Share

5. Olahraga

Dua hari Acha sakit, sekarang Acha sudah kembali beraktivitas seperti biasa yaitu tiduran makan dan nonton drama seperti biasa dikamarnya.

"Wajar aja lo sakit, lo gak pernah mau gerak."

Acha hanya melirik tanpa peduli omongan Reno.

"Mangkanya kamu ajakin olahraga, Ren." Timpal Bagas, Papah Acha yang sedang melihat-lihat kondisi kamar putri nya.

Bagas pulang kemarin malam karna mendengar kabar putri nya sakit, Reno pikir dengan kepulangan papahnya Acha akan berubah ternyata tidak berpengaruh sama sekali.

Hubungan antara Acha dan Bagas tidak terlalu dekat, Mamah Acha meninggal saat Acha masih SMP sedangkan Bagas lebih fokus bekerja membiarkan Acha sendirian dirumah.

Selain Reno Bagas tidak bisa mempercayakan Acha kepada siapapun. "Acha kalo gak dipaksa mana mau, liat aja badannya itu." Ucap Bagas.

"Susah om, dia gak pernah mau olahraga walaupun saya paksa."

Bagas geleng-geleng putri nya memang susah diatur, dirinya sudah sangat pasrah pada Acha. Bersyukur nya Bagas memiliki harta yang cukup jadi masa depan Acha masih bisa dilihat.

Walaupun namanya dipergunjingkan Acha tetap tidak peduli, orang-orang terlalu ribet memikirkan hidupnya padahal dirinya sendiri saja santai.

Bagas menarik tangan Reno mengajaknya keluar kamar Acha. "Reno, kamu mau tolong in om?"

"Tolong apa ya om?."

Bagas berbisik pada Reno membuat Reno melotot mendengar bisikan Bagas. "Serius om?" Reno ragu sekali pada ide Bagas.

"Om, saya rasa gak perlu kaya gitu, Acha masih muda." Reno kurang setuju.

Bagas ingin menjodohkan Acha dengan rekan kerjanya yang masih muda agar hidup Acha lebih terurus dan Reno diminta untuk membujuk Acha agar mau menerima perjodohan itu.

"Om udah capek, Ren. Om udah tua, Acha makin kesini malah makin-makin malasnya."

Bahkan orang tua nya saja sudah se pasrah itu?

"Acha gak mungkin mau om."

"Kamu bilang saja calon suaminya mirip seperti siapa itu yang suka dia tonton, mmmm.... heyo seop itu om lupa namanya."

Reno memijat pangkat hidungnya pusing. "Om tenang aja, Acha gak perlu dijodohin kaya gitu saya yakin pasti ada cowok yang mau nerima dan ngurus Acha dengan tulus."

Bagas melihat Reno dengan tatapan yang tidak bisa ditebak, Bagas seperti sedang menyusun sesuatu dipikirkannya.

"Selama ini apa kamu tulus?" Reno spontan mengangguk.

"Kenapa tidak kamu saja kalo begitu yang menikahi Acha."

Reno berkedip. "Bukan saya juga, om. Maksud saya orang lain." Jelas Reno agar Bagas tidak salah paham.

"Kenapa memangnya, kalo sama kamu Om udah pasti restuin dan bawa kalian ke KUA langsung."

"Saya gak mau."

Bagas menghela nafasnya sedih. "Entah gimana nasib Acha nanti Reno. Dia gak mau kuliah, gak mau ngurus dirinya sendiri, mau jadi apa dia nanti."

"Kasihan sekali putri ku."

Reno meringis. "Om gak perlu khawatir selagi saya belum menikah saya masih mau ngurusin Acha." Ucap Reno menepuk-nepuk pundak Bagas.

Dibalik raut sedih Bagas tanpa Reno ketahui Bagas diam-diam tersenyum puas dalam hati nya.

*****

Nafas Acha memburu, keringat membasahi sekujur badannya detak jantungnya tidak karuan rasanya Acha ingin pingsan saja. Sore ini dirinya dipaksa untuk lari mengelilingi komplek perumahannya, jika Acha tidak menurut maka Reno tidak akan mau mengurusnya lagi.

Acha takut?

Tentu saja, jika Reno tidak mengurusnya maka hidupnya akan berantakan dan tidak ada yang memberi makan padanya bisa-bisa dirinya mati.

"Cepetan." Perintah Reno yang berada beberapa meter didepan nya.

Acha mengangkat tangannya menyerah dirinya tidak sanggup lagi, badannya sempoyongan menyingkir dari jalanan.

Reno menghela nafas pelan menghampiri Acha yang duduk lesuh dipinggiran jalan menyelonjorkan kaki nya.

"Bangun, tanggung bentar lagi sampe."

Acha menepis tangan Reno, cowok itu benar-benar tidak merasa kasihan pada nya.

"Kaki gue berasa mau copot dari sendi-sendi nya."

"Itu karna lo gak pernah olahraga, coba kalo lo sering olahraga pasti gak bakalan gitu."

Lima menit Reno biarkan Acha beristirahat. Reno harus belajar tega kepada Acha jika Reno terus memanjakannya maka Acha tidak akan pernah berubah dari kebiasaannya.

