Share

Chapter 6

"Seberapo rimbun kayu di Jambi,

Rimbunlah jugo kayu di Tungkal,

seberapo rindu Abang nak pegi

Rindulah jugo kami nak tinggal." 

Embun membalas pantun Anak Dewa dengan mata berkaca-kaca. Tetapi dia memang sama sekali tidak berani untuk melangkah kearah Anak Dewa. Bagaimanapun Revan itu adalah suaminya dan dia harus mematuhi kata-kata dan larangan suaminya.

"Berbahasa Indonesia yang baik dan benarlah wahai istriku. Sehingga kami semua yang ada di sini tidak salah kaprah dalam mengartikan setiap kata-katamu." 

Revan mulai gerah karena merasa daerah teritorinya sudah ada yang berani mencoba- mencoba untuk menginvansi. Dia merasa sudah perlu untuk menarik garis batas teritori. 

Lobby mulai ramai oleh orang-orang yang penasaran dengan suara-suara bernada tinggi Revan. Sepertinya mereka tertarik untuk melihat kelanjutan perseteruan yang mulai memanas.

"Katakan saja kalau Anda tidak bisa memahami dan mengartikan apa yang Embun pagi ucapkan. Tidak perlu Anda sampai mencuil harga dirinya sebagai seorang anak suku pedalaman hanya untuk memuaskan rasa ketidakmampuan Anda untuk memahami setiap ungkapan," sahut Anak Dewa kalem. Saat ini Anak Dewa sudah ikut duduk di sofa dan berhadap-hadapan dengan Embun.

"Mengenai masalah istri, Embun pagi ini sudah menjadi wanita saya sejak dia diasuh oleh bepak dan induk saya sepuluh tahun yang lalu. Setelah dia mendapatkan haid pertamanya, saya sudah menyatakan pada kedua orang tua saya untuk menikahinya apabila dia sudah dewasa kelak.

Tetapi karena seloko adat kami yang bersifat matrilinear, dan saya tetap pada pendirian untuk menikahi Embun, maka saya pun rela diusir dari komunitas anak rimba dan tidak boleh kembali sebelum bepak saya melangun. Dan saya dengan besar hati menerima semua keputusan yang sudah disepakati oleh para menti beserta dengan mengku yang memutuskan untuk membuang saya dari komunitas, daripada saya dikenakan hukum adat Pucuk Undang Nang Delapan Teliti Dua Belas karena dianggap berzina dengan saudara sendiri. Padahal tidak ada setitik pun darah kami yang sama. Saya menerimanya dengan besar hati. Saya laki-laki, berjuang demi apa yang saya cita-citakan itu sudah menjadi harga mati." Anak Dewa terdiam sejenak. Ia seperti merasakan kembali saat-saat sulitnya demi untuk mempertahankan Embun Pagi.

"Sang temenggung yang sebenarnya adalah bepak kandung saya mengeksekusi saya, putranya sendiri demi seloko adat yang sudah di mufakatkan. Saya, Anak Dewa menerima semua keputusan mereka dengan lapang dada, demi tercapainya tujuan akhir saya yaitu menikahi Embun Pagi menjadi istri saya. Sampai  dua bulan yang lalu, Embun masih menjadi wanita saya dan menjadi cambuk penyemangat kerja keras saya. Jadi bagaimana mungkin anda mengatakan bahwa dia adalah istri Anda? Coba Anda jelaskan secara rinci dan logika kepada saya."

Anak Dewa memang luar biasa dalam bertutur kata. Setiap kata yang keluar dari mulutnya tidak pernah terdengar emosi dan kasar. Tetapi malah cenderung dingin namun menusuk. Satu lagi, dari ungkapan kata-katanya tadi, dia seolah-olah sudah mengklaim kalau Embun memang sudah seharusnya menjadi miliknya. Justru itu yang sebenarnya lebih mengerikan ketimbang dia menunjukkan semua emosi dan kemarahannya. 

