Home / Romansa / Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara / 5. ternyata mantan kekasihnya

Share

5. ternyata mantan kekasihnya

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2023-05-03 07:16:27

"Apa maksudnya ayah, kami tidak mengerti apa yang ayah katakan."

"Dia adalah mantan kekasihku sebelum aku mengenal Ibu kalian. Perasaanku yang terdalam tidak bisa kukendalikan saat tiba-tiba aku bertemu dengannya di perusahaan yang sama. Kami mulai akrab lagi dan sadar bahwa kami saling mencintai dan tidak bisa dipisahkan. Karena diri itulah aku minta rima untuk menjadikanku suaminya, aku dan dia saling mencintai jadi tolong mengerti keadaan ini."

"Oh jadi ayah ingin kami memahami perasaan ayah dan betapa besar cinta ayah pada wanita itu sementara ayah sendiri tidak memikirkan bagaimana kalau semua itu ternyata kami ketahui. Dan liat apa yang terjadi, kami benar-benar tahu kan. Sepandai-pandainya Ayah menyembunyikan bangkai pasti baunya akan tercium juga."

"Maaf tapi aku tidak mau mengkonotasikan Rima dengan bangkai. Aku tahu hubunganku akan terungkap tapi aku tidak pernah bersiap untuk kejadian secepat ini."

"18 tahun Ayah bilang cepat, 18 tahun sudah berapa puluh bulan, sudah ribuan hari terlewati dan tidak pernah terbesit sedikitpun dalam benak ayam untuk jujur kepada umi tentang kejadian sebenarnya. Jika ayah memang sama-sama mencintai istri Ayah kenapa ayah tidak berusaha untuk mempertemukan mereka lalu menjadikan mereka rukun dan damai?"

"Kalau begitu aku akan bertanya apakah kalau aku jujur apa kalian mau menerimanya? Tentu tidak bukan. Dalam keadaan kalian sudah dewasa seperti ini saja, kalian tidak bisa berpikir dengan bijak dan menilai objektif, apalagi jika aku jujur dalam keadaan kalian masih kecil dan labil."

"Setidaknya lukanya tidak akan seberat ini ayah."

Sebenarnya aku ingin bicara banyak juga tapi perdebatan antara putra sulungku dan ayahnya sudah mewakili seluruh isi hati ini. Aku tersengguk menangis mendengar percakapan dan kejujuran suamiku. mendengar dengan entengnya dia bicara tentang rasa cinta dan kasih sayangnya terhadap wanita itu. Tentang menu turunnya bawah ia tidak sanggup berpisah dengan kekasih pertamanya.

Aku penasaran tentang berapa umur wanita itu dan di tahun berapakah mereka berjumpa. Apakah dulu Mereka adalah teman kuliah dan wanita itu adalah adik tingkatnya, ataukah dia adalah bekas calon istrinya yang pada akhirnya gagal berjodoh. Aku ingin tahu tentang jawaban itu dengan detail.

"Katakan kepada kami bagaimana agar kami bisa ikhlas dan lapang dada menerima rahasia yang ayah sembunyikan?" tanya Rena dengan air mata berderai. "Bagaimana kami menata hati kami yang patah, akibat kenyataan mengejutkan yang ayah berikan ini. Betapa teganya ayah pada kami."

"Ayah selalu berencana ingin jujur tapi tidak pernah menemukan momen yang tepat," jawab maksud Faisal sambil mengusap wajahnya dengan kedua tangan.

"Bukannya kita selalu duduk dan berkumpul, saling berdiskusi dan mencurahkan semua keseharian kita. Kenapa ayah tidak pernah mau mengungkapkannya, meski itu sedikit demi sedikit saja?" tanya Rena, putriku yang duduk di bangku kuliah semester tiga.

"Ayah takut ...." Mas Faisal menjawab pertanyaan anaknya dengan nada rendah sambil meneteskan air mata lalu tertunduk begitu saja. Kami semua terhenyak dan tidak bisa mengatakan apapun lagi. Aku dan ketiga anakku saling memandang dan hanya saling menghela napas.

"Aku mau pergi saja dari rumah ini, aku muak dengan sandiwara orang tua sendiri," ujar Felicia sambil beranjak ke kamar.

"Tidak Nak, kalau kau tinggalkan umi seperti ini maka hidup umi akan semakin merana."

"Hati Feli tidak bisa menerima semua ini umi, Feli sudah dikhianati dan ditipu ayah. Bagaimana Felly akan berjumpa dengannya setiap hari kalau Feli sudah benci dan kecewa."

"Nak, ayah minta maaf," ujar Mas Faisal sambil mendekati Felicia, putriku menangis, meronta tapi Mas Faisal memeluknya dengan erat.

