Share

Bab 5

Author: Janice Sinclair
Yovan marah karena Kiana tidak mau menerima rumah itu.

Dalam perjalanan pulang, pria itu tidak mengucapkan sepatah kata pun padanya.

Sesampainya di rumah, melihat putranya tidak senang, ibunya Yovan langsung memelototi Kiana.

Kiana tidak menggubris ibunya Yovan dan langsung naik ke atas untuk berganti pakaian.

Malam harinya, Kiana baru turun untuk makan. Ayahnya Yovan dan Yovan tidak makan di rumah. Ibunya Yovan sedang duduk sendirian di meja makan, tetapi tidak ada piring dan sendok untuk Kiana.

"Sepertinya kamu lagi emosi. Jadi, mungkin kamu nggak lapar. Itu sebabnya, aku nggak minta Bi Ida menyiapkan makanan untukmu."

"Benarkah?"

Melihat Bi Ida keluar dari dapur membawa sepiring makanan, Kiana langsung pergi mengambilnya.

Dulu, dia akan menyiapkan makan malam bersama Bi Ida, jadi Bi Ida mengira Kiana ingin membantu dan langsung memberikannya kepadanya.

Kiana pura-pura tidak mengambilnya, lalu menarik tangannya kembali. Piring berisi makanan itu pun terjatuh ke lantai.

Saat melihat hal itu, ibunya Yovan langsung membentak Kiana, "Apa yang terjadi denganmu?! Kamu bahkan nggak bisa melakukan hal-hal kecil seperti menyajikan hidangan. Keluarga Sumargo benar-benar rugi punya menantu sepertimu!"

"Aku nggak sengaja."

Kiana berpura-pura sedih. Dia bergegas ke dapur untuk mengambil piring baru. Setelah itu, dia memungut makanan yang terjatuh ke lantai, lalu menaruhnya kembali ke piring, dan meletakkannya di depan ibunya Yovan.

"Apa yang kamu lakukan?"

"Makanlah. Jangan mubazir."

"Kamu suruh aku makan sampah yang jatuh di lantai?"

"Bukankah sampah paling pas dengan seleramu?"

"Kamu!"

'Karena kamu memang sampah!'

Melihat ibunya Yovan begitu marah hingga wajahnya membiru, Kiana mencuci tangannya dan naik ke atas dengan gembira.

Keesokan harinya. Begitu sampai di kantor, Yola sedang menunggunya di pintu lift.

"Ketua, apa yang terjadi sebenarnya? Aku khawatir sekali! Bukankah Rachel temanmu? Kenapa dia mau mencuri proyekmu? Apalagi, kontraknya sudah hampir ditandatangani dan kita akan segera menuai hasilnya. Bukankah ini termasuk intimidasi?"

Yola dipromosikan olehnya dan berpihak padanya.

Kiana menepuk bahunya dan berkata, "Jangan khawatir, aku punya persiapan."

"Persiapan apa?"

Kiana hanya memberinya senyum nakal, tetapi tidak menjelaskan.

Yola merangkul lengan Kiana sambil berkata, "Apa pun yang terjadi, kamu nggak boleh menelantarkanku!"

Usia Yola tiga tahun lebih muda darinya. Yola sudah seperti adiknya sendiri. Dia sering memeluk Kiana dan bertingkah manja di depannya.

Kiana menepuk dahi Yola dan berkata, "Aku tahu."

Begitu sampai di departemen proyek, semua rekannya menatapnya dengan cemas, seakan ingin tahu apa yang telah terjadi.

Kiana tersenyum pada mereka untuk meyakinkan mereka.

"Kiana, akhirnya kamu datang ke kantor juga. Ayo ikut aku pergi menemui CEO." Rachel mengenakan setelan jas, tetapi dia memakai sepatu datar. Jadi, dia terlihat jauh lebih pendek sewaktu berjalan ke depan Kiana.

Dia meraih tangan Kiana dan menuju ke ruangan CEO.

"CEO tiba-tiba memintaku untuk mengambil alih proyek ini. Bagaimana aku bisa mengambil hasil kerja kerasmu begitu saja? Aku ingin menolak, tapi sikap CEO sangat tegas. Aku terpaksa hanya bisa setuju. Aku pikir begitu kamu datang ke kantor, kita akan menemui CEO dan membahasnya bersama."

Rachel jelas sengaja mengucapkan kata-kata ini agar didengar oleh semua rekan kerja.

Dia bukan tipe orang yang akan mengkhianati teman. Dia lebih suka mengorbankan kepentingannya sendiri demi mendukung temannya.

Setelah mendengar apa yang dikatakannya, semua rekan lainnya menunjukkan ekspresi kagum.

Kiana menatap Rachel.