Revan terdiam, kalau dia mengatakan hal yang sebenarnya tentang bagaimana dia bisa menikahi Embun, maka ayahnya akan menjadi pihak yang amat sangat merasa bersalah. Karena demi menyelamatkan nyawalah bepaknya Anak Dewa meninggal dunia. 

Revan tidak ingin Anak Dewa sampai mengamuk dan menyalahkan ayahnya. Tetapi apabila tidak di jelaskan, dia bisa saja kehilangan istrinya. Revan seperti makan buah simalakama.

"Sesungguhnya akar permasalahannya di sini adalah saya, bukan anak saya, Rangkayo Depati." Gilang yang mendengar suara ribut-ribut di lobby akhir membuat keputusan untuk menengahi konflik ini. Gilang merasa sudah saatnya dia bertanggung jawab atas semua kekisruhan ini. Dia tahu cepat atau lambat semua ini akan terjadi. Terus menerus menahan kekhawatiran malah lebih menyiksa ketimbang menghadapi permasalahan secara langsung seperti ini.

"Jadi laki-laki yang mengaku sebagai suami wanita saya adalah putra anda Pak Gilang?" Anak Dewa tersenyum kecil. 

"Kalau begitu silahkan lanjutkan saja penjelasan Anda Pak Gilang."

"Minggu lalu truk pengangkut teh karyawan saya blong dan nyaris saja menabrak saya. Pak Temenggung, bepak kandung Anda yang menolong saya. Tetapi pada akhirnya malah beliaulah yang tidak selamat. Sebelum meninggal beliau meminta saya untuk menikahi Embun, karena setelah dia tiada, maka Embun akan menjadi sebatang kara tanpa ada orang yang melindunginya. Karena saya sudah menikah, akhirnya saya meminta anak saya Revan untuk menikahi Embun. Dan ya beginilah akhir ceritanya. Saya minta maaf Rangkayo. Saya sama sekali tidak tahu kalau ternyata Embun adalah wanitamu, Nak. Sekali lagi saya minta maaf atas meninggalnya bepakmu dan Embun yang harus menjadi menantu saya. Saya sungguh-sungguh minta maaf, Rangkayo Depati."

Gilang merasa tidak enak sekali terhadap Rangkayo. Bagaimana pun sang temenggung itu adalah ayah kandungnya sendiri. Tetapi Gilang melihat air muka Rangkayo tidak terlihat perubahan yang berarti. Laki-laki tetap bersikap seperti biasa. Santun, diam dan tidak tertebak pikirannya.

"Kita tidak bisa merubah takdir, Pak Gilang. Semesta sudah mempunyai rencana dalam melaksanakan titah Yang Maha Kuasa. Tetapi ada yang ingin saya katakan kepada Bapak. Saya sudah kehilangan bepak kandung saya, apakah Bapak masih juga tega merampas wanita saya? Kematian

Kematian bepak saya itu murni urusan takdir dan mutlak. Yang artinya memang sudah tidak dapat diubah. Orang yang sudah mati memang tidak akan bisa hidup lagi.

Tetapi menjadikan Embun sebagai menantu Anda, itu bukan takdir. Tetapi murni tentang sebuah pernikahan yang dibuat berdasarkan atas kesepakatan. Bahkan tanpa yang bersangkutan mengetahuinya apalagi menyetujuinya. Jadi itu sifatnya relatif.

Saya mohon, kembali kan Embun kepada saya, Pak Gilang. Embun dan saya berhak untuk bahagia dan bersatu setelah hampir lima tahun berpisah. Keputusan ini murni ada di tangan Pak Gilang. Karena bepak saya itu meminta pertanggung jawaban pada Pak Gilang, dan bukan pada putra Anda." Anak Dewa menatap tajam Gilang. Ada permohonan tanpa kata yang terlihat dari kedua matanya.

"Tidak bisa, Embun itu sekarang istri sah saya baik di mata hukum mau pun agama. Titik. Segala sesuatu di luar itu disebut mantan alias bekas alias eks. Dan saat ini Anda bukan siapa-siapanya istri saya lagi!" 