"Lepaskan ayah, aku benci ayah. Ternyata aku bukanlah kesayangan Ayah karena diatasku Ayah punya anak lain. Ayah membohongiku ayah bilang tidak ada yang lebih memenuhi hati ayah selain aku. Aku sedih melihat bagaimana ayah panik ketika anak ayah kritis, sementara di saat yang sama, Ayah mengabaikan perasaan kami. Ayah bohong!" Putriku melepas pelukan ayahnya lalu berlari ke kamarnya dan menutup pintunya dengan kencang.

Kedua anakku yang lain juga membubarkan diri dengan wajah kecewa. Mereka meski sudah ditahan, tetap saja tak mau melanjutkan pembicaraan lagi.

Sekarang tinggallah aku dan suamiku yang saling menatap. Dia ingin bicara tapi aku segera memberi isyarat dengan tangan.

"Maaf, aku mau salat malam dulu. Kita masih bisa melanjutkan pekerjaan jika nanti aku punya tenaga untuk mendengarkanmu. Tapi jika hatiku sudah lelah maka izinkan aku untuk tertidur saja di atas sajadah," jawabku dengan tenggorokan tercekat. Ada sensasi bengkak dan luka mendalam di dadaku yang aku tahan lewat ucapan dan kalimat yang lirih.

Di saat-saat puncak kemarahanku aku tetap ingin berusaha tetap sabar dan tegar.

Selagi mengambil wudhu air mataku menetes bersama dengan usapan air yang aku basuhkan ke wajah. Tak sanggup bertahan betapa lukanya dan berdarahnya dadaku saat ini.

Bahkan saat aku bersujud pun tangisan itu tetap mengalir pilu mengalir pilu.

Betapa teganya suamiku menghianati diri ini yang sudah mengabdikan diri dan memberikannya cinta yang suci. Kurang apalagi pengabdianku selama 24 tahun. Bahkan aku tidak pernah berani berjalan keluar rumah atau berbicara tanpa izin dirinya.

Teganya ia padaku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Sartini Cilacap
Brengsek alesannya cinta memang dia tidak bisa setia
goodnovel comment avatar
Yusuf Tafseer
istri seorang muslimah itu aneh sudah tahu hukum agama membolehkan poligami, dan melarang zinah, tapi prakteknya mereka lebih suka suaminya jajan diluar daripada menikah. hukum agama itu wajib ditaati, suka ataupun tidak suka. PAHAM
goodnovel comment avatar
lucy lim
banyak typo ya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    123. akhirnya minta maaf

    Hari ini adalah hari Minggu dan minggu ini terasa terasa damai karena udara berhembus sejuk dan matahari bersinar dengan cerah. Daun-daun tumbuhan yang ada di sekitar rumah nampak hijau dan bunganya bermekaran, aku merasa senang menatapnya, perasaanku juga lebih cerah karena kelima anak kami berkumpul di rumah. Pukul 07.00 pagi kusiapkan sarapan lalu kami berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama dan membicarakan impian-impian kami di masa depan. Anak-anak juga mengutarakan harapan mereka tentang karir dan kehidupan pribadinya, termasuk Nanda dan Nindy yang sebentar lagi akan menyandang gelar sarjana kedokteran.Kami juga membicarakan strategi bisnis dan bagaimana Mas Rusdi bertahan dengan kencangnya krisis dan persaingan antar perusahaan. Seperti biasa suamiku selalu memberikan arahan dan contoh-contoh kebijakan kepada kelima anak kami agar mereka punya bekal di masa depan dan belajar dari pengalaman itu.Tring....Saat kami asik sarapan, tiba-tiba ponselku berdering dari atas

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    122. ya!

    Ya, waktu bergulir digantikan dengan hari dan musim-musim yang baik. Hubunganku dengan orang-orang sekitar juga jadi lebih baik, pun hubunganku dengan keluarga suamiku, serta dengan keluarga ayahnya anak anak. Mantan mertua yang dulu pernah sangat membela rima dan menyudutkanku, kini berbalik arah menjadi seperti semula baik dan penuh perhatian.Di akhir pekan kami sudah canangkan untuk berkumpul dengan keluarga sebagai bentuk quality time kami. Kadang pergi ke keluarganya Mas Rusdi kadang juga pergi ke keluargaku atau mungkin kami semua akan pergi piknik ke suatu tempat. Senang rasanya mengumpulkan kerabat dan keluarga besar di satu tempat lalu kami makan nasi liwet atau menikmati Barbeque sambil bercanda tawa dan melepas kerinduan.Tidak ada lagi permusuhan dan pertengkaran, terlebih sekarang anak-anak mendewasa dan mulai sibuk dengan kegiatannya menghasilkan uang, Rina juga semakin giat bekerja karena dia yang paling punya rencana untuk segera menikah.*Suatu hari aku dan Mas

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    121. tidak lama kemudian

