Share

Bab 4

Author: Janice Sinclair
"Sikapku barusan nggak benar. Aku minta maaf."

"Istriku, kamu tega membiarkanku tidur di kamar tamu? Tolong biarkan aku masuk. Aku ingin memelukmu."

Memikirkan Yovan yang baru saja bermesraan dengan Rachel dan sekarang masih ingin menyentuhnya, Kiana mendadak merasa jijik.

"Aku capek. Besok baru dibicarakan lagi."

"Istriku, sudah seminggu aku nggak memelukmu. Apa kamu nggak menginginkanku?"

Kiana merasa sangat jijik sampai-sampai hampir muntah.

"Bukannya kamu ingin menuruti perkataan orang tuamu? Kalau begitu, tidur saja sama mereka!"

Suasana di luar hening sejenak, lalu terdengar suara langkah kaki menjauh.

Yovan punya sifat pemarah. Dulu, saat mereka berdua bertengkar, Kiana selalu berusaha sebaik mungkin untuk menuruti pria itu.

Kalau mereka bertengkar, kemungkinan besar Kiana-lah yang akan mengalah lebih dulu.

Dia sangat mencintai Yovan…

Cih. Sekarang malah terdengar konyol sekali…

Kiana bilang dia ingin beristirahat, jadi dia pun berbaring dan menutup matanya, seolah-olah dia benar-benar tertidur.

Namun, Rachel masih sangat berhati-hati. Sampai tengah malam, dia baru berjinjit keluar dari lemari.

Mungkin karena sudah terlalu lama meringkuk di dalam, kakinya terasa mati rasa dan dia hampir terjatuh ke bawah.

Dia menutup mulutnya dan tidak berani bersuara. Dia membungkuk, berjalan ke pintu, lalu membukanya dengan hati-hati.

Di saat pintu tertutup, Kiana juga membuka matanya.

Di ruang tamu di lantai dua, ibunya Yovan memapah Rachel duduk dan memijat kakinya dengan prihatin.

"Anak baik, kamu sudah menderita. Siapa sangka dia akan pulang tiba-tiba?" Sembari berbicara, ibunya Yovan juga mendengus.

"Bu, aku nggak apa-apa. Ibu nggak perlu khawatir."

Rachel memang bilang begitu, tetapi wanita itu mengusap perutnya dan tampak kesakitan.

Melihat hal itu, ibunya Yovan langsung panik.

"Tapi bagaimana dengan kondisi cucuku? Kita ke rumah sakit ya?"

"Nggak apa-apa, nggak apa-apa. Aku akan baik-baik saja setelah beberapa saat," ucap Rachel dengan patuh.

"Kiana memang pantas dibenci. Kalau terjadi sesuatu pada cucuku, aku akan mengulitinya hidup-hidup!"

"Sudahlah, jangan ganggu dia di saat krusial seperti ini," kata ayahnya Yovan sambil duduk di sofa di seberangnya.

"Tapi Rachel baru menantu keluarga kita, apalagi sekarang dia lagi hamil. Nggak mungkin kita biarkan dia terus tinggal di luar. Sebaliknya, menantu palsu justru menguasai rumah kita!"

"Ini hanya sementara. Setelah kontrak dengan Grup Januar ditandatangani, kita akan mengusirnya."

Ibunya Yovan mendengus. "Kalau begitu, biarlah dia tinggal di rumah kita beberapa hari lagi."

Rachel melengkungkan sudut mulutnya, tetapi saat pandangannya tertuju pada Yovan, pria itu tampak mengerutkan kening. Sepertinya pria itu tidak setuju dengan apa yang dilakukan orang tuanya.

Rachel menundukkan kepalanya dan berkata dengan suara rendah, "Kiana dan aku berteman baik. Meski harus menderita, aku nggak keberatan kok. Biarlah dia yang tinggal di rumah."

"Kamu memperlakukannya sebagai teman baik dan tulus padanya, tapi dia nggak begitu. Kalau nggak, dia nggak akan memperebutkan proyek ini denganmu."

Usai berbicara, ibunya Yovan melihat Rachel masih menundukkan kepala. Terakhir, dia baru menatap putranya. Dia menyadari putranya masih belum mengungkapkan pendapatnya.