Sejak kapan sahabatnya menjadi begitu munafik?

Atau mungkin dia yang belum pernah melihat wajah Rachel yang sesungguhnya...

Jika dia mendengarkan perkataan Rachel dan pergi menemui ayahnya Yovan sekarang, alhasil ayahnya Yovan hanya akan mengusirnya dengan tegas dan memaksa Rachel untuk mengambil alih proyek tersebut.

Dengan begitu, semua rekan kerja tidak akan berpikir bahwa Rachel yang mencuri proyek teman baiknya. Sebaliknya, akan menduga ada yang salah dengan Kiana sendiri. Itu sebabnya, CEO bisa menendang Kiana keluar dari proyek tersebut.

Mereka sekeluarga benar-benar bekerja sama dengan baik.

"Hais, perusahaan ingin menyingkirkanku begitu selesai dimanfaatkan. Tentu saja aku nggak setuju, tapi kalau kamu yang mengambil alih, aku akan lebih tenang." Kiana menggenggam tangan Rachel. "Lagian, kita berteman baik. Kamu akan menuai hasil jerih payahku, jadi kamu tentu akan mengingat kebaikanku."

Kata 'perusahaan ingin menyingkirkanku begitu selesai dimanfaatkan' telah menjelaskan semuanya.

Kata 'kamu akan menuai hasil jerih payahku' juga membuktikan hasil kerja keras Kiana. Sebaliknya, Rachel hanyalah orang yang menuai hasil instan saja.

Bagaimana rekan kerja dalam satu tim bisa dengan tulus menerima seseorang yang hanya tahu cara menuai hasil?

Rachel tidak bisa tertawa. "A… aku nggak bisa mengambil alih proyek ini."

"Jadi, kamu mau mengundurkan diri?"

"Aku…"

"Tentu saja aku tahu kamu nggak tega."

Kiana tersenyum tipis. Dia tampak toleran dan murah hati. Hal ini seketika membuat Rachel kelihatan picik dan berpikiran sempit.

Dia tidak membiarkan Rachel mengikutinya, tetapi dia pergi ke kantor ayahnya Yovan sendirian.

Ayahnya Yovan tahu dia akan datang. Dia juga sudah memikirkan rencana untuk mengatasinya.

"Kiana, kamu harusnya tahu aku selalu menghargaimu. Waktu aku pensiun nanti, Yovan akan mengambil alih perusahaan. Saat itu, kamu pasti akan menjadi istri yang baik dan tangan kanannya. Selagi aku masih memimpin perusahaan, aku harap kamu bisa memperluas wilayah kekuasaan Keluarga Sumargo. Anak muda butuh lebih banyak pengalaman untuk memikul tanggung jawab besar."

Bentuk manipulasi psikologis seperti ini sangat cocok untuk mahasiswa yang baru saja bergabung di perusahaan, tetapi sayangnya Kiana kini sudah menjadi veteran.

"Apa maksud Bapak? Aku nggak mengerti."

"Ada proyek di Kota Hairos yang ingin aku serahkan padamu. Proyek ini juga sangat penting dan aku hanya percaya padamu."

Heh! Menugaskan dirinya ke tempat lain agar Rachel bisa kembali ke kediaman Keluarga Sumargo dan merawat kehamilannya dengan baik.

Mereka sekeluarga hidup berbahagia. Sebaliknya, Kiana bukan hanya hidup dalam kegelapan, tetapi juga harus bekerja seperti budak untuk Keluarga Sumargo.

Semua taktik ini patut untuk diberi acungan jempol.

"Aku nggak akan pergi ke Kota Hairos. Seperti yang aku katakan sebelumnya, aku akan mundur dari proyek Januar, tapi kalian harus memberiku acara pernikahan yang megah."

Ayahnya Yovan mengerutkan kening. "Aku bicara baik-baik padamu sekarang karena kamu menantuku. Kalau nggak, hmph!"

Kiana mengangkat alisnya. "Kalau nggak, kenapa?"

"Aku juga bisa pecat kamu langsung!"

Memecatnya?

"Oh, baiklah. Kalau begitu, pecat saja aku! Aku bisa minta acara pernikahan pada Yovan, tapi kamu harus memberiku bonus untuk proyek ini. Kalau nggak, aku nggak akan serah terima!"

Ayahnya Yovan menghela napas berat. "Kiana, kenapa kamu jadi egois sekali sekarang? Aku sangat kecewa."

Kiana berdiri dan berkata, "Aku percaya kerja keras akan membuahkan hasil. Ini bukan egois, tapi sudah sepantasnya aku dapatkan."

Agar serah terima proyek berjalan lancar, ayahnya Yovan meminta Departemen Keuangan untuk mentransfer bonus pada Kiana di saat itu juga.

