แชร์

5. Siapa Dia?

ผู้เขียน: Zila Aicha
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-11-17 21:34:08

Akan tetapi, dia segera teringat bahwa dirinya adalah seorang pasien. Tiba-tiba saja sebuah ide terlintas di kepalanya. Segera saja dia berjalan ke arah beberapa perawat wanita dan berpura-pura sedang kesakitan.

“Tuan, apa ada yang bisa saya bantu?”

“Anda dirawat di ruang mana? Biar saya bantu untuk kembali ke sana.”

“Dokter Anda siapa? Saya akan segera memanggil dokter Anda.”

Ketiga perawat itu tentu saja langsung menawarkan bantuan pada Elang yang memang wajahnya masih terlihat agak pucat.

Elang menggelengkan kepalanya, “Saya … hanya merasa punggung saya agak sakit.”

“Oh, apakah Anda mengalami patah tulang?”

Elang kembali menggelengkan kepalanya dan berbicara, “Tidak, tapi saya tidak tahu mengapa punggung saya terasa begitu sakit. Apakah saya boleh meminta bantuan?”

“Bantuan apa, Tuan?” tanya salah satu dari perawat itu.

Elang dengan memasang ekspresi wajah terlihat kesakitan menjawab, “Bisakah Anda melihat punggung saya. Maksud saya … apakah ada hal yang aneh di punggung saya?” 

Ketiga perawat tersebut langsung terdiam dan melirik satu sama lain, menatap penuh curiga pada pria di depan mereka itu. 

Elang yang menyadari perubahan wajah ketiga perawat itu pun cepat-cepat menambahkan, “Saya tidak tahu apakah punggung saya terluka karena tadi saya sempat terbentur. Saya hanya ingin memastikan saja.”

Ketiga perawat itu terlihat agak ragu-ragu tapi salah satu di antara mereka pun mengangguk, “Baik, Tuan. Silakan ke ruangan sebelah sini.”

Pada akhirnya kedua temannya pun juga ikut masuk ke dalam ruangan itu bersama dengan Elang.

Sialan, jika bukan karena untuk memastikan tato sialan itu, aku tidak akan sudi melakukan hal seperti ini, Elang membatin.

Dengan perlahan Elang menyingkap bagian baju belakangnya hingga bagian punggungnya terlihat jelas. 

“Bagaimana? Apakah ada luka atau goresan?” Elang bertanya was-was.

Salah satu dari perawat itu kembali menjawab, “Tidak ada, Tuan. Punggung Anda bersih dari luka apapun.”

Elang menganggukkan kepalanya dan bertanya lagi dengan nada yang lebih hati-hati, “Apakah benar-benar tidak ada? Atau mungkin luka seperti tato?”

“Tato?”

Elang meringis dan mulai khawatir bila ketiga perawat itu akan berpikir hal yang tidak-tidak tentang dirinya.

“Sama sekali tidak ada, Tuan. Punggung Anda bersih,” jawab seorang perawat yang pertama kali setuju untuk melihat punggung Elang.

Elang menggigit bibir bawahnya dan kemudian segera merapikan bajunya lagi lalu membalikkan badannya menghadap ketiga perawat itu, “Kalau begitu terima kasih. Mungkin ini hanya efek dari … pemukulan yang saya terima.”

Dia melihat dua perawat itu terkejut dengan perkataannya tapi Elang buru-buru berkata, “Saya akan kembali ke ruangan saya.”

Setelah mengatakan hal itu, Elang keluar dari ruangan itu dan bergegas berjalan ke arah lain. 

Dia tidak ingin menghabiskan waktu hanya untuk membicarakan masalah pemukulan yang mengakibatkan dirinya sampai dirawat di rumah sakit itu.

“Tidak, tidak. Mereka itu adalah perawat. Mereka bisa saja sudah menyuap mereka untuk berkata seperti yang mereka inginkan,” kata Elang.

Dan pria itu pun kemudian bertekad untuk menemukan beberapa orang lagi.

Kali ini dia memilih dua orang pasien. Mereka adalah pasangan lansia yang menurutnya akan jauh lebih mudah untuk diarahkan.

Benar saja, hanya dengan beberapa kalimat saja mereka pun langsung setuju untuk membantu Elang.

