"Diana! Bangun, Diana! Diana!" seru Damar sambil menggoyang kan lengan sang istri di kanan kiri.
Ia spontan menekan tombol nurse call yang terletak di atas kepala ranjang dan beberapa dokter juga perawat langsung datang ke ruangan ICU tersebut.Suara flatline pada monitor alat vital tersebut terdengar begitu mencengangkan. Baik Damar, Shanum dan juga 2 karyawan laundry tersebut sangat panik.Setelah para petugas medis masuk, Damar dan Shanum kemudian menunggu di depan ruangan. Mereka berdoa dan berharap supaya wanita yang merupakan kesayangan mereka itu baik-baik saja.Damar terdiam tanpa suara sambil menyatukan kedua tangannya di depan wajah. Sesekali dia meraup mukanya menggunakan kedua telapak tangan dan menengadahkan kepala ke tembok yang berada di belakang tubuhnya."Ya Allah, selamatkan istriku," pintanya Memohon. Ia kemudian memeluk putri semata wayang melayang berada di samping kiri."Ayah, ibu nggak papa kan?" Tanya ShanDamar melangkah mantap kembali ke koridor Rumah Sakit, rasa lega menjalari tubuhnya setelah berhasil menuntaskan segala kekacauan yang ditimbulkan oleh sekelompok penjahat.Begitu membuka pintu kamar perawatan VIP yang mewah, ia disambut oleh kehangatan dan kekhawatiran yang terpancar dari suara istrinya."Mas, kamu dari mana saja? Kenapa lama sekali?" tanya Diana, sedikit tergesa, seolah menunggu kepastian.Di dalam kamar itu, suasana terasa akrab. Ada Halima dan Yanti, dua karyawan andalan Diana, yang duduk rapi bersama putri tunggal mereka, Shanum.Kedua wanita itu mengangguk hormat. Mereka diperintahkan untuk menutup toko laundry lebih awal dan fokus menemani Diana, sementara Damar menyelesaikan masalah di luar."Ada urusan mendesak yang harus kuselesaikan dengan cepat. Tapi tolong jangan khawatir, Sayang, semuanya sudah beres dan aman terkendali," jawab Damar dengan tenang.Ia segera mendekati ranjang, tatapannya beralih lem
Satria terkesiap, membeku saat dua laras panjang teracung di depan wajahnya. Hanya berbekal senjata api genggam biasa, ia hanya bisa terdiam tanpa suara."Apa kalian ke sini untuk mengantar nyawa?" tanya pria bertato itu, wajahnya penuh ancaman.Satria melihat mata laki-laki itu menghitam pekat. Seketika, nyalinya menciut, melenyapkan segala tujuan kedatangannya."Ada apa, Don?" tanya salah satu orang dari dalam ruangan."Ada tikus kecil yang ingin menyerahkan diri ke sarang. Mungkin ini suami dari tikus betina itu," jawab laki-laki yang dipanggil Don itu.Don menyeringai sinis, maju selangkah, membuat Satria refleks mundur dan menaiki anak tangga."Aku tidak ingin berbuat macam-macam. Aku hanya ingin menemui istriku. Tolong, jangan sentuh dia. Citra masih punya anak kecil yang butuh ASI. Kalian tidak melakukan apa-apa padanya, kan?" Pertanyaan bodoh itu meluncur begitu saja dari mulut Satria di hadapan para mafia."Aku
