Share

6. Scene kissing

Malam.

"Mochi buat lo."

"Tengsuuuu." Manik mata yang bersinar seperti kucing menyambut suka cita box mochi varian rasa dari Reno yang baru saja pulang dari Bandung.

Cowok itu langsung kerumah Acha setelah tiba di Jakarta. Beberapa hari meninggalkan sahabatnya membuat perasaan Reno bercampur aduk, dirinya selalu ingin segera melihat Acha.

Kangen?

Reno tidak pernah menemukan titik terang perasaannya yang dirinya tau hanya dia ingin segera melihat Acha itu saja.

"Kerjaan lo gini terus?" Tanya Reno pada Acha yang tidur bersandar memakan mochi yang dibawakannya sambil menonton drakor dilaptopnya.

"Ngerjain apa lagi emang?." Acha balik tanya tanpa mengalihkan perhatiannya.

Reno geleng-geleng salah memang dirinya bertanya seperti itu.

Melihat Acha yang begitu fokus menonton Reno jadi kepo dengan apa yang sahabat nya itu tonton. Reno ikut berbaring disebelah Acha matanya ikut menonton tapi baru beberapa menit dirinya nebeng tiba-tiba Acha berbisik di kupingnya.

"Ini drakor 18 plessss." Reno menoleh membuat wajahnya dengan Acha berhadapan langsung.

Wajah Acha yang putih bersih dengan alis tebal dan bulu mata yang lentik tanpa polesan apapun terlihat sangat cantik. Reno berkedip melihat keindahan itu, kemana saja dirinya kenapa Reno baru sadar jika Acha secantik ini.

"Liat, liat. Ini Scene favorit gue." Ucap Acha.

Reno tertegun saat melihat scene kissing drakor yang sedang mereka tonton.

"Gue penasaran.... No, Ayo."

"Ayo apaan lo?."

"Kita ciuman kaya mereka."

Bola mata Reno melotot. "Astagfirallah, Acha." Reno segera mematikan laptop itu lalu menaruhnya ke nakas, melihat drakor seperti itu akan membawa pengaruh buruk untuk Acha tidak bisa Reno biarkan.

Acha berdecak kesal.

"Istigfar lo."

"Apaan sih, cuman ciuman doang kaya gak pernah aja lo."

"Eh mulutnya, gue emang gak pernah ya." Ucap Reno nyolot.

"Gak pernah apa?."

"Ciuman."

Acha menyipitkan matanya mencari kebohongan di wajah Reno. "Mang eakk?."

Reno menoyor jidat Acha gemas. "Iyalah anjir, emang gue cowok apaan, gue cowok mahal." Jawabnya.

"Tapi gue penasaran, apa enaknya ciuman?." Pertanyaan Acha kembali mendapat toyoran mulus dijidatnya.

"Lo masih kecil gak usah penasaran sama hal kaya gitu. Nonton aja udah salah, harusnya lo nonton Upin Ipin aja."

Acha mendengus sebal. "Gue udah 19 tahun udah legal. Kalo lo gak mau ciuman sama gue gue sama  cowok lain aja." Ucap Acha dengan entengnya membuat Reno menatapnya tajam.

"Sebelum lo sama cowo ciuman, bibir tuh cowok udah biru duluan." Tegas Reno.

"Udah jangan aneh-aneh. Buang semua pikiran konyol lo itu."

"Bacot lo."

Reno tidak membalas lagi, ada sesuatu yang baru disadarinya Reno melihat kesekeliling kamar Acha dan baru sadar jika kamar Acha sangat rapih setelah tiga hari dirinya tinggal, biasanya selalu amburadul seperti sarang babi. Apa Acha yang merapihkan nya? Tapi rasanya sulit dipercaya jika cewek malas itu yang melakukannya.

"Yang rapihin kamar lo siapa?."

Acha menoleh pada Reno dengan wajah malas nya."Papah."

Reno menghela nafas panjang memang tidak bisa berharap pada Acha. Selain nonton dan makan Acha tidak bisa melakukan apapun lagi, kalo pun bisa dia tidak akan sudi meribetkan diri.

"Dari pada lo nontonin drakor yang gak berpaedah dan nge rusak otak lo, mending belajar beresin kamar biar gak selalu ngerepotin orang lain."

Mulai.

Acha memutar bola matanya malas. "Plis deh gue capek dengerin omongan lo yang itu itu terus."

"Gue juga capek ngomongin lo yang kaya gini-gini terus." Reno menimpalinya dengan sepadan.

"Gue gak nyuruh."

"Karna gue peduli." Ucapan Reno berhasil membuat Acha bungkam.

Keduanya saling diam.

Reno melipat kedua tangannya kebelakang leher, Acha yang disebelah Reno melirik diam-diam dengan ekor matanya hidungnya bergerak mencium sesuatu yang tiba-tiba seliweran di penciumannya.