"Yovan, bagaimana menurutmu?"

Yovan mengusap dahinya dan berkata, "Aku mencintai Kiana dan nggak ingin menyakitinya."

"Tapi istrimu yang sesungguhnya adalah Rachel!"

"Aku sudah mengecewakan Rachel, jadi aku nggak ingin mengecewakan Kiana lagi!"

"Nggak, ini bukan salahmu," kata Rachel sambil buru-buru berdiri.

Yovan menghampirinya dan memeluknya.

"Beri aku waktu lagi. Aku akan jelaskan semuanya kepada Kiana. Dia begitu mencintaiku. Aku yakin dia pasti akan menerimamu dan anak kita."

Rachel mengangguk. "Aku nggak akan menghancurkan hubunganmu dengannya. Aku tahu kamu mencintainya, tapi aku ingin kamu membagi sedikit cinta dan perhatian padaku dan anak kita."

"Terima kasih sudah memahamiku."

Orang tua Yovan menatap Rachel dengan penuh pengakuan dan penghargaan di mata mereka. Berbeda dengan sikap kasar mereka terhadap Kiana.

Kiana bersandar di koridor. Dia tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan.

Benarkah ini abad ke-21? Bisa-bisanya orang zaman sekarang punya pemikiran melayani satu pria dengan dua wanita?

Tidak, mereka bukan hanya memiliki pemikiran tersebut, tetapi mereka sudah mewujudkannya.

Astaga. Dia sudah 'menikah' dengan keluarga macam apa ini?

Otak mereka pasti bermasalah!

"Tapi perut Rachel makin hari makin membesar. Aku khawatir kita nggak bisa menyembunyikannya dari Kiana lagi," kata ibunya Yovan dengan cemas.

Ayahnya Yovan berpikir sejenak, lalu berkata, "Aku akan tugaskan dia ke tempat lain dulu."

Saking emosinya, Kiana tidak bisa tidur sama sekali malam itu.

Keesokan paginya, Kiana baru saja turun dari lantai atas dan melihat Yovan datang membawa buket besar mawar.

"Sayang, kamu yang baru bangun pagi sangatlah cantik."

Yovan meletakkan buket bunga mawar itu ke dalam pelukan Kiana, lalu melingkarkan lengannya di bahu wanita itu dan ingin menciumnya, tetapi Kiana langsung mengelak.

"Kamu nggak ganti baju tadi malam? Badanmu bau keringat."

Yovan mengantar Rachel pulang tadi malam dan mungkin baru kembali di pagi harinya. Pria itu kemudian membeli buket mawar ini untuk menebus sedikit rasa bersalah yang mungkin timbul.

"Benarkah?" Yovan mengendus pakaiannya. "Oh ya, aku pergi ke kebun bunga di pinggiran kota tadi malam dan menunggu sampai mereka buka. Aku beli beberapa mawar segar untukmu."

Kiana ingin memutar bola matanya.

Bunga ini jelas dibeli dari toko bunga di seberang jalan. Apalagi, nama toko bunga itu jelas tertera di kertas kadonya.

Kiana juga tidak mengeksposnya. Dia hanya tersenyum manis. "Terima kasih, Sayang."

"Tunggu sebentar. Aku naik ke atas dan mandi dulu. Setelah itu, aku akan bawa kamu ke suatu tempat," kata Yovan.

"Tapi aku masih harus ke kantor hari ini."

"Kantor masih bisa beroperasi meski kamu nggak datang. Sebaliknya, kita berdua sudah lama nggak berkencan."

"Tapi hari ini…"

"Tunggu aku."

Sebelum Kiana berbicara lebih lanjut, Yovan sudah naik ke atas.

Melihat punggung pria itu, sudut bibir Kiana terangkat sedikit. Pria itu sengaja menunda keberangkatannya ke kantor.

Oke. Kiana akan meladeni mereka. Dia mau lihat trik baru apa yang bisa mereka mainkan.

Satu jam kemudian, Yovan membawanya ke sebuah gang di kota tua.

Kalau mau dideskripsikan dengan kata-kata yang enak didengar, tempat ini penuh dengan kehidupan, tetapi kalau mau terus terang, terlalu banyak pembangunan ilegal di sana.