"Mau apa dia menghubungiku?"Damar menyimpan ponselnya sambil melangkah menuju kendaraannya sendiri. Kemudian, ia terdiam sesaat setelah masuk ke dalam mobil, duduk nyaman di belakang kursi kemudi.Setelahnya, ia menginjak pedal gas pelan, meninggalkan tempat tersebut.Sekitar kurang lebih 2 km, ia meraih ponselnya yang tak henti-hentinya berdering.Lagi-lagi, pelakunya adalah Satria. "Apa aku harus memberitahunya kelakuan Citra?”Ia tampak berpikir sejenak sebelum mengangkat telepon tersebut.Setelah menepikan mobil ke bahu jalan, laki-laki itu langsung menarik rem tangan dan mengangkat panggilan telepon tersebut."Ada apa kamu menghubungi ku, Bang?" tanyanya tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu.Damar terlalu benci dengan keluarga Satria. Bisa-bisanya, sang sahabat — Citra alias Anya malah bekerjasama dengan Maxim untuk mencelakai Diana "Kamu kemanakan istriku, Mar? Orang-orang
Video rekaman menjelaskan kalau Maxim yang menyuruhnya."Apa imbalan yang saya dapat jika bisa membunnh Diana?" tanya asisten rumah tangga yang sengaja merekam hal ini sebagai bukti jika sewaktu-waktu diperlukan.Dan ternyata, perkiraannya tidak pernah meleset. Meski ia yakin Damar akan mengampuni kesalahannya, tapi ia berjaga jaga.Demi uang 100 juta, dia rela melakukan apa pun demi mendapatkan uang sebanyak itu. Bahkan, dia tidak takut sama sekali jika nyawanya akan terancam."100 juta untukmu. Tetapi jangan pernah bawa-bawa nama ku kalau sampai semuanya terjadi diluar kendali."Itu suara Maxim yang diperdengarkan di ruang bawah tanah. Baik Maxim dan juga Citra alias Anya berwajah sangat pias. Mereka berdua saling pandang dan mengetatkan rahang masing-masing."Itu semua bohong, Mar! Aku tidak pernah menyuruh dia untuk melakukan itu!" Maxim masih saja berkilah supaya terbebas dari kamu kan pria yang sangat kejam tersebut.
"Mas, ..." ucap Diana sambil mengelus rambut hitam lebat Damar. Ia baru saja sadae saat menunjukkan pukul setengah empat pagi.Saat membuka mata, ia syok. Ia mendapati suasana ruangan yang aneh. Bau obat-obatan kemudian menusuk hidungnya, membuatnya tak nyaman..Diana mencoba untuk mengingat ingat kembali, apa yang sebenarnya terjadi sejak semalam? Seingat nya, ia sedang meminum teh di balkon kamar. Setelah itu, ia merasakan panas membakar di area tenggorokannya lalu jatuh."Mas, ...." Diana menggoyang kan lengan suaminya. Makas yang berada di sisi kanan atau pun kiri itu terlalu jauh, ia tak bisa mengambil air minum."Mas ...," ulang Damar sambil memainkan hidung suaminya yang sangat mancung.Damar menggeliat pelan. Ia tersentak, langsung bangun melihat Diana sudah tersadar."Diana, kamu ... Kamu sudah sadar?" tanya laki-laki itu dengan raut wajah yang panik bukan main. Ia hendak memanggil sang dokter untuk mengecek ke
"Diana! Bangun, Diana! Diana!" seru Damar sambil menggoyang kan lengan sang istri di kanan kiri.Ia spontan menekan tombol nurse call yang terletak di atas kepala ranjang dan beberapa dokter juga perawat langsung datang ke ruangan ICU tersebut.Suara flatline pada monitor alat vital tersebut terdengar begitu mencengangkan. Baik Damar, Shanum dan juga 2 karyawan laundry tersebut sangat panik.Setelah para petugas medis masuk, Damar dan Shanum kemudian menunggu di depan ruangan. Mereka berdoa dan berharap supaya wanita yang merupakan kesayangan mereka itu baik-baik saja.Damar terdiam tanpa suara sambil menyatukan kedua tangannya di depan wajah. Sesekali dia meraup mukanya menggunakan kedua telapak tangan dan menengadahkan kepala ke tembok yang berada di belakang tubuhnya."Ya Allah, selamatkan istriku," pintanya Memohon. Ia kemudian memeluk putri semata wayang melayang berada di samping kiri."Ayah, ibu nggak papa kan?" Tanya Shan