Revan langsung memotong perkataan Anak Dewa sebelum ayahnya membuat keputusan secara sepihak. Enak saja setelah minggu lalu memaksa-maksa menikah, masa sekarang memaksa-maksa bercerai juga? Memangnya hidupnya sebercanda itu? Cuih!

"Untuk apa tepagar di kelapo condong. Batang di awak buah dikanti. Sia-sia saja kan?" 

Anak Dewa menjawab lugas kata-kata Revan. Wajah Embun memerah, dia tahu apa yang dikatakan oleh Anak Dewa itu benar adanya.

"Apa maksud ucapan Anda itu Anak Dewa?" Revan mulai panas mendengar kata-kata peribahasa bersayap yang sama sekali tidak dimengertinya itu. Satu hal yang dia tahu pasti, artinya pasti tidak akan mengenakkan perasaannya sama sekali.

"Artinya raga boleh milik anda, tetapi cintanya ada pada orang lain. Anda paham maksud saya bukan?" 

Anak Dewa menaikkan sudut bibirnya, dia mulai menginjak sudut harga diri Revan. 

"Kurang ajar!" 

Revan yang sedari tadi sudah panas saat melihat istri terus saja mencuri-curi pandang pada pemuda bertubuh tegap yang saat ini duduk tepat di hadapannya, seperti mendapat pelampiasan. Revan langsung berdiri dari posisinya yang semula sedang duduk. Ia menerjang ke depan, namun segera ditahan oleh Gilang dan Embun sendiri. Embun sangat takut kalau dua orang lelaki dihadapannya ini akan mulai saling serang. 

Embun tahu walau Anak Dewa terlihat santai-santai saja, sebenarnya hatinya itu sedang marah dan kecewa luar biasa. Embun bisa melihat itu semua dari matanya yang tampak begitu membara. Embun sangat hafal dengan sikap dan sifat Anak Dewa nya.

"Sudah Revan. Jangan memakai kekerasan dalam menyelesaikan persoalan ini. Tidak ada gunanya, Nak. Pikirkan jalan keluar yang terbaik. Bukan dengan main gontok-gontokan seperti ini." 

Gilang dan Embun sekuat tenaga menahan lajunya tubuh Revan kearah Anak Dewa yang tetap terlihat duduk santai seperti tidak mempunyai masalah. Mata Revan sudah tampak menggelap, dia marah!

"Maaf, Rangkayo. Embun itu sudah menikah. Saya tidak bisa mengembalikannya kepada kamu, Nak. Dia itu sah secara hukum dan agama sebagai istrinya Revan. Saya sangat menyesal dan sedih atas apa yang terjadi dengan bepak kamu, tetapi saya memang tidak bisa berbuat apa-apa Nak Rangkayo." Gilang mencoba memberi pengertian kepada Anak Dewa.

"Buka tidak bisa, tetapi Bapak tidak mau. Ada perbedaan besar di sini." 

Anak Dewa juga tidak mau mengalah. Dia tetap saja ingin mengambil alih Embun dari tangan Revan.

"Kamu masih mencintai Abang, my morning dew?" 

Kali ini Anak Dewa bertanya pada Embun dengan nada suara yang terdengar begitu intim dan mesra. Revan sampai ingin mengunyah meja saking cemburunya!

"Masih Bang. Embun memang masih amat sangat mencintai Abang. Tetapi Embun kan sudah menjadi istri orang. Embun berdosa kalau terus saja mencintai orang lain yang bukan suami Embun Bang. Embun takut dilaknat Allah," sahut Embun pilu.

Hendaknya masalah iko jatuh di api hangus, jatuh ke aek, hanyut. Lu—lupakan Embun ya, B—Bang Dewa. Embun sudah menjadi milik orang lain. Abang cari saja pengganti Embun seperti dulu yang sering bepak dan induk nasehatkan. Lupakan Embun ya, Bang?" 

Embun menatap Anak Dewa dari balik tirai air mata. Tidak mudah untuk mengucapkan kata-kata berpisah di saat sedang cinta- cintanya. Dada rasanya mau meledak dan air mata ingin mengalir sendiri saking sesak dan sedihnya perasaan. 

