi sekarang ditambahkan dengan dosa-dosa yang baru. Sungguh aku tak sanggup. Kini kami menyambangi Mas Faisal yang terlihat terbaring di sebuah kasur yang sudah disediakan di ruang tv. Dari dulu kebiasaannya Ia memang suka berada di ruang tengah kalau sedang sakit, agar dia bisa melihat aktivitas anggota keluarga dan tetap bersama dengan orang orang yang dia cintai sepanjang waktu. Tapi itu dulu, saat bersamaku. Kami basa basi sejenak, hingga akhirnya Mas Faisal meminta Reno untuk membuatkan minuman ke dapur."Reno, minta asisten untuk membuatkan kita minuman.""Si mbak lagi libur Pa, aku aja yang buatkan," jawabnya."Biar umi bantu," ujar