Share

Embrace Fate
Embrace Fate
Penulis: Chani yoh

01. Secret Plan

- Besok kita akan melakukannya. Apakah sudah siap semua? -

Sebuah pesan dari Catherine baru saja diterima Esme di ponsel baru, yang dibelinya seminggu yang lalu. Ponsel itu juga berisi nomor baru yang hanya diketahui oleh Catherine.

Esmeralda Bandares, gadis 19 tahun, yang berasal dari Mexico, sedang merencanakan sesuatu bersama Catherine, teman baik yang juga sepupu jauhnya. Bagi mereka, rencana besar super rahasia ini akan mengubah hidup mereka berdua. Rencana untuk meraih kebebasan mereka. Dan besok adalah waktunya!

Catherine, gadis 24 tahun, sepupu jauh Esmeralda, tinggal di New York bersama keluarganya. Namun seperti Esme, dia sudah muak hidup dikekang ayahnya, yang juga sepupu dari ayah Esme.

- Sudah siap. Kau? -

Esme membalas pesan Catherine, yang juga memakai ponsel baru dan nomor baru yang hanya diketahui oleh Esme. Mereka telah berbulan-bulan merencanakan ini. Jadi, besok mereka harus berhasil. Tidak boleh gagal. Kesempatan hanya satu kali. Jika gagal, tidak akan mungkin mereka bisa mendapatkan kesempatan lainnya.

- Sudah siap dong! Baiklah. Good night, Esme. Take rest. And it'll gonna be our show time tomorrow! Buat ayah-ayah kita kelabakan! Hahaha, aku sudah tidak sabar membayangkan wajah mereka berdua! -

Itu balasan dari Catherine, membuat Esme yang tegang jadi ikut tersenyum. Sepupunya itu memang berani. Dia terlalu liar untuk menjadi putri keluarga Bandares yang hidup terkekang. 

Tapi, biar bagaimanapun, Catherine tidak seterkurung Esme. Dia masih bersekolah di sekolah umum. Dia masih diperbolehkan keluar-keluar meski dengan diikuti beberapa pengawal di belakangnya.

Esme kini menutup ponsel barunya yang berwarna hijau tentara. Kemudian, dia menyelipkannya di tas ransel hitam yang akan dibawanya besok. Tas itu tidak terlalu besar. Tapi cukup untuk membawa beberapa lembar pakaian ganti.

Di sebelahnya terdapat tas pinggang berisi uang 10 ribu dolar, hasil tabungan dari uang sakunya selama satu tahun ini. Ya, dia sudah berhemat demi bisa menabung untuk pelariannya ini.

Besok siang, ayahnya akan mengadakan pertemuan bisnis dengan klien penting di London. Ayah Catherine juga menghadirinya. Mereka semua sudah berangkat dari kemarin. Jadi, besok kedua ayah mereka akan tersita perhatiannya pada meeting mereka. Rumah Esme akan tetap dikawal, tapi sebagian besar pengawal akan dikerahkan untuk mengawal ayahnya. Dengan begitu Esme akan lebih mudah melarikan diri.

Hanya satu hal yang tidak boleh terjadi. Mereka tidak boleh gagal. Jika mereka gagal, sudah pasti ayah mereka akan mengawasi mereka setiap detik dengan pengawalan berlipat kali dari sebelumnya.

Jadi, dia tidak boleh gagal!

Esme memandang sekelilingnya, kemudian teringat bahwa dia ingin menuliskan surat perpisahan untuk ibunya. 

Diraihnya pena dan ditulisnya perlahan.

Maafkan aku, Mom. Aku sudah lelah hidup seperti ini. Kita tak hentinya lari, pindah, bersembunyi, kemudian setelah aku mulai bisa beradaptasi di tempat baru, semua harus berulang lagi. Kita lari, pindah, dan bersembunyi lagi. Aku tak tahan lagi hidup seperti itu, Mom. 

Aku tidak punya teman. Aku tidak merasakan hal-hal yang dirasakan gadis muda seusiaku. Jalan-jalan ke mall dengan teman segank, nonton di bioskop dengan pacar, ikut kemah di musim panas, belajar selancar, pokoknya banyak hal yang ingin aku lakukan tapi tak pernah bisa karena kita harus bersembunyi. 

Aku bahkan selalu home schooling, sendirian. Aku tak tahan lagi, Mom. Masa mudaku menjadi sia-sia di sangkar emas yang Dad sediakan ini, sementara ada banyak hal menungguku di luar sana. Banyak hal, Mom. Dan aku ingin merasakannya sebelum usia mudaku terlewati.