Dia tahu bagaimana beratnya perjuangan Anak Dewa dalam mempertahankan cintanya padanya. Dicambuk rotan, diikat ditiang pancang di tengah hutan dan dibiarkan kelaparan. Bahkan dia diusir dari rumahnya sendiri, oleh ayahnya sendiri juga. Penderitaan macam apalagi yang belum dilaluinya? 

Semua itu dijalani oleh lelakinya dengan ikhlas demi cinta. Dan kini bibirnya sendiri yang mengucap kata keramat untuk Anak Dewa nya, agar melupakannya. Embun mendadak merasa menjadi seorang penghianat bagi kesakitan Anak Dewa. Embun nyaris dapat merasakan hati Anak Dewa patah dan berdarah-darah saat mendengar sepatah kata perpisahan darinya. Anak Dewa hancur. Dan Embun lah yang menjadi penyebab kehancurannya. 

Maafkan jika senyumku tersembunyi dibalik air mata, dan kata-kata yang seharusnya mesra menjadi tanpa daya karena keterbatasan kuasa. Tetapi Tuhan tahu, cinta yang aku punya lebih berwarna dari yang kau kira. Walaupun itu hanya akan tersimpan dalam hati saja.

"Lah kucubo membeli kain. Kain kubeli idak serupo. Lah Abang cubo beralih lain, tapi hati Abang masih ingat ke Adek jugo."

BUGHHHH!!! BUGHHH!!!

"Lo jangan berani- berani merayu bini orang di depan mata lakinya sendiri. Itu namanya lo cari mati!" Revan melepaskan diri dari pegangan ayahnya dan Embun serta mulai menyerang Anak Dewa yang sedang duduk. Revan meninggalkan kesan laki-laki beradabnya menjadi manusia di zaman batu. Mempertahankan wanitanya dengan kepalan tangan dan otot demi sebuah kepuasan untuk menghancurkan sang pencuri. Agar kelak sang pencuri kapok dan tidak berupaya untuk mencoba lagi. 

Embun itu istrinya. Tidak perduli bagaimanapun proses pernikahan mereka sebelumnya, tetapi kini Embun memang adalah tanggung jawabnya. Revan bukanlah seorang yang religius. Pengetahuan agamanya terbatas. 

Tetapi dia tahu, sejak dia mengucapkan ijab qobul dan menyatakan, saya terima nikah dan kawinnya Embun Pagi Nauljam binti Nauljam dengan mas kawin titik-titik, maknanya adalah maka aku tanggung dosa-dosanya Embun Pagi dari ayah dan ibunya. Dosa apapun yang dilakukan oleh Embun Pagi dan semua yang berhubungan dengan Embun Pagi, aku tanggung, dan bukan lagi orang tuanya yang menanggung. Itu artinya akan aku tanggung juga semua dosa calon anak-anakku. 

Makanya begitu melihat Anak Dewa yang terus saja berusaha menggoyahkan keimanan istrinya terhadap kesetiannya pada dirinya, sebagai suami sahnya, Revan pun meradang. Dia bertanggung jawab dunia akhirat untuk menjaga harkat dan martabat Embun sebagai istrinya. Menjauhkan Embun dari bahaya laku-laki yang akan mencoba menggoyahkan kesetiaannya. 

Tidak perduli bagaimana pun masa lalu mereka berdua. Itu tetap saja masa lalu. Sekarang ini Embun adalah istrinya. Dan dia berhak untuk mempertahankan apa yang sudah menjadi haknya.

Sementara Anak Dewa yang sedang patah hati dan kecewa luar biasa, pun mendadak menjadi gelap mata. Hilang sudah sikap santun dan educated yang selama ini menjadi ciri khasnya. Dia memandangi wajah Embun pagi dengan mata memerah.

Ia segalanya yang aku inginkan. Sekaligus segalanya yang tidak bisa kumiliki sekarang. 

Jika dulu karena terhadang adat istiadat, kini malah terhalang seorang laki-laki keparat yang berstatus sebagai suaminya. Baiklah mungkin dengan saling baku hantam begini setidaknya rasa sakit itu bertemu dengan pelampiasan. Anak Dewa berdiri dari sofa dan balas memukul Revan tak kalah ganas.

