Beranda / Romansa / Eleanor / 5-Memaksa

Share

5-Memaksa

Penulis: yuvitalya
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-01 05:09:26

Audy Queena seorang yang memiliki profesi yang sama seperti Alva. Wanita itu duduk di samping Alva seraya bergelayut manja di lengannya. Alva merasa risih dengan kedatangan Audy, ia menghempaskan tangan itu berkali-kali tapi Audy terus kembali melingkarkannya.

"Audy! Gue risih tau gak." Alva sungguh geram, ia pun memilih untuk segera melajukan mobilnya meninggalkan parkiran butik.

“Lo turun di halte depan,” ucap Alva yang segera melajukan mobilnya. Dengusan kesal terdengar dari arah sampingnya. Alva tak memperdulikan itu, ia fokus pada jalanan yang ada di depan sana.

“Siapa dia?” tanya Audy seraya menoleh ke arah samping, Alva tak kunjung menjawab membuat Audy kesal dibuatnya.

“Aku kecewa semalam kamu gak datang.” Kini Audy mengganti topik pembicaraannya. Tapi masih saja Alva terdiam tak menimpali. Sungguh dirinya kesal, ia meremas pakaiannya menahan kekesalan yang ia rasakan.

“Turun,” perintah Alva. Audy mengedarkan pandangannya, benar saja mobil ini berhenti tepat di depan sebuah halte. Alva tak main-main dengan ucapannya. Audy tak menurut, ia tetap diam di tempatnya.

Terdengar Alva yang berdengus kesal. Tak lama keluar dari mobil dan berjalan memutari mobil untuk membuka lebar pintu bagian Audy kembali menyuruh wanita itu untuk segera keluar dari sana.

“Gue gak punya waktu banyak, lo bisa keluar sekarang?” suara dingin itu terdengar memuat Audy terpaksa turun. Alva menutup pintu mobilnya, ia berdiri menghadap Audy dengan kedua tangan yang dimasukan ke dalam saku celana.

“Lo liat cewek tadi?” tanya Alva. Audy mengangkat wajahnya membalas tatapan Alva tanpa menjawab pertanyaan itu.

“Dia cewek gue,” ucap Alva kemudian. Mata Audy terbelalak, tak menyangka dengan apa yang Alva ucapkan sampai ia tak bisa berucap apa-apa. Tanpa pamit, Alva kembali memasuki mobilnya dan meninggalkan Audy di sana.

Emosi sungguh tak dapat Audy tahan, apa yang baru saja Alva katakan sungguh menyakiti hatinya. Wajah wanita tadi kembali ia ingat, seorang wanita asing yang baru ia temui begitu saja Alva akui sebagai kekasihnya. Ada apa ini, Audy merasa dipermainkan.

***

Elena keluar dari butik sekitar jam 5 sore, ia menghentikan taksi yang lewat dan segera menaikinya. Ia menyandarkan tubuhnya rileks ke sandaran kursi dan memejamkan matanya sejenak. Elena teringat mamanya tiba-tiba. Ma aku kangen, batinnya. Elena langsung mengeluarkan ponsel dari tas dan mencari nomor kontak orang yang selalu ia rindukan.

Ckittt! Tapi tiba-tiba taksi berhenti mendadak dan menjadikan ponsel Elena hampir saja terjatuh.

"Ada apa pak?" tanya Elena pada sang sopir taksi.

"Maaf mbak, ada mobil yang tiba-tiba berhenti didepan," jawab Pak sopir.

Elena hendak melihat tapi kaca mobilnya terlebih dulu diketuk seseorang. Matanya membulat melihat Alva di luar sana. Alva langsung membuka pintu taksi.

"Keluar," suruhnya.

"Alva, aku-"

Alva memberikan dua lembar uang seratus ribuan pada sang sopir taksi. "Pak ini."

"Alva gak usah, aku bisa bayar sendiri."

"Kembaliannya mas."

"Gak usah, ambil aja pak."

"Makasih mas."

"Ayo cepet keluar?"

"Maaf mas siapanya mbak ini ya?"

"Saya.. suaminya." Alva segera menarik tangan Elena dan membuat Elena keluar dari taksi. Alva membuka pintu mobilnya dan menyuruh Elena masuk. Elena segera masuk karena beberapa mobil di belakang sudah mengantri menunggu mobil di depannya segera melaju.

"Maksud kamu apa sih Va?" Elena yang tak mengerti maksud Alva geram dan segera bertanya. Alva tak menjawab, ia terus melajukan mobilnya. Elena yang kesal hanya diam dan melihat keluar jendela. Beberapa menit jalanan ditelusuri, dan kini Alva memasukkan mobilnya ke sebuah basement mal.

"Ayo turun," pinta Alva.

"Mau ngapain kita kesini." Elena mengedarkan pandangannya.

