Share

49. Cemburu

Author: OTHOR CENTIL
last update Last Updated: 2025-08-31 15:15:05

“Ayo turun!” ajak Damar lagi. Namun, Diana hanya melirik tanpa suara.

“Atau aku mau naiki?” kekeh Sang Dosen yang disambut pelototan dari Diana.

“Oke, oke! Jangan menatapku seperti itu. Kamu terlalu menakutkan,” imbuh Damar lagi tertawa konyol.

Mobil yang dikendarai oleh Damar dan Diana sampai di sebuah rumah 2 lantai dengan halaman yang cukup luas. Pilar pilar tinggi yang kokoh menyangga bagian atapnya.

“Nah, itu Bunda dan Ayah sudah datang,” girang Bu Maya memberitahu Shanum dengan heboh.

Di depan rumah sana, Mama Maya, Carol dan Shanum tampak antusias menunggu kedatangan Diana.

Dapat terlihat dari senyum di wajah wanita tua tersebut manakala Damar menggendong Diana dan mendudukkan wanita tersebut ke atas kursi roda; yang telah disediakan di samping mereka bertiga.

Dengan wajah pucat, Mama Maya berjalan ke arah Diana. Melihat kecantikan dan wajah polos wanita yang berada di atas kursi roda, Mama Maya merasa sangat terpukau.

Apalagi saat mendengar j
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • ENAK, PAK DOSEN!   217. Pay Me With Your Body

    Kini, Damar mendekat, membelai wajah Diana penuh kasih. Lalu, ia bertanya, "Ya, Yang? Ada apa?"Diana berbisik di telinga suaminya, dan seketika itu juga, Damar syok. "Apa?" bisik Damar, suaranya tercekat, kaget karena mengira ada berita buruk. Tapi ternyata, ini berita lebih buruk lagi Diana mengulangi, matanya sedikit memelas karena mual. Ia masih memencet hidung dan menggeleng lemah, "Mas, tidur di kamar sebelah aja. Mas bau! Sumpah, Mas. Aku mual loh deketan sama Mas.”“Ya ampun, Yang!” Damar terdiam. Syoknya berubah menjadi rasa tidak percaya yang mendalam. "Kamu suruh Mas tidur di luar? Setelah semua yang Mas lakuin hari ini?""Ya iya lah, 'kan bau! Aku gak tahan banget! Bau yang menusuk, Mas! Aku gak bisa tidur sambil menahan mual begini, Mas. Mas mau aku kesiksa semalaman, ya?!"Meski kesal, tapi Damar tetap memelankan suaranya. Ia tahu, Diana sedang emosional dan juga labil. "Yang, kok gitu sih! Ini kamar kita!" protes

  • ENAK, PAK DOSEN!   216. Eneg Lihat Mukamu

    "Hm, baru pulang, Mas?" Diana malam ini menyambut Damar di depan pintu. Namun, alih-alih memberikan ciuman selamat datang dan pelukan hangat seperti pagi tadi, ia justru menutup hidung dengan telapak tangannya.Entah kenapa, Diana mual sekali mencium bau badan Damar yang terasa begitu menusuk hidung sensitifnya malam ini."Ya, Yang. Kerjaan banyak sekali akhir-akhir ini. Kamu tahu sendiri, proyek yang di lokasi X baru mulai." Damar mengangguk. Ia melangkah mendekat, lalu ia memegangi pundak istrinya. Ia curiga saat Diana menutup hidung. "Kamu kenapa, Yang? Bau apa? Papa ada bangkai di rumah?"Diana menggeleng disertai dengan ekspresi yang sangat menderita. "Mual, Mas. Badan Mas bau ih, jangan dekat-dekat."Mendengar ucapan istrinya, Damar sedikit tersinggung. Lalu, ia segera menurunkan telapak tangan dari bahu Diana. Ia segera mencium ketiaknya sendiri secara refleks. Namun, ia tak mencium bau apa pun selain aroma sab

  • ENAK, PAK DOSEN!   215. Bos, Apa Bos?