Dua pria besar dengan amarah membara pun akhirnya saling jual beli pukulan dan bergelut ganas sekuat tenaga. Gilang dan beberapa staff laki-laki pun tidak mampu untuk memisahkan dua singa lapar yang sedang marah itu. Embun yang mencoba ikut memisahkan malah nyaris terhempas kesudut ruangan akibat kuatnya tenaga mereka berdua.

Wajah Revan babak belur begitu juga dengan wajah Anak Dewa yang sudah berlumuran darah. Mereka berdua seperti tidak ada puas-puasnya saling baku hantam. Bunyi daging yang saling bertumbukan, terdengar begitu mengerikan ditelinga Embun. Dia kebingungan dan ketakutan melihat dua pria saling baku hantam karena dirinya. Belum lagi tatapan seluruh keluarga besar suaminya yang seakan-akan menuduhnya sebagai biang onar, makin membuatnya semakin serba salah saja.

"Bang Dewa. Sudahlah, Bang. Dak ado silang yang idak sudah. Dak ado kusut yang idak selesai. Berhentilah Bang Dewa. Sudahlah..." 

Embun sampai mengiba-iba pada Anak Dewa agak menghentikan perkelahian yang makin lama semakin tidak terkontrol ini. Karena tidak berhasil membujuk Anak Dewa, Embun pun mulai mencoba satu cara terakhir yang paling ekstrim. Tiba-tiba saja Embun memeluk Revan sambil berkata," Sudahlah Bang, berkelahi tidak akan menyelesaikan masalah. Yang ada malah akan menimbulkan masalah baru. Berhenti ya, Bang? Maukah Abang berhenti demi saya? Orang yang abang akui sebagai istri Abang. Mau, Bang?" 

Tubuh Revan mendadak kaku saat merasakan hangatnya tubuh Embun dan memeluknya dengan kedua tangan gemetar karena ketakutan. 

Astaghfirullahaladzim, dia telah gagal sebagai seorang suami. Dia bahkan dengan sengaja telah membuat istrinya sendiri ketakutan karena mempertontonkan kebrutalan dirinya sendiri dan bukannya melindungi.

Tangan Anak Dewa yang sedianya akan menghantam wajah Revan pun terhenti di udara karena ada sosok tubuh mungil Embun di belakang tubuh Revan. Anak Dewa akhirnya menurunkan kepalan tangannya. Tetapi matanya tampak membara saat melihat Embun memeluk Revan tepat di depan matanya.

Hiks... hiks... hiks...

"Apapun akan Abang lakukan untuk kamu, istriku. Apapun Sayang. Maafkan Abang." 

Revan memeluk Embun dengan tangan kanan dan mencium ubun-ubunnya dengan bibirnya yang pecah dan luka-luka. Mata Revan yang sebelah kiri bahkan tampak nyaris tertutup akibat bengkaknya. Darah juga terlihat terus menetes-netes dari hidungnya. Revan dan Anak Dewa sama-sama terlihat habis dan parah.

Hari ini Embun mulai belajar banyak hal. Salah satunya adalah belajar bagaimana cara untuk mencintai dan melupakan sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Dan sumpah itu amat sangat sulit sekali!

Notes.

Bepak = ayah

Induk = ibu

Melangun = meninggal

Seloko adat= hukum adat

Menti = orang yang bertugas untuk meyidang para pelanggar adat.

Mangku= orang yang menganbil keputusan dalam setiap sidang adat.

Pucuk Undang Nang Delapan Teliti Dua Belas= hukum rimba sakah yang terdiri dari 4 hukum diatas dan 4 hukum dibawah.

Iko jatuh di api hangus, jatuh ke aek, hanyut= Permasalahn ini cukup selesai sampai disini saja.

Dak ado silang yang idak sudah. Dak ado kusut yang idak selesai = tidak ada permasalahan yang tidak bisa diselesaikan secara baik-baik.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Luhfie90
sumpah, suka banget ceriranya ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status