"Nonton bola," Elena mengerutkan keningnya seraya mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Ya belanjalah."

"Ya terus, buat apa aku ikut. Kamu yang mau belanja."

"Kita belanja bahan masakan, kulkas di apartemen sudah hampir kosong, kemarin semua gua masak. Lo gak sadar?"

"Apa?" Apa iya, kenapa Elena tak menyadarinya. Padahal ia sendiri yang belanja dan ikut makan juga.

"Cepet turun, jangan bikin gue nunggu, gue gak suka." Walaupun sedikit kesal Elena tetap keluar dari mobil dan mengikuti Alva dari belakang. Elena mengambil troli, Alva mengambil alih dan mendorongnya.

"Eh."

"Udah cepet, pilih aja mau beli apa." Elena Pun melihat-lihat, sebenarnya ia belum hafal beberapa nama sayuran dan bumbu yang harus digunakan, walaupun dulu dia sering bertanya tapi belum tentu Elena mengingatnya.

"Ko lama banget sih, gue udah laper nih," gerutu Alva.

"Ya udah makan aja sana," timpal Elena yang masih melihat-lihat sayuran yang da di depannya.

"Gue pengen makan di apartemen," balas Alva. 

Ck! Ribet banget sih ni orang, batin Elena.

Lama banget elah, gumam Alva. Di satu jenis sayuran saja Elena bisa menghabiskan waktu berpuluh-puluh menit.

"Tunggu di  sini, biar gue yang cari.” Elena mengerjapkan matanya ketika melihat Alva berjalan mendekat ke beberapa sayuran, ia terlihat begitu mahir membuat Elena terperangah melihatnya.

Alva memilih beberapa bahan masakan beserta bumbu-bumbunya. Tak lupa ia juga membeli beberapa daging.

"Kamu beli daging?"

"Lo gak suka?"

"Suka, tapi masaknya gimana?"

Alva tak menjawab, ia kembali mendorong troli dan memasukkan beberapa bahan lagi yang Elena tak tahu itu apa. Setelah satu jam berputar, akhirnya mereka menghampiri kasir.

Sumpah demi apa ini troli penuh banget, gumam Elena.

"Alva, kenapa banyak banget sih belanjanya. Aku gak mungkin makan semua ini.” Elena mengeluh melihat belanjaan mereka begitu banyak.

"Lo pikir, lo aja yang mau makan? ya gue juga lah," timpal Alva.

Hah! Apa maksudnya, apa dia mau tiap hari makan di apartemen, iya aku tau itu tempat tinggal dia, tapi kan ah sudahlah. Alva harus memperjelas semua ini nanti.

Diperjalanan menuju apartemen, Elena tak bersuara. Ia terus memikirkan apa maksud Alva belanja sebegini banyaknya.

Sampai di basement apartemen. Elena keluar dari mobil sambil membawa dua kantong kresek kecil sedangkan Alva membawa dua kantong besar lainnya. Elena segera menekan pin apartemen dan membuka lebar pintu itu. Belanjaan itu mereka tahun di area dapur tepatnya di atas meja bar.

"Va, maksudnya kamu mau makan di sini tiap hari?"

Alva mengeluarkan beberapa bahan masakan dan mencucinya, tak lupa juga ia mengeluarkan bumbu-bumbu yang diperlukan "Kalo iya, kenapa?"

"Tapikan Va rumah kamu jauh, masa setiap jam makan datang kesini."

"Gue pindah aja ke sini, gampangkan." mata Elena membulat, maksudnya kita tinggal satu apartemen gitu. Elena ingin mengomel tapi ia urungkan. Elena tahu, di sini dialah yang menumpang.

"Yaudah, aku usahakan secepatnya aku pindah Va, makasih ya sebelumnya udah kasih aku tempat tinggal." Alva yang sedang memotong sayuran pun langsung berbalik. Ia meletakkan pisau dan berjalan mendekati Elena.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Eleanor   103-Bersama

    “Nunduk sedikit Va.”Alva menunduk mengikuti arahan Andres. Apalagi urusannya dengan Andres kalau bukan perihal pemotretan. Ya, Alva sedang melakukan pemotretan koleksi terbaru butik Meisie yang mengeluarkan rancangan terbaru edisi pria. Mei sendiri yang meminta Alva untuk menjadi modelnya dan Alva tak keberatan karena memang ia masih menjalani karirnya sebagai model. Walaupun profesi ini adalah profesi yang sempat Rosie paksakan padanya tapi seiring berjalannya waktu Alva pun mulai menikmatinya. Profesi ini sudah menjadikan namanya dikenal banyak orang, tak lupa Alva juga sudah berterima kasih sekaligus meminta maaf pada Rosie karena pernah ada perselisihan di antara mereka. Dengan senang Rosie menerima maaf dan terima kasih itu, dan terjadilah moment haru di antara mereka. Alva tersenyum tipis mengingat semua itu, ia bersyukur kini hubungannya dengan keluarga sudah membaik apalagi dilengkapi dengan seseorang yang sudah ia ikat beberapa bulan lalu.Waktu b