Sanitasi tidak sesuai standar, dan ketertiban lalu lintas nyaris tidak ada.

Namun tiga tahun lalu, mereka tinggal di sini.

Saat itu, Kiana tidak tahu identitas Yovan. Mereka berdua bekerja di departemen proyek Grup Thevas dan menerima gaji biasa. Untuk menghemat uang, mereka menyewa rumah di kota tua yang jauh dari perusahaan.

Satu kamar tidur dan satu ruang tamu. Biaya sewanya 1,6 juta.

Di gang berantakan inilah mereka tinggal dulu. Mereka melewati pagi-pagi yang tak terhitung jumlahnya, menghadap cahaya pagi, bergandengan tangan, seolah-olah mereka bukan pergi melakukan pekerjaan berat, melainkan menuju masa depan yang cerah.

Itulah yang dirasakan Kiana saat itu.

Agar bisa menetap di kota ini bersama Yovan dan membeli rumah mereka sendiri, dia penuh energi setiap hari.

Mobil berhenti. Yovan menariknya ke sebuah gedung yang menghadap ke jalan.

Tidak ada lift, jadi mereka hanya bisa naik tangga. Pegangan tangga tertutup minyak dan kotoran yang menumpuk selama bertahun-tahun. Dindingnya berbintik-bintik dan cat-cat mengelupas.

Begitu sampai di lantai lima, Yovan mengeluarkan kunci dari sakunya, lalu tersenyum misterius pada Kiana dan membuka pintu.

Perabotan di ruangan itu masih tetap sama. Saat Kiana masuk, dia merasa seakan kembali ke tiga tahun lalu.

Saat itu, dia sangat suka mendekorasi rumah kecilnya. Hanya saja, rumah itu sudah tua. Tidak peduli bagaimana mendekorasinya, tetap saja terlihat lusuh, kecuali direnovasi secara besar-besaran.

Sebenarnya, Kiana tidak pernah menganggap tempat ini sebagai rumahnya. Dia percaya, berdasarkan kemampuannya, dia pasti bisa membeli rumah besar di lokasi strategis.

"Aku sudah beli tempat ini," kata Yovan sambil menatapnya.

"Uh?"

Beli tempat ini?

"Buat kamu."

Kiana sampai tidak tahu harus berkata apa.

Yovan masuk dan duduk di sofa kecil, yang mana dulunya adalah tempat favoritnya.

"Masih ingat, nggak? Waktu itu, kamu masak di dapur dan aku membaca buku di sini. Meski kita sibuk dengan urusan masing-masing, kita sesekali akan saling memandang dan tersenyum."

Wajah Yovan dipenuhi kebahagiaan saat mengenang masa lalu.

"Aku harap masa depan kita juga akan seperti ini."

Kiana mendengus dingin.

Dia bangun pagi-pagi untuk memasak, sementara Yovan masih tidur.

Dia menyiapkan makanan. Sebaliknya, Yovan duduk di meja makan sambil menunggu Kiana mengambilkan makanan untuknya.

Selesai makan, Yovan pergi berganti pakaian. Sedangkan, Kiana sibuk mencuci piring dan panci.

Kiana sibuk di perusahaan sepanjang hari. Karena status Yovan sebagai tuan muda, pria itu diberi pekerjaan ringan dan menghabiskan sepanjang hari minum kopi di kantor.

Malam harinya, Kiana masih harus memasak meski kelelahan. Sementara, Yovan akan membaca buku seperti yang barusan dikatakannya.

Baru saja Kiana bisa berbaring di tempat tidur, Yovan datang mengusiknya lagi. Pria itu mengeluhkan dirinya tidak cukup antusias...

Memikirkan hal ini, Kiana ingin menampar wajahnya sendiri beberapa kali.

Dia pasti sudah gila waktu itu. Bagaimana dia bisa menoleransi Yovan memperlakukannya seperti itu?

Yovan jelas-jelas bisa membelikannya apartemen besar atau vila sekarang, tetapi pria itu justru membelikannya rumah kumuh ini. Pria itu bahkan tersentuh dengan tindakannya sendiri.

"Aku nggak suka rumah ini. Kalau kamu suka, tinggal saja sendiri."