“Tidak ada, Nak.”

“Benar, tidak ada apapun di punggungmu.”

Elang mengernyitkan dahi, “Apa Anda yakin, Tuan?”

“Iya, Nak. Punggungmu mulus, tak ada noda sedikitpun. Tato … yang kau bicarakan tadi juga tidak ada. Apakah kau jangan-jangan bermimpi memiliki tato itu?” tanya si kakek.

Elang tersenyum masam tapi dia cepat-cepat mengucapkan terima kasihnya kepada dua orang tua itu lalu meninggalkan ruang periksa itu. 

Dia bersandar pada dinding dan bergumam, “Mereka adalah lansia. Mereka juga menggunakan kacamata. Yang berarti penglihatan mereka tidak terlalu bagus.”

“Jadi, belum tentu mereka bisa melihat dengan benar,” tambah Elang, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

Pria itu mendesah pelan dan segera mengedarkan arah pandangnya untuk memilih orang lagi.

Tapi, ketika dia melihat ke arah lift yang sedang terbuka, dia melihat seorang wanita yang dikenalnya. 

“Daiva. Apa yang sedang dia lakukan di sini?”

Seolah dia ingat bahwa kejadian yang membuatnya harus menderita luka banyak itu berkaitan dengan wanita itu, Elang pun segera berjalan mendekat ke arah wanita yang sedang berdiri dengan ponsel di telinganya. 

"Daiva."

Wanita muda cantik yang menjadi pelanggan di restoran tempatnya bekerja itu rupanya tidak mendengar panggilan Elang Viscala.

Wanita itu malah terlihat sibuk dengan ponselnya, tidak memperdulikan sekelilingnya.

Mungkin hal itu karena jarak mereka yang cukup jauh sehingga suara Elang tidak terdengar oleh wanita itu.

Elang sangat ingin berbicara dengan wanita itu. Dia ingin tahu tentang lelaki yang menghajarnya.

Bagaimanapun juga, dirinya diculik dan dipukuli sampai hampir kehilangan nyawanya juga salah satunya dikarenakan wanita itu.

Padahal dia dan Daiva putus dengan cara yang baik-baik. Wanita itu mengatakan lelah bersama dengan lelaki yang miskin seperti dirinya. 

Elang tidak sekalipun mencegah Daiva untuk pergi darinya. Dia membiarkan wanita itu meninggalkannya. Meskipun dia kecewa dengan keputusan wanita itu, Elang tetap menerimanya.

Beberapa waktu lamanya mereka tidak pernah berkomunikasi sampai tiba hari di mana dia harus terlibat lagi dengan Daiva.

Daiva adalah seorang model yang cukup populer. Pada malam itu, Daiva pergi ke restoran tempat elang bekerja dan memesan sebuah ruangan privat.

Dikarenakan Elang hanya seorang pelayan restoran, dia pun harus menjalankan tugasnya untuk melayani Daiva.

Dia ingat bagaimana Daiva terlihat biasa saja saat bertemu dengannya di restoran itu. Tidak ada hal aneh yang terjadi selain saling menyapa.

Namun, memang ketika dia mengantar makanan ke ruangan privat itu Daiva meminta untuk ditemani makan. Elang menurut dan hanya duduk di sana. Dia bahkan tidak menyentuh makanan ataupun minuman yang Daiva pesan.

Maka, Elang begitu heran ketika dia berjalan keluar dari restoran dan malah diculik oleh orang yang tidak dia kenal.

“Daiva,” Elang menggunakan percobaan terakhirnya untuk memanggil mantan kekasihnya itu. 

Akan tetapi, usahanya masih gagal. Dia melihat Daiva ternyata bertemu dengan seseorang di rumah sakit itu. 

Tidak ingin mengganggu apapun urusan yang sedang dilakukan oleh Daiva, Elang memutuskan untuk menunggu. 

Pria itu duduk di salah satu kursi tunggu dengan sambil menatap ke arah Daiva yang masih asyik berbicara dengan orang yang tidak dia kenal. 

Sementara itu, di ruang kendali, Yasa dan Yandra tidak sekalipun melepaskan arah pandang mereka dari monitor di depan mereka. Kedua orang itu mulai penasaran.