Ini bukan jumlah yang sedikit. Wajah ayahnya Yovan tampak tidak senang.

Meski wajah ayahnya Yovan tidak senang, wajah Kiana tampak sangat senang.

Setelah keluar dari ruangan ayahnya Yovan, Kiana pergi ke atap dan menelepon manajer di Grup Januar yang bertanggung jawab atas proyek ini.

"Pak Ishan sudah memberitahumu, 'kan?"

"Ya, kamu akan menjadi penanggung jawab utama proyek ini ke depannya. Departemen kami akan menuruti perkataanmu."

"Orang dari Grup Thevas akan datang besok untuk menandatangani kontrak."

"Kontraknya sudah kami buat."

"Sobek saja."

"Hah?"

"Aku merasa ada beberapa masalah dengan desain mereka. Kamu tinggal tunjuk beberapa poin kecil dan minta mereka untuk mengubahnya."

"Baik, aku mengerti. Aku akan melakukannya sesuai perintahmu."

Setelah menutup telepon, Kiana tertawa sinis.

Benar saja, mengerjai orang lain memang sangat menyenangkan.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dulu Kau Permainkan Aku, Kini Aku Istri Sultan   Bab 130

    Kediaman Sumargo kacau balau. Mereka langsung menyuruh pelayan untuk segera memanggil dokter.Ibunya Rachel diusir, jadi dia terpaksa kembali ke rumah Kiana lagi.Rachel ditarik keluar secara kasar oleh Yovan. Pria itu mengarahkan jarinya ke hidungnya. Dia menyuruh Rachel mengembalikan semua barang yang dibeli ibunya, membayar selisih harganya, dan mengusir ibunya. Jika tidak, pria itu akan menceraikannya."Bagaimanapun juga, ibuku itu ibu mertuamu. Bagaimana kamu bisa…"Sebelum Rachel selesai berbicara, Yovan sudah menampar wajahnya."Kamu sengaja memanfaatkan ibumu untuk membuatku dan seluruh keluargaku jijik, 'kan?"Rachel menutupi wajahnya. Air mata membasahi wajahnya."Kalau itu Kiana, apa kamu juga akan memperlakukannya seperti ini?""Apa kamu dan dia sama?"Rachel terdiam."Kamu bahkan nggak pantas dibandingkan dengannya!"Kata-kata Yovan bagaikan pisau yang menusuk hati Rachel. Hanya saja, tidak peduli seberapa sedihnya Rachel, dia tidak bisa melihat sedikit pun rasa sakit hati

  • Dulu Kau Permainkan Aku, Kini Aku Istri Sultan   Bab 129

    Setelah memikirkannya, dia akhirnya memutuskan untuk mengesampingkan harga dirinya. "Benar, aku simpanan ayahnya. Dia suka kepribadianku yang penuh semangat dan supel. Dia bilang istrinya di rumah seperti batu bata, membosankan. Dia juga bilang aku membuatnya merasa muda kembali!"Perkataan Kiana barusan telah mengejutkan semua orang. Sebaliknya, perkataan ibunya Rachel sekarang membuat semua orang tercengang."Ibu!" teriak Rachel.Yovan mengumpat. "Sialan!"Ibunya Yovan baru bereaksi. Dia menerjang maju dan bersiap untuk mencabik-cabik mulut ibunya Rachel. "Dasar jalang tua, kalau kamu asal bicara lagi, akan kuhajar kamu sampai mati!"Polisi terkejut dengan kejadian ini dan segera turun tangan untuk memisahkan kedua orang itu."Sudahlah. Kalian berdua, tenanglah dulu!""Bi... Bisa-bisanya aku punya... Rachel, kamu... kamu sungguh..." Setiap kata yang diucapkan ibunya Yovan menyentuh urat sarafnya. Jadi, dia tidak mampu menyelesaikan kalimatnya dan tidak bisa melampiaskan emosinya. Ter

  • Dulu Kau Permainkan Aku, Kini Aku Istri Sultan   Bab 128

    "Tentu saja kami sekeluarga. Keluarga yang sesungguhnya!"Saat mengucapkan kata-kata ini, ibunya Rachel tampak agak bangga.Yovan buru-buru maju untuk menghalangi ibunya Rachel berbicara. "Aku peringatkan kamu, jangan asal bicara lagi!""Sejak aku datang, kamu terus-terusan memperlakukanku seperti ini. Aku lebih tua darimu. Kamu juga harusnya panggil aku 'Ibu'!" Ibunya Rachel menepis tangan Yovan yang menunjuk ke arahnya dan membentaknya dengan keras."Dia panggil kamu 'Ibu'?" Mata Kiana melebar."Kiana, dia asal bicara saja. Aku, aku…" Yovan tidak bisa menjelaskan."Memangnya kamu pantas dipanggil sama putraku? Kamu kira kamu siapa!" Ibunya Yovan memaki ibunya Rachel. Hanya saja, karena takut Kiana akan menebak kebenaran melalui sebutan 'ibu' ini, dia pun buru-buru menjelaskan, "Keluarga kami nggak kenal dia. Dia hanya wanita gila!""Kamu yang gila!" teriak ibunya Rachel pada ibunya Yovan."Yang gila itu kamu!""Apa kamu lupa sama pukulanku tadi malam?""Coba saja kalau kamu berani me

