Beranda / Romansa / Embrace Fate / 08. Forced Kiss

Share

08. Forced Kiss

Penulis: Chani yoh
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-29 11:26:54

Dalam sepuluh menit berikutnya, mereka tiba di sebuah night club terbesar di Honolulu. Setidaknya begitu yang dikatakan Hale. Setelah memarkir, mereka semuanya turun dari motor, termasuk Esme. 

Jika mau jujur, rasa antusiasme Esme sudah meletup-letup di dalam dadanya karena akhirnya dia bisa datang ke kelab malam bersama pemuda sebayanya. Rasa tidak nyamannya terhadap Brandon seketika dia lenyapkan dari benaknya.

Dengan berpasang-pasangan, mereka memasuki night club itu. Musik berdentum-dentum menyambut kedatangan mereka. Dan karena malam ini malam spesial yang digelar oleh night club itu, semua pengunjung diharuskan membayar biaya masuk. 

Hale dan Catherine menuju kasir dan dapat Esme lihat bahwa Catherine-lah yang mengeluarkan sejumlah uang dan membayar biaya masuk mereka semua.

"Mau minum apa?" tanya Hale pada Catherine, juga yang lainnya saat mereka sudah mendapatkan tempat di sofa melingkar.

Mereka semua duduk berpasang-pasangan. Sudah tentu Esme dipasangkan dengan Brandon.

Mereka semua memesan. Selesai memesan, Esme tak bisa berpaling lagi dari tingkah laku Catherine yang terlihat sangat mesra dengan Hale. Ditatapnya tajam sepupunya itu, meminta penjelasan, singkat sekalipun. Tapi Catherine sepertinya tidak menggubris tatapan Esme. Hanya senyum penuh arti yang dilayangkannya pada Esme.

Kemudian untuk menggoda Esme, sepupunya itu semakin sengaja bergelanyut mesra dalam pelukan Hale. Bahkan sebelah tangannya mengelus dada bidang Hale tanpa henti, dengan tatapan penuh senyum yang terarah pada Esme.

Kesal akan tingkah Catherine, Esme akhirnya membuang tatapannya dari Catherine. Pikirannya kini melayang pada bulan-bulan sebelumnya saat mereka merencanakan pelarian ini.  

Esme seperti baru tersadar bahwa selama ini dia sudah disetir Catherine dengan mudahnya. Masih segar dalam ingatannya bagaimana Catherine selalu mengajak Esme melarikan diri dari rumah. 

"Memangnya kau tidak bosan hanya di rumah saja, hidup dalam pengawasan ayahmu, dan segala yang ingin kau lakukan harus mendapat persetujuan ayahmu?"

"Hidup ini cuma sekali, Esme! Jika masa mudamu terlewatkan, kau takkan bisa mengulangnya lagi. Jika kau tidak berani mengambil resiko, hidupmu akan berakhir seperti yang ayahmu gariskan. Dalam beberapa tahun ke depan, kau pastilah akan dinikahkan dengan pria pilihan ayahmu. Dan siapa yang tau pria seperti apa? Masih bagus jika seperti ayahmu yang tampan, ramah, dan penyayang. Tapi jika dia tua, pendek, berperut buncit dengan kumis melenting konyol di atas bibirnya yang bau rokok bercampur bawang, apa kau mau?"

"Look at you! Aku yakin kau bahkan belum pernah berciuman! Dan kau sudah hampir 20 tahun. Mau sampai kapan kau hidup dikurung?"

Semua itu adalah hal-hal yang diucapkan Catherine saat membujuknya agar mengikuti rencananya melarikan diri dari rumah dan bersembunyi di Hawaii.

Yeah, Hawaii. Esme sering heran, kenapa harus Hawaii? Jika hanya karena pantai, banyak negara lain yang mempunyai pantai nan indah. 

"Ini masalah iklim dan cuaca, Little Girl. Hawaii beriklim hangat, cuaca dan udaranya pun hangat. Di sana kita pasti akan merasakan kenyamanan yang tidak bisa kita dapatkan selama di tempat kita ini."

Mexico juga cukup hangat, pikir Esme pada waktu itu. Namun tidak dia suarakan. Dan sekarang dia baru memahami, kenapa Catherine memilih Hawaii. Semua karena Hale. 

Setelah menghabiskan minumnya, Catherine menarik Hale ke lantai dansa. Di sana dia meliuk-liuk sensual. Sesekali dia melompat dengan kepala menggeleng-geleng tak karuan. Tangannya terangkat dan dia terlihat senang sekali. Catherine merupakan perwujudan dari kata cantik, bebas, dan liar.