"Cukup istirahatnya, ayo lanjut." Reno berlari meninggalkan Acha yang masih duduk.

Acha membuang nafasnya kesal, Mau tidak mau Acha bangun dan berlari menyusul Reno. "Tungguin."

Reno memelankan langkah kaki nya membiarkan Acha mengimbangi lari nya. "Bentar lagi sampe, semangat." Reno tersenyum mengambil tangan Acha dan menggenggamnya.

Keduanya berlari sampai kedepan rumah Acha, Reno membiarkan Acha yang langsung tiduran di sofa dengan keringat yang bercucuran.

Reno mengambil segelas air putih didapur memberikannya pada Acha. "Minum." Lalu berjongkok, tangannya bergerak melepaskan sepatu yang digunakan Acha.

"Lusa gue ke Bandung." Reno memulai pembicaraan.

"Gue ikut."

"Gue kerja bukan liburan."

Acha mengangkat bahu nya tidak peduli. "Gue bisa nunggu di hotel."

Reno mengambil gelas kosong ditangan Acha menaruhnya di meja. "Sekarang ada papah lo, gak ada alasan buat gue gak tega ninggalin lo dirumah." Ujar Reno duduk di sebelah Acha menyandarkan punggungnya.

Acha mengangkat kedua kaki nya menaruhnya keatas paha Reno lalu dirinya tiduran menyamping disofa. "Pijitin, baru gue izinin lo pergi tanpa gue." Songong tapi Reno tetap melakukannya.

"Atasnya dikit." Reno menurut sesuai perintah Acha.

"Pelan-pelan, sakit."

"Kepelanan Reno."

"Bawel."

Bagas datang menghampiri dari dapur masih dengan celemek yang digunakannya. "Ayo makan dulu, makanannya udah mateng." Ajak Bagas.

"Bawain kesini aja."

Reno mencubit kaki Acha hingga si empunya meringis kesakitan.

"Sakit tau." Ringis Acha mengelus bekas cubitan Reno.

"Papah lo udah masak, lo seeenaknya nyuruh-nyuruh."

"Apa sih, orang papah juga gapapa." Ucap Acha membela diri.

Bagas benar-benar membawakan makanannya kesana untuk Acha, Reno geleng-geleng Acha terlalu dimanjakan oleh papah nya.

Padahal dirinya sendiri juga sama saja, tidak sadar diri memang.

"Om jangan manjain Acha terus, dia kebiasaan jadinya." Ucap Reno, Bagas hanya tersenyum.

"Kasian dia habis lari pasti capek."

"Denger tuh." Acha menimpali.

Reno menghela nafas penjang sudahlah tidak ada guna nya dirinya berbicara Acha yang cuek tidak peduli dan Bagas yang pasrah saja pada putrinya.

******

"Kamu mau makan apa?." Bagas bertanya pada Acha yang berbaring dengan laptop diatas perutnya.

Acha melihat sekilas Bagas. "Terserah."

"Soto mau?"

"Mau." Bagas keluar dari kamar Acha pergi ke dapur untuk segera memasak.

Sudah dua hari Reno dibandung dan hari ini cowok itu belum menelpon Acha, mungkin sibuk Acha tetap berpikir positif.

Acha mengembuskan nafas bosan untuk kesekian kalinya. Drama yang dilihatnya pun sudah sangat membosankan, disingkirkannya laptop diatas perutnya kemudian beringsut duduk.

Matanya melihat kanan dan kiri. "Gak ada Reno bosen juga." Gumam Acha padahal jika ada Reno pun dirinya tidak berbuat apa-apa selain makan dan nonton.

Acha turun dari kasurnya berjalan keluar kamar dengan modal handphone saja. Melewati papahnya yang sedang sibuk memotong sayuran didapur.

"Mau kemana?."

"Keluar."

Mendengar jawaban Acha Bagas langsung menaruh pisau nya menghampiri Acha. "Jangan aneh-aneh diem dikamar nonton oppa Korea mu saja."

Acha memutar bola matanya. "Aku bosen, Pah."

Bagas memutar otaknya agar Acha tidak pergi keluar, bukan apa-apa terakhir Acha nekat pergi keluar sendiri dia hampir tertabrak gojek online yang sedang membawa penumpang.

"Bantuin papah masak kalo begitu."

"Gak mau." Tolak Acha.

Bagas berdecak. "Kamu harus bisa masak supaya Reno mau nikahin kamu." Ujar Bagas menarik Acha ke dapur.

"Buktiin ke Reno kalo kamu gak males." Bagas memberikan sayuran mentah yang harus dipotong pada Acha.

"Siapa yang mau nikah sama Reno sih, Pah."

"Kamu masa papah."

"Reno udah punya pacar."

Bagas terdiam, gawat jika Reno memiliki pacar rencananya bisa berantakan kalo begitu, otak nya berpikir keras memikirkan strategi apa yang harus dilakukannya.

Acha mendengus entah apa yang sedang papahnya pikirkan, mending dirinya kembali ke kamarnya saja meninggalkan papahnya yang masih berpikir keras didapur.

To be continude

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status