Acha mengendus ketiak Reno, itu adalah sumbernya. "Bau ikan asin lo." Cetus nya.

Mata Reno yang semula terpejam kembali terbuka mendengar ucapan Acha. "Gue belum mandi."

Acha mendorong dada Reno agar cowok itu menjauh dari nya. "Mandi sono lo." Usir Acha menutup lubang hidungnya.

"Apaan sih orang gak bau, lebay lo, makan nih ketek gue." Reno mengapit leher Acha di keteknya, cewek itu berontak dengan sekuat tenaga berteriak memanggil papah nya meminta tolong.

Beginilah mereka percakapan apapun akan berakhir dengan pertengkaran yang ujungnya akan tetap selalu sama.

Bagas yang mendengar teriakan putri nya tidak ada panik-paniknya sama sekali, Bagas bersikap acuh sambil menonton pertandingan bola ditv seolah tidak mendengar apapun.

Tidak papa lah jika Reno macam-macam pada Acha itu justru bagus, Bagas jadi gampang untuk menikahkan mereka dan Reno pun pasti tidak bisa menolak.

Memang diluar nurul pemikiran Bagas, apa yang dilakukannya semua demi Acha karna Bagas sudah tua dia tidak tau akan hidup sampai kapan dan bagaimana nasib putri nya nanti jika dirinya sudah tidak ada.

Selama ini Bagas tenang meninggalkan Acha karna ada Reno, tapi jika Reno menikah dengan orang lain siapa yang bisa diandalkan untuk mengurus dan menjaga Acha.

Apalagi mendengar berita jika Reno sudah memiliki pacar, itu adalah ancaman besar bagi Bagas. Bagaimanapun juga Bagas harus bisa mempersatukan Acha dan Reno.

Titik.

*****

"Walah, ini anaknya almarhum Jeng Tasya toh?."

Acha tersenyum canggung, jiwa introvert nya menangis saat dikerubungi ibu-ibu Arisan dirumah Reno.

Sial, harusnya hari ini Acha tidak usah keluar kamarnya, malang nasibnya Reno malah menawarkannya bolu pisang siapa yang akan menolak?

"Cantik kan, tapi sayang anaknya gak pernah mau bersosialisasi." Tutur Fara mamah Reno pada teman sosialita nya.

"Tante ada anak bujang ganteng loh, kamu mau jadi mantu tante gak?."

"Enak aja, anak ku udah boxing duluan."

"Katanya anak mu sudah punya pacar."

Fara menggeleng. "Gak suka aku sama dia, terlalu menye-menye anaknya." Ujar Fara blak-blak an.

Acha ingin menangis, tapi mulutnya tetap mengunyah bolu pisang buatan Fara dengan hati yang tersendu-sendu.

Reno cowok itu dari tadi tidak menampakan batang hidungnya, saat ditelpon Reno memang bilang agar Acha mengambil bolu pisangnya sendiri kerumah karna dia sedang ada jadwal dirumah sakit dan bilang akan pulang sebentar lagi tapi Acha sudah satu jam dirumahnya Reno tidak kunjung muncul untuk menyelamatkannya.

"Tante." Panggil Acha pada Fara yang  sedang tertawa manja bersama teman-temannya.

"Iya sayang, kenapa. Mau bolu pisangnya lagi? Biar tante ambilin." Acha menahan tangan Fara.

"Aku ke kamar Reno ya, punggung aku pegel."

"Yaudah kamu istirahat ya. Kalo perlu apa-apa tinggal panggil tante." Acha tersenyum lalu segera pergi ke kamar Reno.

Akhirnya Acha bisa bernafas lega, dirinya tidak sanggup berlama-lama dengan ras terkuat dimuka bumi.

Acha merebahkan badannya dikasur empuk Reno, aroma maskulin yang menempel pada kasur Reno membuat Acha selalu merasa nyaman. Matanya perlahan terpejam, kesadarannya dalam sekejap mata langsung diraup oleh alam tidurnya.

Kebiasaan Acha jika kerumah Reno memang tidak akan jauh dari makan dan tidur. Aneh rasanya jika Acha datang untuk bersih-bersih dan membantu Fara, dua hal yang mustahil untuk sekarang.

Tapi Fara tetap mendambakan Acha sebagai menantunya, disaat ibu-ibu lain mencari menantu yang rajin dan pintar membenahi rumah Fara justru kebalikannya.

Prinsipnya jika sanggup untuk membayar pembantu atau asisten kenapa harus merepotkan diri, lebih baik bersantai dan memanjakan diri karna uangnya tidak akan dibawa mati.

Fara adalah contoh ibu-ibu sosialita yang banyak didambakan oleh para menantu diluar an sana.

To be continude

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status