    “Ugh! Sial!”Mereka berdua panik bukan main. Aldo segera mencoba menarik diri dan membenahi celananya hingga nyaris saja ‘lolipop’ nya terjepit.“Argh!” pekiknya tertahan, sementara Raline tersentak menjauh. Raline berkata dengan suara tercekat, "Bagaimana ini? Kamu akan berkata apa kalau Papaku datang?"Kini, Raline buru-buru menuju ranjang dan merebahkan badan lelahnya di sana. Lalu, ia menarik selimut sebatas dada dan mendelik pada Aldo yang mengumpat-ngumpat kesal "Shit!" desis Aldo. Wajahnya yang tadi penuh hasrat, kini pucat pasi dipenuhi amarah dan ketkejutan. Pintu itu sebentar lagi akan terbuka. Dan apa alasan yang akan ia gunakan saat Papa Raline bertanya siapa ia?Tak lama setelah suara putaran handle pintu, pintu kamar Raline terbuka.Seorang pria berambut putih muncul sambil mendorong pintu, dengan tenang membetulkan kacamata yang melorot di hidungnya.Ia adalah Profesor Bima.B

  • ENAK, PAK DOSEN!   214. Kena Gigi, Uang Kembali

    "Kenapa diam? Tidak mau?" Aldo menatap Raline dengan ekspresi kecewa yang dibuat-buat. Padahal, Aldo ingin membuat Raline tunduk total dan menerima dominasinya. Tapi agaknya, wanita itu memang sangat, sangat, dan sangat sulit dikendalikan.Aldo sempat ingin menyerah menaklukkannya, tapi … ia tidak akan menunjukkan ya saat ini sebelum Raline bisa ia kendalikan.Lalu, Raline membalas tatapan Aldo tanpa berkata sepatah kata pun. Matanya menunjukkan campuran jijik, kebencian, dan perhitungan cepat. Saat Aldo mulai mencengkeram dagunya kuat-kuat dan menancapkan kuku jemarinya di pipi, Raline baru membuka suara."Kau yakin ingin aku memuaskanmu dengan mulutku?" tanya Raline parau disertai penuh ironi tersembunyi. Jujur saja, Raline merasa dirinya tak serendah itu. Bahkan, ia tahu maksud Aldo menginginkan ini semata-mata karena ingin membuatnya tunduk.Kini, berbagai macam rencana berkelebat di benak Raline. “Aldo hanya ingin memanfaatkanku dengan kepuasan pribadi alih-alih menjadi sekutu

  • ENAK, PAK DOSEN!   213. Do With Your Mouth (21+)

    "Diamlah dan pergilah! Aku tidak butuh siraman rohani darimu! Menyingkirkan, Sialan! Aku tidak ingin melihatmu! Jangan temui aku lagi!" Raline memalingkan wajah, dia mual melihat Aldo yang pasti datang untuk menghakimi kebodohannya.“Yakin tidak ingin bertemu aku lagi?” kekeh Aldo.Aldo tak bergeming. Ia melangkah mendekat, matanya tertuju tajam pada pergelangan tangan Raline yang diperban, bekas sayatan yang menunjukkan kegagalan percobaan bunuh diri."Sungguh konyol," sindir Aldo dengan suara penuh cibiran. Matanya memandang tubuh Raline dari atas, sampai bawah.Lalu, Aldo kembali mendekatkan dirinya pada Raline. Ia mendesak wanita itu sambil bersedekap, sedangkan Raline mundur sejengkal demi sejengkal."Hanya karena Damar, kamu tega mengiris nadimu sendiri. Untung saja kamu hidup! Coba kalau kamu mati! Dasar bodoh! Kenapa tidak mati saja?"Raline tersinggung hebat. Ia mengangkat wajahnya, menatap penuh kebencian pada Aldo. "Kamu menyumpahiku, hah??""Hm,” angguk Aldo mengiyakan. “S

  • ENAK, PAK DOSEN!   212. Gadis Bukan Perawan

    "Papa, Papa!" Raline menjerit, suaranya parau tertelan oleh gemuruh angin yang menyapu tubuhnya. Kini, Raline mencengkeram lengan ayahnya sekuat tenaga agar ia tak terjatuh.Jujur, jatuh dari lantai 15 itu konyol sekali. Raline akan mati, dan Damar akan menertawakan kebodohannya karena berusaha menentang Bima.Raline akan mati, sedangkan Damar? Akan hidup bahagia dengan Diana. Setelah dipikir lagi, ancaman Raline pada papanya sangat konyol dan tidak melalui pertimbangan matang. Saat Raline mati, ia akan masuk neraka, sedangkan Damar masih bisa bebas menikmati hidup dengan istri dan anak-anaknya.Tidak, tidak! Raline tidak mau itu terjadi dan dia masih ingin hidup lebih lama lagi sekarang. Tapi pertanyaannya, apakah ayahnya mau mengampuninya dan memberinya maaf? Melihat Raline panik, Bima tidak bergeming. Wajahnya tetap datar, tapi sorot matanya tetap bengis.Lalu, ia menatap lurus ke jurang di bawah mereka. "Kenapa? Takut? Katanya mau mati! Kenapa tidak jadi? Masih mau hidup?""P

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status