Usai melontarkan kata-kata itu, Kiana langsung berbalik dan pergi.

Begitu sampai di lantai bawah, Yola Winata, seorang rekan satu timnya, meneleponnya.

"Ketua, apa yang terjadi? Rachel dipindahkan ke tim kita. Katanya dia akan mengambil alih pekerjaanmu."
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dulu Kau Permainkan Aku, Kini Aku Istri Sultan   Bab 50

    Keesokan paginya, Kiana kembali ke rumah Rachel. Dia mendapati Yovan dan ibunya ada di sana. Keduanya kelihatan sangat marah. Rachel sendiri mengerutkan kening dan tampak kecewa."Kiana, bagaimana kamu bisa melakukan hal nggak tahu malu seperti itu? Mau taruh di mana wajah Yovan dan Keluarga Sumargo kami?"Kiana mengangkat alisnya. "Apa yang sudah aku lakukan?"Yovan menggertakkan giginya dan melemparkan beberapa foto ke atas meja. "Aku lihat kamu mau bagaimana menjelaskannya!"Kiana menunduk dan melihat tumpukan foto itu. Benar saja, itu fotonya dirinya dengan James saat pergi ke hotel tadi malam. Ada foto mereka mengobrol dan tertawa, foto dirinya menggandeng tangan James saat mereka masuk lift, dan foto mereka memasuki kamar hotel.Fotonya sangat jelas. Rachel benar-benar telah berusaha keras."Mau jelaskan apa lagi? Aku sudah perhatikan dia nggak bisa duduk diam sejak lama. Bergaul dengan laki-laki sepanjang hari dan sering nggak pulang malam. Kurasa ini bukan pertama kalinya. Laki

  • Dulu Kau Permainkan Aku, Kini Aku Istri Sultan   Bab 49

    "Dari awal, kita sudah bilang jelas. Kamu mau posisi Nyonya Sumargo. Aku mau anak. Tapi aku nggak akan putus dengan Kiana. Kamu juga sudah janji padaku.""Tapi… tapi aku mencintaimu. Begitu mencintaimu sampai-sampai aku memilih mengkhianati sahabatku sendiri. Demi lahirkan anak untukmu, aku rela hidup dalam kegelapan. Kamu... kamu malah memperlakukanku seperti ini. Menyakitkan sekali."Melihat Rachel menangis, Yovan merasa tidak tega. Dia berdiri dan berjalan ke arahnya."Sudah, jangan nangis. Ingat, kamu lagi hamil.""Jadi, kamu masih marah sama aku?""Kamu menaruh benda itu ke sakuku sebelumnya, apalagi ketahuan sama Kiana. Mana mungkin aku nggak marah.""Sayang, maafkan aku. Nggak akan kulakukan lagi."Yovan memeluk Rachel dan berencana membawanya kembali ke kamar tidur. Namun, Rachel melingkarkan lengannya di leher Yovan dan berjinjit untuk menciumnya."Jangan. Kalau nanti dilihat sama Kiana...""Dia sudah tidur. Mana mungkin bisa lihat.""Sudah larut.""Sayang, aku tahu kamu menci

  • Dulu Kau Permainkan Aku, Kini Aku Istri Sultan   Bab 48

    Kembali ke kediaman Sumargo? Itu hal yang mustahil.Lantaran menyetujui pernikahan Keluarga Januar, dia tentu harus pindah dari kediaman Sumargo. Dia tidak akan memberi kesempatan lagi pada Yovan untuk menyentuhnya.Kiana kembali ke rumah Rachel lagi. Kali ini, Yovan yang mengantar mereka kembali.Karena Kiana bilang ingin makan udang karang dari Gang Muri, Yovan segera berkendara ke sana selama satu jam untuk membelinya.Kiana sengaja bertanya pada Rachel, "Rachel, kamu mau makan?" Rachel langsung memasang ekspresi tidak setuju. "Yovan sudah capek seharian. Kamu masih ingin dia pergi jauh-jauh hanya untuk membelikanmu udang karang. Kamu sungguh nggak peduli dengan kesehatannya.""Betul juga." Kiana berbalik dan bertanya pada Yovan, "Jadi, kamu kecapekan?"Yovan menatapnya dengan penuh kasih dan berkata, "Asalkan kamu mau, aku bisa petikkan semua bintang di langit untukmu.""Aku mau.""Kamu nggak takut kalau aku naik ke sana, aku nggak bisa turun lagi?""Kalau begitu, aku bisa melihat