Tertanda, Esme. 

Please, Mom, jangan cari aku. Aku akan pulang saat aku sudah merasa puas di luar sana.

Esme melipat kertas itu dan meletakkannya di atas meja. Di bagian luar kertas, dia menuliskan: untuk Mom. 

Setelahnya dia membaringkan dirinya, mengelap air matanya yang berjatuhan di pipinya. Sungguh lucu, berbulan-bulan dia merasa tak sabar menanti hari ini tiba. Tapi saat hari ini tiba, dia malah menangis dan merasa berat di hatinya.

Tidak! Dia tidak boleh menangis! Besok adalah hari kebebasannya! Besok semuanya akan berubah! Besok adalah hidup barunya ... sebagai Leah Spencer! 

      

                        ***

Di suatu sudut kota Miami, di sebuah gedung perkantoran, Darren Javier baru saja keluar dari ruang atasannya. Wajahnya merengut marah dan sesampainya dia di meja kerjanya, dia menghantamkan pukulan ke tembok di sampingnya. 

Rekan-rekannya yang lain melirik diam-diam aksi Darren melampiaskan kemarahannya. Sementara benak pria itu mengulang lagi apa yang baru saja disampaikan atasannya.

"Kau terlalu memendam emosi yang tak tersalurkan, Darren. Itu tidak baik untukmu." Arnold Drawenskiey berujar pelan. Namun tetap saja, kata-katanya terasa menohok bagi Darren. 

Terlebih lagi pertanyaan lanjutannya, bagaikan petir yang menyambar pelipis Darren. Arnold bertanya lagi, "Kapan terakhir kalinya kau bercinta?"

Darren melayangkan tatapan tajam pada atasannya itu. Pertanyaan macam apa itu? Tidak beretika!

Pria berusia 30 tahun itu hanya menghunus atasannya dengan tatapan tajam, tanpa sepatah katapun jawaban yang keluar. 

Sang atasan yang berperut buncit menghela napasnya dalam-dalam dan berkata lagi, "Jangan bilang rumor tentangmu itu benar adanya?" 

Kini Darren yang mengernyit. "Rumor apa?" tanyanya dengan suara kering dan terdengar bagai debu beracun.

"Rumor bahwa kau masih perjaka, Darren!" sergah Arnold kesal.

Kedua mata kelabu Darren yang kelam tidak membelalak lebar. Tapi siapapun yang melihatnya akan mengetahui bahwa pria itu sungguh terkejut.

"Shit, Darren! Itu benar?" tanya atasannya lagi, lebih dari terkejut. "Astaga, Darren! Berapa sih umurmu?" Sang atasan mengacak-acak rambutnya sendiri.

Pria yang hampir berkepala lima itu tak habis pikir pada Darren. Pria setampan dan semaskulin Darren, pria dengan tubuh sekeras dan seindah Darren yang otot-ototnya terawat dengan baik, benar-benar belum pernah menyentuh seorang wanitapun?

Dengan menggeleng-gelengkan kepalanya, dia pun membuka laci mejanya, dan mengambil sebuah amplop putih dari sana. Diserahkannya kepada Darren.

Pria yang berambut halus di sepanjang garis rahangnya itu membuka dengan tatapan penuh tanya. Dan saat dia membacanya, dia menjawab gusar, "Aku tidak butuh ini!"

"Oh, ya, kau butuh! Dan ini perintah! Kau akan dibebastugaskan selama tiga bulan. Itu tiket untukmu. Berliburlah ke pulau itu selama tiga  bulan. Sampai semua emosimu stabil. Take this, atau kau dipecat!"

Mereka berdua beradu tatap yang sangat tajam. Sama-sama tidak ada yang mau mengalah. Hingga semenit kemudian Darren akhirnya mengambil lagi amplop putih yang tadinya telah dilemparnya ke meja. 

Dengan tatapan tak beranjak sedikit pun dari wajah atasannya hingga di detik terakhir, Darren berbalik dan meninggalkan ruang kerja atasannya itu tanpa sepatah katapun. 

Kurang ajar? Entahlah! Tapi sang atasan sudah memahami Darren yang memang biasanya selalu irit bicara! 

                              ***

Bersambung ...

Terima kasih sudah membaca bab pertama ini. Semoga enjoy dengan kisah ini, ya.

Chani yoh

Halo semua, trimksh sdh membuka dan membaca crita ini. Halo semua, trimksh sdh membuka dan membaca crita ini. Halo semua, trimksh sdh membuka dan membaca crita ini. Halo semua, trimksh sdh membuka dan membaca crota ini.

| 4

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status