Kali ini aku tidak akan melepasmu lagi
***
Dahi Julian berkerut, tatkala sepasang matanya menangkap sosok Syila yang berdiri di luar pintu masuk restoran. Gadis itu tak sendirian. Melalui pintu masuk yang terbuat dari kaca tembus pandang, Julian bisa mengenali sosok yang sedang berbincang dengan Syila. Pria itu Alfa. Tak lama motor sport yang ditunggangi Alfa bergerak bersamaan lambaian tangan yang diberikan Syila untuk mengiringi kepergian Alfa.
Gadis pemilik sepasang kaki jenjang itu melangkah penuh percaya diri memasuki sebuah kafe. Kedatangannya tak ayal membuat pengunjung lain melirik penasaran. Si gadis sama sekali tak peduli dengan pandangan mereka, ia memilih untuk menempati satu meja kosong dekat jendela yang langsung memberikan view serba hijau di luar kafe.Sesuai tema yang diusung kafe tersebut, go green. Tak hanya indoor, pengunjung juga bisa menikmati suasana di luar kafe dengan meja dan kursi yang ditata sedemikian rupa. Sehingga pengunjung dapat menikmati secara langsung kesejukan dan hijaunya tanaman-tanaman berbagai jenis yang sengaja ditanam di dalam pot-pot maupun lahan khusus yang disediakan.Tak ada waktu untuk menikmati suasana yang menyejukkan mata, ia lebih memilih menyibukkan diri dengan ponsel yang ia ambil dari tas hermes. Tidak ada notifikasi apa pun dari orang yang menyuruhnya datang ke kafe tersebut. Tamp
Satu dorongan saja pintu apartemennya terbuka lebar. Segera Raka masuk dan mengunci kembali pintu. Kemeja yang melekat di tubuh dari pagi tadi telah kusut, bahkan jas dan dasi sudah terlepas sejak dari kantor. Sekarang ia letakkan bersamaan dengan tas kerjanya di atas sofa.Rasa lelah menggerogoti, di luar bayangan ternyata hari pertama bekerja sudah dihadapkan dengan segudang masalah kantor. Benar-benar menguras tenaga dan pikiran. Bayangan wajah keriput di usia muda dan menumpuknya penyakit lantaran stres, membuatnya bergidik ngeri. Pantas saja Papanya terlihat lebih tua dari umur yang sebenarnya. Ia tak berani membayangkan perubahan fisiknya dalam jangka waktu ke depan, yang tak tentu. Dia akan rajin berolahraga dan mengatur jadwal ke gym sesegera mungkin.Raka mengempaskan tubuh di sofa. Berdecak kesal menatap apartemennya yang berantakan dan belum ada waktu untuk bersih-bersih. Ada untungnya juga mamanya
Kala rindu menguar, mendobrak paksa sekat-sekat tak kasat mata. Saat itulah aku menyadari cinta untukmu tak pernah mati. ***"Nanti aku bawakan makan siang," ucap Felisya ketika mobil yang dikemudikan Raka berhenti di depan gerbang kampus.Hari ini Felisya memang meminta Raka untuk mengantarnya ke kampus dan entah kenapa Raka mengiyakan. Bukan karena Felisya yang menjadi alasan, ataupun jadwal bertemu dengan dosen pembimbing yang memang bukan hari ini, melainkan dorongan lain yang pagi ini mengusik hati.Dorongan itu disebabkan oleh gadis yang baru saja turun dari motor sport yang berhenti tepat di depan mobil Raka. Tangan Raka langsung mencengkeram erat setir saat ia melihat keakraban yang terjalin di antara dua manusia yang berlainan jenis itu. Saling te
Materi yang disampaikan dosen di depan kelas sedikit pun tidak menyangkut di otak Syila. Seharusnya buku catatan berisi tulisan-tulisan yang disalin dari whiteboard, nyatanya hanya coretan abstrak yang tercipta hasil dari melamun.Sebelah tangan menopang dagu, diliriknya sekilas penghuni kelas lain ternyata sudah tumbang, alias tertidur. Bukan rahasia umum jika dosen legend di depan—Pak Sam namanya—terkenal sangat membosankan. Biasanya Syila dengan senang hati akan menghayati dan mencatat semua materi yang disampaikan Pak Sam. Kali ini untuk pertama kalinya ia setuju dengan mahasiswa yang mengikuti kelas dosen tersebut, benar-benar membosankan.Momen di detik-detik terakhir usainya kelas adalah momen paling ditunggu-tunggu semua mahasiswa, tak terkecuali Syila. Helaan napas bersamaan dengan kepergian Pak Sam. Masih belum beranjak dari duduk, padahal teman-temanya sudah angkat kaki dan berebutan kelu