“Siapa dia?” Yasa bertanya dengan alis mengerut sambil tetap memperhatikan gerak-gerik wanita itu. 

Yandra yang juga tidak mengetahui asal muasal wanita itu tetapi dia berkata, “Biar saya selidiki sebentar, Tuan.”

Yasa menganggukkan kepalanya, menyetujui. 

Yandra pun segera berpaling dari monitor lalu mulai melakukan pencarian terhadap wanita yang sedang diperhatikan oleh Elang.

Sedangkan Yasa sendiri mulai berpikir serius. 

“Apakah mungkin dia adalah ... wanita yang menyebabkan Elang diculik?" 

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Elang, Si Dewa Medis   8. Ini Bukan Salahku!

    Daiva tidak menjawab pertanyaan Elang.Sang model profesional dengan bayaran yang sangat fantastis itu hanya diam saja dan menatap punggung mantan kekasihnya tanpa melakukan gerakan apapun. Di saat tidak mendapatkan jawaban dari Daiva, Elang pun mulai tidak sabar. Pria muda itu menggelengkan kepalanya, tidak yakin akan sesuatu yang telah disampaikan oleh dua pria yang menolongnya itu. Mengingat apa yang telah dia lakukan, Elang ingin sekali menjambak rambutnya sendiri karena sudah terlalu mudah dimanipulasi oleh dua pria asing itu. Tapi, Elang tidak bisa mundur lagi lalu langsung bertanya, “Coba, Daiva. Kamu beritahu aku, apa yang kamu lihat di punggungku?”Daiva yang merasa pertanyaan Elang terdengar aneh pun balik bertanya, “Elang, apa kamu ingin mengecek mataku?” Elang hampir saja akan membalas tetapi Daiva rupanya jauh lebih cepat darinya dan buru-buru berujar lagi, “Jangan khawatir! Aku selalu rutin mengecek mataku di dokter mata dan sampai detik ini aku tidak memiliki gangg

  • Elang, Si Dewa Medis   7. Kenapa Punggungmu?

    Daiva menghela napas panjang dan kemudian bersandar pada dinding, “Elang, aku … aku ….”Melihat kegugupan Daiva, Elang langsung bisa memahami sesuatu. “Jadi, benar … orang itu mungkin kekasihmu?”Daiva menundukkan kepala. Elang mendesah pelan, “Tapi … mengapa dia melakukannya? Kau tahu betul aku tidak melakukan apapun kepadamu. Apa kau mengatakan sesuatu kepadanya hingga dia salah paham?”Daiva tidak menjawab dan hanya diam. “Daiva, tolong jangan diam saja!” desak Elang.Daiva yang lelah ditekan akhirnya mengangkat kepala dan berkata, “Aku tahu. Aku tahu, Elang. Maafkan aku. Aku hanya bingung dan sangat frustasi.”Gadis yang merupakan seorang model profesional itu pun tiba-tiba saja memasang ekspresi memelas hingga membuat Elang menjadi iba. “Memang ada apa, Daiva?” Elang bertanya pada gadis yang tidak pernah dibencinya meskipun dia telah meninggalkannya. Mendadak Daiva menangis, “Lelaki itu … aku sudah tidak tahan dengannya dan ingin lepas darinya. Dia memang sangat kaya dan sela

  • Elang, Si Dewa Medis   6. Ada Apa, Daiva?

    Dia terdiam dan kembali memutar otaknya untuk menemukan segala kemungkinan. Hanya dalam beberapa menit, Yandra telah kembali ke sisinya. Pria itu sudah membawa beberapa informasi penting tentang wanita itu. “Bagaimana hasilnya?” Yasa bertanya dengan tidak sabar.Yandra pun menjelaskan apa yang dia dapatkan, “Dia adalah Daiva Gunawan, seorang model papan atas yang saat ini menjalin hubungan dengan Cakra Buana.”Nama itu terdengar tidak asing untuk Yasa.“Cakra Buana?” Yasa mengulang nama itu dan dengan mudah dia bisa mengingat tentang pria yang juga telah malang melintang di dunia bisnis.Orang yang disebutkan oleh Yandra itu tidak lain adalah salah satu pesaing bisnisnya di bidang perhotelan. “Lantas … apa hubungan wanita ini dengan Elang, Yandra?” Yandra pun menjawab, “Wanita ini pernah menjalin hubungan dengan Tuan Elang. Dia … meninggalkannya karena uang.”Begitu mendengar cerita itu, Yasa menggertakkan giginya karena jengkel. “Uang? Astaga! Dasar wanita matrealistis!” ucap Ya

  • Elang, Si Dewa Medis   5. Siapa Dia?

