elah bobok mulu isi otak Rad wkwkwk
Kini Rad mengerti kenapa Ben membuat perlombaan seaneh itu. Baginya manusia tidak lebih dari makhluk yang bisa dimanfaatkan. Tidak terlalu berharga. Anggapan Ben, manusia atau hewan sama saja. Ben tak terlalu menimbang apakah pantas atau tidak, saat memperlakukan pelayan seperti itu. Kekuatan itu, meracuni otaknya dalam kadar yang akut, tak bisa berbalik lagi. “Apa kepalamu berapa kali tersambar petir sampai bisa berpikir seperti itu?!” Rad melompat berputar di udara, saat dua petir menyambar bersamaan ke arahnya. Terdengar dengusan dari Ben yang kini berjalan mendekati Rad. “Kau Inhumane yang sudah kuat dari lahir! Kau takkan tahu bagaimana rasanya dihina karena lemah. Kau mendapat semuanya, bahkan ayahku juga selalu mendengar pendapatmu. Menurutnya kau lebih pintar dariku. Tapi kini dia akan paham jika aku bisa menjadi seperti dirimu, bahkan lebih hebat lagi!” Ben kembali mengeluarkan tawa sinting yang membuat Rad menggelengkan kepala. “Kalau itu maumu, serang aku!” kata Rad
Tangan Rad berayun, melayangkan cakaran tepat mengarah ke kepala Ben, tapi Ben mengangkat tangan, dan bola api muncul dari tangannya, menghantam dada Rad seperti tinju, melemparnya ke seberang ruangan. "Woaa! Itu tadi nyaris." Ben lalu melompat menjauh, berseru panik. Kecepatan Rad melebihi dugaannya. Rad berputar, dan mendarat pada kedua kakinya dengan sempurna, sementara wajahnya mengernyit. Bukan hanya Ben yang terkejut, Rad juga sama. Ini pertama kalinya dia menghadapi penyihir. Tidak punya gambaran bagaimana kekuatannya. “Rupanya sihir seperti ini. Bagaimana kau mempelajarinya?” tanya Rad, sambil mengelus dadanya yang nyeri, sekaligus mematikan api yang membakar bajunya. Api itu tidak membuat kerusakan serius. Hanya nyeri hantaman. Rad terlalu meremehkan Ben. Kini setelah menimbang bagaimana cara menyerang, Rad tahu ia harus cepat karena mendengar hembusan napas Bastien semakin pelan. Lingkaran api yang tadi mengurung, kini terpusat hanya untuk 'melindungi' Bastien. Perlin
Penyihir itu mengangkat tangan, membuka tudung yang menutupi kepalanya. Dan memang wajah yang muncul adalah Ben. Pantas saja jika Bastien terlihat begitu ngeri. Dia bisa melihat jika anaknya baru saja akan menjadikannya tumbal kekuatan. Tentu ini adalah mimpi buruk baginya. Ben tersenyum kecil saat melihat Rad mematung karena kaget. "Terkejut? Aku tidak menyalahkanmu, Rad. Aku menyembunyikannya dengan sangat baik memang. Dan masih ingin menyembunyikannya lebih lama lagi. Tapi tentu kau juga sudah merusak rencana ku yang itu." Senyum Ben berubah jengkel. "Tapi aku tak mau lagi menunggu sampai bulan biru berikutnya untuk melakukan pengorbanan. Pengorbanan terbesarku." Senyum kembali pada wajah Ben, sementara dia menoleh memandang ayahnya yang kini menggeleng dengan wajah semakin pucat, dan terus bergumam, mencoba berteriak. "Kau ingin membunuh ayahmu sendiri demi mendapatkan kekuatan?" Rad sama sekali tidak tahu apa yang dimaksud dengan bulan biru tapi jelas intinya Ben ingin membun
“Darah siapa?” tanya Bree, sambil memandang sekitar yang sangat tenang. Tidak ada tanda keributan. Rad menggeleng. Dia tak bisa membedakan aroma darah, kecuali milik Bree. Apalagi ini adalah darah pria. Dia tahu secara insting, jika aroma yang menguar ini bukan makanan untuknya. Tapi Rad masih bisa mencari dari mana asalnya. Dengan menggenggam tangan Bree, Rad berlari tergesa ke menuju arah aroma ini. Pencarian ini tidak terlalu lancar, karena hidung Rad jelas masih terganggu oleh ratusan aroma parfum yang tadi memasuki hidungnya. Ini sedikit menumpulkan kemampuan hidungnya. Tapi beruntung aroma yang dicari adalah darah. Aroma yang mudah dikenali oleh Rad. Beberapa kali Rad juga harus menemui jalan buntu, karena dia sama sekali tidak mengenal istana itu. Dia harus memilih jalan lain untuk menuju pusat aroma. Yang jelas, letak aroma itu menjauhi area pesta. Membawa mereka ke ke tempat yang lebih sepi, jauh dari hingar bingar dan juga gemerlap pesta. Lorong yang mereka tempuh saat i
"Aku sama sekali tidak menyangka jika Campy ternyata punya hubungan khusus denganmu dalam taraf itu.” Bree bergumam, agar orang disekitarnya tidak mendengar. Tapi sebenarnya tidak perlu. Mustahil mereka akan mendengar Bree di antara suara musik yang saat ini menggema di sekitar. Jika saja Rad tidak memiliki pendengaran extra kuat, kemungkinan besar dia juga tidak akan mendengar gumaman Bree itu. Dengan pendengaran itu saja, Rad masih harus berkonsentrasi pada Bree saja, untuk bisa mendengarnya. Telinga itu harus bekerja keras diantara keriuhan pesta. Mereka tentu saja sedang menghadiri pesta yang tetap diadakan oleh Ben. Keputusan yang membuat Bree mengomel kemarin. Merasa jika Ben terlalu memaksakan keadaan menjadi ceria. Tapi memang itu tujuannya. Kali ini Ben sejalan dengan ayahnya. Bastien tidak ingin memperbesar masalah, agar keributan tidak sampai terdengar ke negeri tetangga. Maka pesta itu tetap terjadi, dan mau tidak mau mereka harus datang. “Kau memilih untuk membahas ha
“Jika kau ingin membesar-besarkan masalah ini. kau batalkan saja. Tapi jika kau ingin menutupi dan memperlihatkan jika semua keadaan baik-baik saja, teruskan saja.” Rad memberi nasehat standar. Dia tidak peduli dengan apa yang akan dilakukan oleh Ben. Acara itu tidak terlalu berpengaruh banyak pada dirinya. “Aku akan memikirkannya lagi.” Ben mengangkat bahu. “Tapi entahlah. Kejadian ini membuatku kehilangan keinginan untuk bersenang-senang,” keluhnya. Ben mengambil mantel yang tadi dibantingnya ke lantai, lalu menatap Rad. “Terima kasih sudah menyelamatkan ayahku.” Ben terlihat sangat serius. Untuk pertama kalinya Bree sedikit terkesan. Paling tidak, Ben mengucapkan hal yang benar. Karena memang Rad menyelamatkan Bastien. Meski terlihat kesal pada ayahnya, tapi ternyata Ben cukup peduli. "Hampir saja aku menjadi raja dengan tiba-tiba." Ben menggeleng dengan wajah yang terlihat sangat lega. Bree langsung mencoret rasa terkesan dalam hatinya, karena ternyata ucapan terima kasih it