  • Eleanor   102-Serius

    Elena menoleh ke arah samping, dimana Alva yang sedang mengemudikan mobilnya. Ia pun melirik ke bawah, dimana tangannya yang sejak tadi terus saja digenggam oleh Alva. Elena sudah beberapa kali melepaskan genggaman tangan itu karena ia takut Alva tak leluasa mengemudi. Tapi, Alva sendiri yang tak membiarkan itu. Ia kembali menarik tangan Elena ketika genggaman tangan itu terlepas. Ia menyimpan tangan Elena di pangkuannya saat perlu mengemudi dengan dua tangan dan selebihnya ia kembali menggenggam tangan Elena.“Va, lepas dulu ya, biar kamu leluasa,” ucap Elena yang masih membujuk Alva agar tak terus menggenggam tangannya.“Gak apa-apa, masih bisa ko. Tenang aja,” jawabnya yang selalu mengatakan tidak apa-apa saat Elena membujuknya.“Tapi Va-““Stttt, kamu ngantuk hm? Tidur aja nanti aku bangunin kalau udah sampe.” Alva malah mengalihkan pembicaraan.“Sebentar lagi juga sampe, tangg

  • Eleanor   101-Eleanor

    Aku tidak akan membiarkanmu terlepas darikuAku akan membuatmu tak sanggup untuk pergiKarena aku membutuhkanmu dan ingin memilikimu seutuhnyaBisakah kamu menyukaiku , bersamalah dengankuKamu bilang tak mau bertemu lagi jika aku masih menahanmu seperti iniJustru dengan ini aku tak akan membiarkanmu pergiSepertinya banyak hal yang aku tak tahu tentangmumenolak karena takut dicampakkan setelah didapatkanApa kamu perlu waktu untuk memikirkan jawabannyaTolong jaga hati kamu untukku selama aku dalam proses meyakinkan kamuAku tak pernah main-main tentang perasaan, yang hanya bisa dirasakan tanpa alasan. Aku menyukaimu bahkan menyayangimu, entah kenapa dan bagaimanaIzinkan aku untuk berjalan bersamamuAkan aku kendalikan apa yang bisa ku kendalikanBerhara

  • Eleanor   100-Restu Rosie

    Ini pertama kalinya Elena memasuki ruang kerja Rosie, ia mengagumi ruangan yang didesain sangat cantik dengan perpaduan warna putih dan gold yang memang merupakan tema warna butik Rosie. Namun, hal itu bukan yang menjadi fokusnya saat ini, tetapi tujuan Rosie melibatkan dirinya atas pertemuannya dengan Alva memberikan tanda tanda tanya besar untuknya. Ada apa ini, tidak seperti biasanya.“Jangan khawatir, ada aku disini,” ucap Alva tiba-tiba. Sepertinya ia mengetahui kekhawatiran dari raut wajah Elena.Elena tersenyum tipis, ia menunduk seraya mengulum bibirnya. Sungguh ini menegangkan baginya. Rasa penasaran membuatnya semakin tegang, apa kabar nanti? Elena berharap masih dapat bernafas dengan lancar.Pintu ruangan terbuka. Rosie yang tadi izin keluar sebentar kini sudah kembali. Elena semakin menunduk, rasanya ia segan untuk mengangkat wajahnya. Berbeda dengan Alva yang duduk santai dan terlihat biasa saja.“Maaf menunggu lama,”

  • Eleanor   99-Rasa Nyaman

    Punggungnya terasa pegal, padahal sudah diganjal oleh bantal. Elena mulai membuka matanya, ia menunduk melihat Alva yang begitu pulas dipelukannya. Lengannya yang Alva tindih ingin sekali Elena gerakan tapi takut Alva terbangun. Elena mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan jam dinding. Pukul dua dini hari, waktu saat ini. Rupanya sudah beberapa jam mereka dalam posisi seperti ini. Sebelumnya Elena meminta Alva untuk tidur di kamar, tapi Alva ingin Elena menemaninya. Karena enggan dan tak enak jika harus berduaan di dalam kamar Elena pun menolak. Bersikukuh tak ingin tidur tanpa Elena, Alva pun mengatur posisi tidur dan hasil akhirnya seperti ini. Elena pikir Alva hanya akan bertahan sebentar saja dengan posisi tidur itu, tapi nyatanya tidak. Ia begitu pulas tidur di lengan Elena dengan tangan yang melingkar di pinggang Elena. Sungguh, Elena merasa memiliki bayi besar.Bagaimana tidak pulas, kalau di lihat-lihat Alva tidur dengan posisi cukup nyaman. Kakinya ia selonjork

