Menatap hamparan tanah yang dipenuhi oleh gedung-gedung pencakar langit serta lampu-lampu penerang yang gemerlapan di rooftop gedung aula, mataku menghampa.
Sedangkan, Kiana masih berdiri di sampingku sambil memegangi besi pembatas yang setinggi pinggang.
“Gimana bisa lo mengatakan kalau gue harus bahagia dengan kehidupan busuk yang gue jalani ini?”
Tak ada respons darinya dalam beberapa menit. Kulihat matanya yang bening memantulkan cahaya yang sesekali bertemu dengan maniknya.
Sungguh, Kiana memang keindahan yang tak memiliki batas. Entah, apakah ini berlaku juga ketika dirinya menua nanti.
Yang kuyakini ialah, dia satu-satunya perempuan elegan dengan harkat dan martabat paling tinggi dan tetap menjadi teman bagiku setelah mengetahui jati diriku.
“Kenapa diem, Kiana?”
“Oh, maaf, Adrian. Aku jadi keasyikan karena pemandangan kota yang indah ini.”
Orang lain mungkin akan begitu bosan melihat
Upacara sakral yang berlangsung sangat singkat. Sangat berbeda dari setiap aku melakukannya dengan perempuan lain.Yah, memang benar. Sebab, dia Kiana, bukan perempuan yang berprofesi sebagai artis film dewasa yang memiliki gairah amat tinggi dan berpengalaman.Bahkan saat diriku melakukannya, bibirnya tak sekali pun terbuka. Bibir itu hanya terkatup, tetapi memberikanku kesempatan untuk sekali saja menerobosnya masuk dengan pengecapku.Walau demikian, kepuasan itu telah aku raih. Kepuasan dalam konteks yang tak terlalu lama. Justru, mungkin aku lebih cenderung ingin merasakannya kembali.Sayang. Kiana mengalihkan pandangannya setelah itu.“Sorry, Kiana. Sorry, gue ….”Sungguh tak satu pun alasan terpikirkan di benak saat ini. Diriku terlampau takut bahwa gadis ini akan menganggapku seorang maniak atau apalah julukan lainnya karena langsung menciumnya tanpa izin.“Gue cuma penasaran.”Alasan yang
Apa yang ada di tanganku sekarang adalah bunga yang telah layu dan bahkan membusuk. Sepucuk bunga yang pernah Gladis berikan padaku di saat dirinya belum mengalami kecelakaan.Ah, betapa aku ingat waktu itu. Aku langsung menyimpannya ke saku karena tidak mengerti apa yang sedang gadis itu lakukan.Dan sekarang, aku berada di ruangan tempat ia berbaring. Untuk kesekian kalinya, vas yang ada di nakas kuganti dengan bunga yang lebih segar.Sementara itu, bunga lusuh yang ada di genggaman, kuletakkan begitu saja di sebelahnya.“Gladis, sampai kapan lo bakalan di situ terus?”Kesedihan akhirnya kembali datang menusuk begitu perih ruang-ruang di kekosongan hati.Begitu malang, bahwa ia pun tak memiliki seorang pun yang begitu memperhatikannya.Tidak, tidak.Jika dikatakan tak memiliki, dia memiliki diriku sebagai seorang kakak yang kemungkinan besar telah gagal menjaga dirinya.Namun, ini tak dihitung, bukan? Sebab
Terlampau senang hatiku karena mengetahui Gladis tengah berusaha untuk meninggalkan dunia tempat ia nyaman saat ini.Kesekian kalinya, doaku dikabulkan oleh Dewa Penolong yang dulu pernah kukutuk sebagai Dewa yang mencurangi hidupku.“Lo pasti bisa, Glad!”Rasanya begitu tak sabar melihat dia kembali membuka mata, lalu melihat senyumannya seperti sedia kala.“Saya akan memanggil dokter.”Elaine pun turut antusias dan membantu. Dia keluar untuk menuju ruangan dokter, sekiranya bisa mendapatkan laporan kemajuan mengenai keadaan Gladis.Dia tengah berusaha sekarang.Meski diriku yang tidak percaya akan takdir, sejauh perkembangan Gladis yang telah sekian lama kunanti, persentase itu pun mulai bergeser ke kanan.Hingga pada akhirnya, doa itu seperti begitu banyak cahaya yang beterbangan di langit asa yang gelap. Terbang menyinari.Kedua mata Gladis terbuka meski mungkin masih dirasakan begitu berat. S
Elaine sialan! Dia memintaku pergi ke sebuah hotel hanya untuk menjemput seseorang. Dia pikir aku ini sopir taksi, apa?Yah, meski aku memang tidak terlalu keberatan, sih. Dengan begitu, aku tidak sumpek berada di agensi terus. Jadi, aku bisa sembari menghirup udara segar.Tentu saja, tak lupa melihat-lihat para wanita bertubuh aduhai di hotel. Sepertinya, ide yang menarik juga.Meskipun aku tidak terlalu suka dengan orang asing dari luar negeri, setidaknya bisa membanding-bandingkan ukuran gundukan sudah begitu memuaskan bagiku.Coconut Hotel, sebuah bangunan yang menjulang tinggi di tengah-tengah kota, begitu dekat dengan pusat-pusat perbelanjaan dan jalan utama.Jadi, orang-orang yang ingin menikmati pemandangan kota, bisa menginap di hotel tersebut. Hanya saja, aku tak menjamin biaya sewa semalamnya murah.Bayangkan saja, hotel ini sudah tak diragukan lagi. Bangunannya saja memiliki 50 lantai. Sangat besar dan bisa menampung manusia satu
