Share

Bab 2

Setelah tiga puluh menit berlalu mata Riri menggeliat sembari tangan kanan memegangi kepalanya yang masih sedikit terasa pusing.

"Kamu sudah sadar?" tanya lembut seorang Wanita di sampingnya.

Riri sontak melirik ke sumber suara disampingnya, "I-ibu siapa dan ini dimana?" Pandangan Riri terus mengamati ruangan yang tengah Dia diami.

"Saya Dokter indah," ucapnya terjeda, "Kamu tadi pingsan dan untungnya Pak Asoka menolongmu dan langsung membawa ke klinik pribadi Bramasta."

Riri hanya mendengarkan penuturan dari Dokter indah tanpa berniat menjawabnya.

"Kalau begitu saya tinggal dulu untuk memberitahukan ke Pak Asoka yang telah menunggu diluar," ucap Dokter Indah final sembari berjalan perlahan keluar ruangan.

Tidak berselang lama setelah kepergian Dokter indah, Asoka masuk berjalan perlahan menghampiri Riri yang tengah terbaring lemas. Senyuman manis terukir jelas di bibirnya namun raut wajahnya tidak bisa dibohongi bahwa ada ke khawatiran disana.

"Gimana kondisimu?" Asoka terduduk disamping Riri sembari menggenggam erat sebelah tangannya, "Apa masih pusing atau saya harus merujuk kamu ke rumah sakit?" Pria yang memiliki bibir agak tebal itu terus bertanya tanpa henti.

"Pak-bapak, saya baik-baik saja. Kenapa bapak memperlakukan saya seperti ini. Bagaimana pandangan semua orang, saya jadi tidak enak." Terlihat alis Asoka mengerut seakan keduanya hendak saling bersatu.

Cup...

Tanpa permisi sebuah kecupan dari Asoka sukses mendarat di bibir ranum Riri. Seakan mewakili kesungguhan cinta kepada Wanita di sampingnya itu.

Namun berbeda dengan Riri mukanya langsung merah padam seakan menahan amarah akan kelakuan Asoka. Riri segera menghadiahi CEO Bramasta tersebut untuk membalasnya.

Plakkk...

Tamparan tepat pada pipi kanan Asoka, terlihat bekas cap lima jari terukir di pipi mulusnya yang lambat laun memerah.

"Bapak Asoka yang terhormat," ucap Riri terjeda, "Saya memang banyak kekurangannya namun saya tidak kurang ajar itu yang saya katakan bukan disaat di ruang interview." Dengan nafas memburu Dia menatap Asoka dengan tajam.

"Namun, perlakuan bapak ini patut saya hajar," ucap Riri sebisa mungkin Dia turun dari tempat tidurnya walaupun kepalanya masih terasa pusing.

Riri melirik sekilas Asoka disaat Dia hendak melangkah pergi, "Anggap itu peringatan terakhir saya. CAMKAN ITU!" Riri menekankan kata-kata terakhirnya dan detik berikutnya Dia melenggang pergi dari tempat tersebut.

Sementara Asoka terpaku di tempat dengan menatap nanar akan kepergian pujaan hatinya, perih tamparan ini tidak sebanding dengan perihnya hati ini. Untuk pertama kalinya Dia ditampar sama Wanita bahkan mampu mencuri hatinya.

Disaat Asoka tersadar dalam lamunannya dan hendak menyusul Riri, langkahnya dihentikan oleh Wanita di depannya.

"Biarkan Dia pergi. Bukannya kakak ada metting diluar sekarang." ucap Wanita itu final sembari menarik tangan Asoka untuk meninggalkan klinik Bramasta.

*****

Satu minggu kemudian…

Sesuai janji Asoka waktu itu Dia akan datang melamar Riri kerumahnya dan terbukti malam ini Dia datang bersama banyaknya bingkisan seakan menjadi pengganti keluarganya yang berhalangan hadir, yang dipastikan harga bingkisan ini sangatlah mahal.

"Jadi nak Asoka ini sebenarnya atasan Riri?" kata Bunda sembari ekor matanya melirik ke arah Riri yang berada disampingnya.

"Betul, Tante. Maaf jika kedatangan saya mendadak dan hanya membawa bingkisan seala kadarnya," jawab Asoka sembari tersenyum manis.

"Ah, nak Asoka terlalu merendah," kata Bunda sembari terkekeh.

Riri yang mendengar obrolan mereka hanya memutar bola matanya seakan jengah dengan perlakuan Asoka yang so akrab dan terkesan berlebihan.

Terlepas dari itu semua, ada satu pernyataan yang membuat Riri cukup tercengang dari obrolan ini ternyata tanpa Riri sadari Asoka adalah salah satu langganan tetap katering Bunda beberapa bulan ini.

"Sesuai yang saya katakan dari awal, Tante. Saya kesini bertujuan untuk melamar Riri menjadi pasangan hidup saya," jelas Asoka sembari tersenyum menyeringai.

"Kalau Tante sendiri tergantung sama Riri. Mau diterima atau enggak Tante gak bisa maksa, namun jika seandainya kalian berjodoh semoga nak Asoka adalah menantu dan suami yang tepat untuk Riri," jelas Bunda sembari mengelus punggung tangan Riri.

Perkataan itu pun langsung diaminkan oleh Asoka.

 "Terima kasih atas do'anya, Tante. Oleh karena itu saya izin minggu depan datang kembali kesini bersama orangtua saya sekaligus meminta jawaban dari Riri," pinta Asoka ke Bunda namun ekor matanya melirik ke Riri. Riri yang mendengar itupun tidak mengindahkan.

Bunda yang melihat perlakuan anaknya tersebut segera menyikut dengan tangan Riri untuk menyadarkannya.

"Hemmm..." Riri hanya merespon jawaban Asoka dengan berdehem, sembari memandang lawan bicaranya dengan sangat malas.

"Ya udah Tante kalau begitu saya pamit pulang," ucap Asoka sembari berdiri dari duduknya.

"Hati-hati ya, nak dijalannya. Salam buat keluarga dirumah," sahut Bunda ikut berdiri diikuti Riri.

"Siap, Tante." Asoka melirik sekilas kearah Riri, "Saya pulang dulu ya," ucap Asoka sembari tersenyum manis.

Riri lagi-lagi hanya menjawab dengan berdehem.

Detik berikutnya Asoka melenggang pergi keluar rumah diikuti Bunda dan Riri untuk mengantarkan tamunya sampai teras rumah.

Beberapa menit kemudian mobil Lamborghini Aventador berwarna gelap yang di kendarai Asoka perlahan menjauh dan menghilang dari pandangan mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status