"Hei mas bro!"Aktivitas pada laptop terhenti. Ketika Fariz merangsek masuk tanpa izin. Ia memijit pelipis sejenak melihat ulah Fariz yang seenak jidat, membuatnya pusing."Hei, keluar!"Sekretaris Raka—Anggrekani—masuk. Wajahnya memerah, menahan kemarahan."Pak Raka, dia masuk seenaknya tanpa membuat janji terlebih dahulu!" ucapnya sambil menunjuk-nunjuk Fariz."Hei, gue udah buat janji, nona galak!" kilah Fariz cepat.Mata Anggrekani melotot tajam. ''Apa kau bilang—""Cukup!" potong Raka cepat. Tangan Raka terancung menghentikan konfrontasi mereka."Anggrekani kembali ke meja kamu. Sebelum itu buatkan tamu saya minuman. Segera!" lanjutnya memerintah."Baik, Pak!" ucapnya pasrah. Sebelum keluar, Fariz memberikan kedipan mata pada Anggrekani dan dibalas pelotot
Malam semakin larut. Namun, kesibukan di ibukota seolah tak pernah surut. Cahaya dari lampu-lampu berpijar mengalahkan indahnya cahaya bintang. Dinginnya semilir angin menembus pori-pori kulit, memaksa Syila merapatkan jaket. Tiba-tiba Alfa memberhentikan motor di tepian jalan. Tentu saja Syila mengernyit. Bukankah kos-kosannya masih jauh."Ada masalah?" tanya Syila sesaat ia turun dari motor Alfa.Alfa melepas helm dan tersenyum. "Ada.""Motornya ada masalah?"Alfa menggeleng. "Bukan motornya. Tapi kamu."Syila semakin dibuat bingung oleh ucapan Alfa. Dia merasa baik-baik saja, tapi sebenarnya ia tidak dalam keadaan baik-baik saja secara batin."Duduk." Alfa menjulurkan tangan, Syila meraihnya dan ikut duduk di trotoar jalan."Kok, kita di sini sih, Fa?" tanya Syila masih dalam mode bingung."Ingat nggak
Jikalau bahagia menghampiri, bolehkah aku berangan-angan di dalam kehampaan. Berharap lebih jika kau masih menggenggam kepingan hatiku. ***Awan mendung tak bisa lagi menahan beban. Akhirnya menyerah dan mengguyur bumi dengan derasnya. Kantin bukan pilihan tepat bagi mahasiswa untuk sekadar menghangatkan diri, tetapi masih ada segelintir mahasiswa memilih memesan minuman hangat termasuk Syila.Sejak tadi ia memandang hujan penuh minat, seakan hujan adalah hidupnya dan angin yang berembus adalah nyawanya. Kala hujan turun aroma petrichor menguar menusuk hidung, hingga membuatnya terhipnotis. Sebentuk wajah tiba-tiba hadir, bolehlah kali ini ia mengingat wajah rupawan itu. Membingkainya dengan kerinduan yang menggebu.Teh hangat yang ia pesan mulai mendin
Kehadiran Raka di kampus yang mendadak sukses membuat Syila terusik. Konsentrasinya terpecah. Sulit membangunnya kembali, sementara pikiran terpusat pada pertemuannya dengan Raka. Hal itu mengakibatkan ia mendapatkan teguran dari dosen dan terpaksa ia disuruh maju ke depan untuk mengulang materi yang disampaikan.Bagaimana ia bisa menjelaskan, bahkan tak ada satu pun hal yang ia tangkap dari apa yang disampaikan dosen. Karena hal itu dosen menyuruh Syila untuk keluar dari kelasnya.Dengan langkah berat, ia berjalan menyusuri sepanjang koridor. Ia melirik jam tangannya sudah menunjukkan pukul 11 siang. Sebaiknya ia pulang. Toh, tidak ada kelas berikutnya. Lagian juga ia merasa tidak enak badan.Jadi, sisa waktu sebelum sore bisa ia pergunakan untuk istirahat. Karena sorenya ia harus bekerja di Restoran Gorgeous dan membutuhkan tenaga lebih ekstra.“Syila!”