    Tidak lama kemudian setelah aku mengatakan itu mas Faisal keluar dari ruang sidang dengan didorong oleh Reno. Polisi memberi kesempatan kepada Rima untuk berpamitan kepada suami dan anaknya. Saat baru saja selesai berdebat denganku wanita itu kemudian beralih kepada suaminya sambil memicingkan mata dengan kesal."Hah, suamiku ...." Wanita itu tertawa sih ini sambil memandang Mas Faisal sementara suaminya menjadi heran dengan tingkah istrinya."Rima, maaf karena tidak ada yang bisa kulakukan untuk mendukungmu.""Tentu aja tidak," ucap wanita itu sambil bertepuk tangan ke wajah suaminya. "Kau sedang berada di kubu mutiara, suami dan anakku sudah berpaling dariku dan lebih memilih mantan istrinya. Aku bisa apa?!" Ucapnya Sambil tertawa dan memukul dadanya sendiri. Reno merasa tidak enak pada kami segera mendekat dan mencoba merangkul ibunya."Mama, tenangkanlah diri mama, kami akan cari pengacara agar mama bisa mendapatkan sedikit keringanan hukuman dan tetaplah bersikap baik selama be

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    120. semoga

    Aku masih terdiam memikirkan percakapan kami beberapa saat yang lalu di rumah Mas Faisal. Sementara suamiku di sisiku mengemudi dengan tenang sambil mengikuti beberapa senandung lagu yang diputar di radio."Aku minta maaf ya Mas, aku sempat berpikiran negatif tentang dirimu._"Suamiku hanya menarik nafasnya lalu tersenyum dan menggeleng pelan,"Siapapun bisa berprasangka jika tidak diberi keterangan dengan lengkap. Kalau hanya mendengar berita sepotong-sepotong saja kadang seseorang akan menjadi salah paham. Karena aku menyadarinya, maka aku meluruskannya.""Kenapa kau tidak merasa tersinggung sama sekali atau kecewa padaku yang sudah berprasangka?""Kenapa aku harus bersikap sensitif kepada istriku? Wanita adalah tulang rusuk, kalau dia dipaksa lurus, atau dengan kata lain dia dipaksa untuk selalu pengertian dan memahamiku, maka itu adalah keputusan yang salah.""Aku terkejut karena kau sangat pengertian Mas.""Aku selalu pengertian dari dulu," jawabnya sambil membelokkan kemudi mob

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    119. suami pandai

    "Agak lama rupanya kalian membuat kopi ya," ucap Mas Rusdi sambil menatap diriku dan Reno yang canggung karena dicurigai olehnya."Kami berbincang sebentar, berbasa-basi sambil saling menanyakan kabar karena aku dan reno sudah sama tidak saling menyapa secara pribadi."Lelaki yang telah menjadi suamiku selama 2 tahun lebih itu menatap aku dan mantan suamiku secara bergantian lalu anak tiriku."Aku menangkap kecurigaanmu terhadapku dan aku tahu pasti Reno sudah memberitahu semuanya," ujar Mas Rusdi."Aku tidak mengerti apa yang kau katakan Mas, ayo minum kopinya," ucapku sambil meletakkan cangkir kopi di depannya."Melalui kesempatan ini aku ingin bicara dari hati ke hati dengan kalian, terutama dengan Faisal.""Ada apa?" tanya Mas Faisal dengan wajah sedikit kaget dan bingung."Aku minta maaf karena apa yang kulakukan sudah sejauh ini cukup menyakiti perasaanmu tapi aku tidak punya pilihan lain untuk mengungkapkan kebenaran sehingga aku harus membawa istrimu ke rumahku. Percayalah,

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    118. iya

    Melihat sikap suamiku yang seolah berbeda dari kenyataannya, Aku jadi penasaran sudah sejauh apa yang dia lakukan untuk melindungi kami. Aku memang mencintainya dan percaya padanya aku yakin atas semua keputusan dan tindakannya tapi aku tidak ingin dia terlalu berlebihan dan sampai berlumuran dosa.Dosa kemarin saja belum dicuci dan ditebus apalagi sekarang ditambahkan dengan dosa-dosa yang baru. Sungguh aku tak sanggup. Kini kami menyambangi Mas Faisal yang terlihat terbaring di sebuah kasur yang sudah disediakan di ruang tv. Dari dulu kebiasaannya Ia memang suka berada di ruang tengah kalau sedang sakit, agar dia bisa melihat aktivitas anggota keluarga dan tetap bersama dengan orang orang yang dia cintai sepanjang waktu. Tapi itu dulu, saat bersamaku. Kami basa basi sejenak, hingga akhirnya Mas Faisal meminta Reno untuk membuatkan minuman ke dapur."Reno, minta asisten untuk membuatkan kita minuman.""Si mbak lagi libur Pa, aku aja yang buatkan," jawabnya."Biar umi bantu," ujar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status