  • Eleanor   98-Jangan Pergi

    Perasaan apa ini? Kenapa begitu sakit? Seharusnya aku tak merasa kecewa, kenapa malah sebaliknya, batin Elena dengan tangan yang terus menggenggam erat pegangan pintu. Emosi yang ia rasakan sedang tak dapat bekerja sama. Tangan Elena menutup pintu dengan kasar, gerakan di luar kendalinya membuat ia sendiri terkejut.Takut ketahuan, Elena pun bergegas menjauhi pintu dan masuk ke kamar mandi. Berharap kedua orang yang ada di luar tak mendengar suara itu. Tenang El, mereka pasti gak denger, batin Elena menenangkan diri sendiri.Elena menghadapkan tubuhnya ke arah cermin wastafel yang ada di kamar mandi. Ia mengusap wajahnya, memejamkan mata sebentar seraya menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar.“Kenapa sesakit ini sih liat mereka pelukan.”“Gak boleh El, kamu gak boleh kayak gini. Mereka saudara, tapi kenapa tatapan Rachel…” Elena menggelengkan kepalanya, ia membuang pikiran buruknya terhadap Rachel. Bayangan akan Al

  • Eleanor   97-Penerimaan

    Roy mengusap bahu Rosie beberapa kali, ia mencoba menenangkan Rosie yang tak tenang semenjak penyampaian Alva pada media. Ponselnya berdering sejak tadi, beberapa pesan sempat Rosie terima tak lain mereka menanyakan kebenaran atas apa yang Alva sampaikan dan beberapa lainnya kembali mengulang masa lalu. Hal yang sangat Rosie khawatirkan saat ini, mereka yang tahu kembali mengungkit apa yang telah terjadi. Keterpurukan yang sudah Rosie kubur dalam-dalam dan menggantikannya dengan gemerlap yang merubah segalanya. Sungguh ia tak ingin masa itu kembali datang.Suara pintu terbuka membuat keduanya menoleh. Terlihat Reno yang hanya datang seorang diri tidak bersama seseorang yang ingin mereka temui saat ini.“Mana Alva?” tanya Rosie yang tak melihat keberadaan Alva memasuki ruang tunggu agensi musik itu.“Dia masih di studio, baru bisa ditemui 15 menit lagi. Maaf membuat Tuan dan Nyonya menunggu lama.” Reno menunduk memperlihatkan rasa hormatny

  • Eleanor   96-Publik

    “Ya, aku memiliki hubungan yang cukup dekat dengannya.”“Apa kalian pacaran? Kamu terlihat memasuki rumah Rachel Aditya malam tadi. Apakah itu benar kamu Alva?”Alva tersenyum tipis, ia menunduk sebentar dan kembali memperlihatkan wajahnya pada kamera. “Dia adikku,” jawaban itu mengejutkan semua awak media.“Adik? Bukannya adikmu adalah Felicia?” tanya salah satu reporter yang ada di sana. Alva tak langsung menjawab, ia hanya menampilkan senyumnya di sana membuat semuanya penasaran akan apa yang Alva katakan selanjutnya.“Aku baru mengetahui kenyataan yang cukup mengejutkan.” Apa yang Alva utarakan begitu membuat riuh.“Nyonya Rosie, pemilik Rosie boutique yang cukup terkenal dikalangan para selebriti itu adalah ibumu, bukan begitu?” Alva menoleh pada reporter yang baru saja bertanya dan kembali menampilkan senyum tipisnya di sana.“Ibu kandungku bernama Kalina,&rd

  • Eleanor   95-Pilu

    Dua orang yang menempati meja dekat jendela itu masih saling diam. Rosie yang memandang keluar jendela memperhatikan keadaan di luar sana, sedangkan Rachel yang menunduk seraya mengaduk minumannya. Mulai tak nyaman dengan keadaan ini, Rachel pun menghembuskan nafas pelan seraya menempelkan punggungnya pada sandaran kursi. Ia mulai memandang lurus ke arah Rosie yang belum mengatakan alasannya kenapa mengajak bertemu pagi ini juga.“Apa yang anda ingin sampaikan Nyonya Rosie?” tanya Rachel yang sudah tak tahan dengan keadaan saling diam.Helaan nafas Rosie terdengar, masih dengan memandang keluar ia pun menjawab, “Aku penasaran kenapa kamu dan Alva bisa ada di pemakaman itu?” akhirnya Rosie mengatakan maksudnya.Hal yang sudah Rachel duga sebelumnya, dan dugaan itu benar rupanya. Beberapa saat Rachel terdiam, sampai Rosie mulai menoleh ke arahnya karena gadis itu yang tak langsung menjawab.“Kenyataan ini sangat mengejutkan, ha

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status