  • Dulu Kau Permainkan Aku, Kini Aku Istri Sultan   Bab 127

    "Kiana, kelak kamu nggak boleh begini lagi…"Sebelum menyelesaikan kata-katanya, ponsel ibunya Yovan kembali berbunyi. Dia memeriksanya dan matanya langsung terbelalak."600 juta? Apa yang kamu lakukan? Kamu habiskan 600 juta begitu saja?"Mendengar angka itu, Yovan juga terkejut. "Kiana, kamu… kamu keterlaluan!"Keduanya terus menceramahinya, tetapi kemudian segera menyadari ada yang aneh.Kiana berdiri di depan mereka. Bagaimana dia menghabiskan 600 juta?"Kamu…"Kiana berseru, lalu buru-buru mengeluarkan dompetnya dan mengacak-acak isi tasnya. Dia membelalakkan matanya sambil berkata, "Kartu itu hilang!""Hilang?" Ibunya Yovan terkejut lagi. "Jadi, bukan kamu yang habiskan semua uang itu?"Kiana mengangguk. "Aku memang pergi ke mal hari ini, tapi aku belanja pakai uangku sendiri."Buat apa dia habiskan uang Keluarga Sumargo untuk membeli barang penikahannya dengan Tristan?Bukankah itu lucu sekali?"Pasti ada yang mengambilnya dan menggesek kartuku. Tapi juga nggak masuk akal, bagai

  • Dulu Kau Permainkan Aku, Kini Aku Istri Sultan   Bab 126

    Kiana kembali ke vila dan bertemu dengan Yovan yang juga baru saja kembali.Saat Yovan melihatnya, alis pria itu langsung berkerut."Eh, kenapa kamu pulang kerja secepat ini?" tanya Kiana berpura-pura terkejut.Yovan berusaha menahan diri, tetapi tidak bisa."Kiana, sejak kapan kamu jadi sematerialistis ini? Dulu kamu nggak seperti ini. Kamu benar-benar mengecewakanku!" Selesai mengatakan itu, Yovan pun masuk ke kediaman Sumargo dengan kesal.Kiana mengerutkan bibirnya. Pria itu menyebutnya materialistis sekarang. Dulu, mereka berdua tinggal di apartemen sewa. Penghasilan Yovan sangat minim karena dia tidak mendapatkan komisi. Pria itu numpang makan dan tinggal gratis di rumah Kiana. Mengapa pria itu tidak menyebutnya materialistis waktu itu?Akan tetapi, dilihat dari betapa marahnya Yovan sekarang, ibunya Rachel pasti tidak mengecewakannya.Kiana pun pergi ke kediaman Sumargo. Ibunya Yovan juga sedang menunggunya."200 juta! 200 juta habis dalam sekejap!""Kamu kira kamu punya banyak

  • Dulu Kau Permainkan Aku, Kini Aku Istri Sultan   Bab 125

    Saat ini, Tristan juga kelihatan tidak sabar, seolah-olah Kiana sedang mencari masalah dengannya.Kiana langsung mengambil mangkuk berisi sup hitam itu, menegaknya sekaligus, lalu membalikkan mangkuk itu. Dia tampak sangat arogan.Tristan melengkungkan bibirnya membentuk senyum. "Hari ini nggak lupa lagi?""Kamu boleh mempertanyakan aspek lain dari diriku, tapi kamu nggak boleh mempertanyakan integritasku. Inilah fondasi yang kupegang," ujar Kiana."Aspek lain, misalnya kepribadian? Bakat? Atau penampilan? Fisik?""Itu nggak penting!"Tristan terkekeh pelan. Dia menghisap rokoknya dalam-dalam lagi, lalu hendak menutup telepon."Eh, lenganmu kenapa?"Kiana melihat lengan Tristan yang terangkat punya luka besar. Darah telah menodai kemeja putihnya hingga menjadi merah.Tristan meliriknya dengan santai dan berkata, "Nggak sengaja tergores tadi."Ini jelas merupakan jawaban yang asal-asalan, tetapi Kiana juga tidak mendesak masalah itu lebih jauh."Lebih baik pergi ke rumah sakit biar diba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status