    Akan tetapi, dia segera teringat bahwa dirinya adalah seorang pasien. Tiba-tiba saja sebuah ide terlintas di kepalanya. Segera saja dia berjalan ke arah beberapa perawat wanita dan berpura-pura sedang kesakitan.“Tuan, apa ada yang bisa saya bantu?”“Anda dirawat di ruang mana? Biar saya bantu untuk kembali ke sana.”“Dokter Anda siapa? Saya akan segera memanggil dokter Anda.”Ketiga perawat itu tentu saja langsung menawarkan bantuan pada Elang yang memang wajahnya masih terlihat agak pucat.Elang menggelengkan kepalanya, “Saya … hanya merasa punggung saya agak sakit.”“Oh, apakah Anda mengalami patah tulang?”Elang kembali menggelengkan kepalanya dan berbicara, “Tidak, tapi saya tidak tahu mengapa punggung saya terasa begitu sakit. Apakah saya boleh meminta bantuan?”“Bantuan apa, Tuan?” tanya salah satu dari perawat itu.Elang dengan memasang ekspresi wajah terlihat kesakitan menjawab, “Bisakah Anda melihat punggung saya. Maksud saya … apakah ada hal yang aneh di punggung saya?” Ke

  • Elang, Si Dewa Medis   4. Tato

    Yasa tetap mencoba untuk menjelaskan, “Tuan, saya tidak disuruh oleh siapapun.""Saya menyelamatkan Anda karena saya membutuhkan kekuatan Anda," lanjut Yasa.Elang menatap Yasa dengan tatapan aneh, "Menyelamatkanmu? Maksudnya?""Saya menderita sebuah penyakit langka yang aneh, hanya Anda yang mampu menyembuhkan saya," jelas Yasa.Elang melirik CEO muda dengan tatapan menilai dan kemudian berkata, "Kau tidak terlihat seperti orang sakit."Dia tidak mengada-ada. Yasa Wiraya terlihat begitu sehat dan tidak kekurangan apapun. Dia bahkan memiliki tubuh atletis yang merupakan impian para pria.Lantas, bagaimana mungkin dia menderita sebuah penyakit? Elang tidak mempercayainya."Penyakit saya tidak bisa terlihat dari luar, Tuan. Ada banyak masalah di tubuh saya dan hanya dengan kekuatan energi naga yang Anda milikilah saya bisa sembuh," kata Yasa dengan sabar."Dan bagaimana bisa aku melakukannya? Aku bukan dokter. Aku hanya seorang pelayan biasa, Tuan," kata Elang yang semakin heran.""Tuan

  • Elang, Si Dewa Medis   3. Sebuah Tanda

    Mempercayai dua orang gila ini? Ah, itu jelas mustahil bagi seorang Elang Viscala yang notabene selalu berpikir secara rasional.Dia jelas masih sangat waras. Dia tidak percaya hal-hal seperti yang dijelaskan oleh dua pria yang terlihat normal tapi ternyata memiliki gangguan otak itu. Tapi, dia sangat penasaran tentang punggungnya yang begitu sakit itu. Dokter yang memeriksanya tidak menemukan adanya gangguan pada tubuhnya. Namun, dia tidak bisa menampik bahwa sakit yang dia rasakan malam itu di luar batas yang bisa dia tahan. Terlalu menyakitkan sampai akhirnya dia tidak sanggup menahannya.Dikarenakan rasa penasaran yang hampir mencekik lehernya, Elang akhirnya memutuskan untuk menelan ocehan tidak masuk akal itu.“Jika penjelasanmu itu memang memang masuk akal, aku … mungkin akan percaya.”Yasa tersenyum lega mendengarnya. Walaupun dia tahu, ekspresi mata Elang menunjukkan hal yang sebaliknya. Jelas sekali Elang tidak akan percaya dengan mudah kepadanya.Namun, Yasa sudah cukup

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status