Carissa menjulurkan pengecapnya, sedangkan diriku terpejam sambil menebak-nebak apa yang akan wanita ini lakukan.Kesekian kalinya, aku menelan saliva.Dia memang wanita yang sangat memesona. Tak lagi aku bisa menolak. Mulai dari aroma tubuhnya yang merasuk ke hidungku, hingga kulit beningnya yang setara dengan artis-artis Hollywood papan atas.Tak lagi ada kekurangan yang kulihat pada sosoknya. Dengan begitu, aku sangat ingin menggerayanginya.Oh, tidak! Gairah liar dan pikiran kotorku lagi-lagi akan membuat masalah.Tak ada yang terjadi setelah beberapa menit mataku terpejam. Aku lantas mendengar tawa dari mulut Carissa.Kubuka mata perlahan. “Kenapa lo ketawa?”Dia pun menjauh dari diriku. “Insting yang sangat bagus, Adrian. Saya kagum karena sepertinya sudah terjadi monolog di dalam dirimu.”Sempurna! Bahkan dia mengetahui bahwa diriku sering kali bicara dengan diriku. Ah, kalau kalau tak mengerti, d
Carissa Rose, wanita cantik yang mengaku sebagai psikolog profesional lulusan universitas ternama di luar negeri. Entah, luar negeri mana yang ia maksud ketika menceritakan sedikit latar belakangnya.Yang jelas, wanita ini patut untuk diwaspadai. Tatapannya sangat tajam. Meskipun sama-sama memiliki tatapan tajam seperti Elaine, tetapi Carissa jauh lebih bisa menjelaskan secara detail mengenai diriku.Hei! Yang benar saja! Bahkan dia tak perlu mencari diriku melalui internet. Hanya melalui gerakan kecil atau mikro ekspresi dan tatapan.Aku pikir dia seorang paranormal yang menggunakan ilmu supranatural dan semacamnya. Faktanya, dia punya banyak pengetahuan di bidang yang ia geluti.Sekarang, kami tengah berada di restoran Coconut Hotel untuk makan malam. Sejak kedatanganku, dia terus-menerus menginterogasi diriku.Beberapa pertanyaan, ada yang kujawab, ada juga yang kuabaikan.“Ada apa, Adrian?” tanya Carissa sambil mengunyah bebe
Jika kenangan yang aku miliki hanya sebuah ilusi, lalu apa lagi yang harus aku percaya dari diri ini?Sungguh semua ini tidak pernah kubayangkan akan terjadi. Meskipun sempat menolak untuk tak percaya, tetapi jika dilihat dari raut wajah Carissa dan caranya menjelaskan, aku tak menemukan celah kebohongan sama sekali.Hal yang begitu sulit diterima bahwa semua yang aku jalani ternyata hanya sebuah dongeng belaka.Carissa menekan tubuhku di ranjang. Aku melihat seberapa indah dirinya yang hanya mengenakan pakaian kekurangan bahan dan sedikit transparan.“Kamu tidak benar-benar menginginkan hubungan seperti ini, Adrian. Coba lihat saya. Perhatikan baik-baik. Rasakan baik-baik.Nafsu gairahmu sebenarnya sudah lama tidak ada. Kamu kehilangan semua itu dan akhirnya Elaine memutuskan untuk memutus semua kontrak denganmu.”Padahal, aku merasa sangat ingin menyentuh tubuh padat berisi milik Carissa. Aku juga ingin disentuh dengan seluruh
Jadi, apa yang benar-benar asli di hidupku? Jika kenangan hanyalah kepalsuan, berarti hidupku sama sekali tak bermakna selama ini.Dengan keteguhan hati yang begitu tinggi, aku berusaha mengusir segala prasangka Carissa. Aku percaya bahwa hidupku tidak dikendalikan oleh siapa pun.Aku ingin hidup yang bebas. Bebas dari jerat prasangka dan batasan-batasan dalam sebuah drama kehidupan yang sangat klise.Malam yang begitu resah, meski bintang dan rembulan menggantung di dahan malam demi memperlihatkan manusia pada suatu keindahan.Sambil menyeruput kopi yang beberapa waktu kupesan di kafetaria hotel, setiap penjelasan yang dikatakan Carissa tak dapat kuhalau. Suaranya terus mendengung di telinga seolah-olah tak mengizinkanku melarikan diri ke mana pun.Untung saja, Carissa sudah tidur beberapa jam yang lalu sehingga aku bisa lepas dari jeratnya. Akan tetapi, aku tetap penasaran dengan hal yang terjadi pada diriku ini.Karena itulah, aku masih b