  • Dulu Kau Permainkan Aku, Kini Aku Istri Sultan   Bab 47

    Rachel ingin membongkar kebenaran, tetapi Kiana tidak mengizinkannya!Lantaran permainan telah dimulai, jangan harap ada yang bisa menghentikannya sebelum dia puas bersenang-senang!Apa lagi yang bisa dikatakan Rachel? Dia hanya bisa menundukkan kepalanya dalam-dalam, seperti orang yang berdosa."Hais. Anggap saja ini salah Rachel. Lagian, dialah yang menyebabkan masalah ini." Kiana menatap ayahnya Yovan. "Apa yang bisa aku bantu?"Ayahnya Yovan menghela napas lega, tetapi saat memikirkan apa yang dia inginkan dari Kiana, dia ragu apa Kiana sungguh mampu melakukannya.Namun, yang bisa mereka lakukan sekarang hanyalah berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan situasi."Grup Januar menolak untuk berkomunikasi dengan kita sekarang. Baik kami menelepon ataupun Yovan yang langsung berkunjung sendiri, semuanya nggak berguna.""Jadi, kamu ingin aku menghubungi Pak James?""Karena kamu pernah berhubungan dengan Grup Januar sebelumnya, aku rasa kamu pasti punya beberapa koneksi dengan Pak Jame

  • Dulu Kau Permainkan Aku, Kini Aku Istri Sultan   Bab 46

    "Dalam perjalanan pulang, Yovan seharusnya sudah memberitahumu tentang proyek Grup Januar…""Maksudmu, celana dalam merah itu?"Ayahnya Yovan melotot. "Celana dalam merah apa? Maksudku...""Dia sudah tahu mau bagaimana menjelaskannya?"Karena pembicaraannya terpotong dua kali, ayahnya Yovan mendengus berat. Melihat Kiana tidak mau menyerah, ayahnya Yovan juga paham. Jika dia ingin minta bantuan Kiana hari ini, mereka harus memberi penjelasan tentang celana dalam merah itu.Namun, memikirkan celana dalam merah itu dan membayangkannya dilempar ke dalam sup ayam, pria itu merasa mual. Lalu, memikirkan bahwa itu milik Rachel, dia bertambah jijik.Menyadari ayahnya Yovan merasa jijik, Rachel mengepalkan tangannya erat-erat."Kiana, sekarang bukan waktunya membicarakan hal ini. Ada masalah besar terjadi di perusahaan...""Jadi, kapan baru dibicarakan?""Kiana, kalau kamu terus begini, kamu sudah keterlaluan!"Kamu yang selingkuh. Sekarang kamu bilang aku keterlaluan?""Aku… aku nggak selingk

  • Dulu Kau Permainkan Aku, Kini Aku Istri Sultan   Bab 45

    Kiana paling tahu dengan kemampuan yang dimiliki Rachel."Sebarkan beritanya dan tunggu perusahaan lain saja."Sebelum Kiana meninggalkan perusahaan, orang-orang dari Thevas mulai menghubungi James satu per satu, tetapi James tidak menjawab satu pun. Saat Kiana sampai di garasi bawah tanah dan masuk ke mobilnya, mobil Yovan kebetulan parkir di seberang mobilnya.Yovan keluar dari kursi pengemudi dan Rachel keluar dari kursi penumpang. Yang satunya memasang ekspresi mendesak di wajahnya dan yang satunya lagi kelihatan panik."Ayah memberikan proyek sepenting ini padamu karena dia percaya padamu, tapi kamu malah mengacaukannya!" Yovan tidak kuasa menahan emosinya dan langsung membentak Rachel.Mata Rachel langsung memerah. "Aku sangat yakin dengan desainku. Aku nggak tahu kenapa mereka nggak puas. Mungkin mereka hanya ingin mempersulit kita?""Mereka sudah mau mengganti perusahaan desain. Apa kamu merasa mereka hanya mau mempersulit kita?"Saat mendengar itu, Rachel mundur dan tidak bera

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status