Esme memperhatikan tawa lepas Catherine pada Hale dan dia merasa iri pada semua itu. Akankah dia bisa selepas Catherine, menikmati setiap hal dalam hidup tanpa banyak mempertimbangkan segala tetek bengek yang ada?

"C'mon, let's dance!" ajak Brandon. Sebelah tangannya terulur pada Esme.

"No, I can't dance," tolak Esme.

"Masa sih? C'mon! Hanya gerakkan saja tubuhmu semaumu!" bujuk Brandon lagi.

Esme akhirnya menyerah dan dia mengikuti Brandon ke dance floor.

Pada awalnya, Esme hanya melihat saja Brandon yang mulai bergoyang. Tak lama kemudian, dia mulai lupa akan kakinya yang masih sedikit sakit. Tubuhnya mulai merespon pada ritme musik yang mengiringi mereka. 

Emse menggeleng-gelengkan kepalanya, mengikuti tingkah Catherine. Esme juga mengangkat kedua tangannya. Esme meliukkan tubuhnya. Perasaan lepas dan bebas mulai melingkupinya. Dia mulai menyatu dengan musik dan tubuhnya melompat-lompat mengikuti irama house music yang berdentum-dentum.

Entah berapa lama Esme membebaskan dirinya sendiri untuk menari. Saat musik berubah pelan, Esme terkesiap karena tangan Brandon sudah merengkuh pinggangnya dan tubuh tegap pemuda itu sudah hampir menempel dengan tubuhnya.

"Ak- aku sudahan jogetnya, ya. Capek!" Esme berpura-pura. Dia hanya berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan lengan Brandon di pinggulnya.

"Oh, ayolah! Kenapa kau berhenti sekarang? This is the best part." Brandon menatap kepergian Esme dengan kesal. Dia membuang pandangannya ke sekelilingnya dan menemukan tatapan Hale padanya. Temannya itu menaikkan kedua alisnya seraya menunjuk Catherine yang sudah berada dalam pelukannya.

Hale mengejeknya. Brandon tahu itu sehingga dia bertambah kesal. Pemuda itu memutuskan untuk mengejar Esme. Gadis itu sudah berada di dekat toilet saat Brandon berhasil menggapainya.

"Aww! Kenapa kau ini?" Esme terkejut dan merasakan sakit saat Brandon menarik lengannya dengan kasar.

"Kau yang kenapa? Ini saatnya kita berdansa. Kenapa kau malah mau kabur?" desisnya di depan wajah Esme. Kedua tangannya menangkup wajah Esme dan membuat wanita itu menengadah menatapnya.

"Dance with me!" perintahnya dalam desisan.

"Aku tak mau!" jawab Esme dengan suara seperti tercekik.

Detik itu juga tubuh Esme didorong hingga ke tembok dan bibir Brandon mengejar sekujur wajahnya dengan membabi buta. Esme yang merasakan wajahnya lengket terkena liur pria itu semakin meronta dari ciuman paksa Brandon. Setelahnya, bibir itu mulai mengejar lehernya.

Esme mendorong kuat tubuh Brandon, tapi tidak ada hasilnya. Pria itu mengerahkan tenaganya dengan maksimal untuk menghukum Esme. Bahkan kedua tangan Esme mulai ditahan Brandon di samping tubuhnya.

Esme mulai ketakutan. Apalagi tidak banyak pengunjung yang melewati tempat Brandon menyerangnya. Hanya beberapa saja, itu pun tak ada yang memedulikannya. Mungkin dia dan Brandon terlihat sebagai sepasang kekasih yang sedang bermesraan. Hingar bingar musik sudah menelan suara teriakannya.

Dan saat tangan Brandon mulai menjelajah tubuhnya, dan mulai menangkup sebelah dadanya, Esme mulai menangis. Dia tidak menginginkan ini, tapi kenapa pria di depannya ini, yang baru dikenalnya memaksakannya untuk menerima ciumannya? 

Detik itu juga, perasaan menyesal menyelimutinya. Dia menyesal telah meninggalkan rumah ayahnya. Dia menyesal telah membenci pengawasan ayahnya. Dia menyesal telah melawan kehendak ayahnya.

Andai dia diam di rumah seperti yang diarahkan ayahnya. Andai dia tidak terbujuk ide liar Catherine. Andai dia tetap menjadi Mommy's little girl, saat ini dia pastilah sedang mendengarkan cerita ibunya, sambil duduk di sofa, menyantap camilan sedap, dan menonton film keluaran Marvel's.

Esme sangat merindukan rumah dan kedua orang tuanya. Dan saat pikirannya kembali meratapi pemaksaan Brandon, tubuh bawah pira itu sudah menempel padanya. dia bisa merasakan sesuatu yang menjadi pusat gairah pria itu sudah terbangkitkan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Embrace Fate   Extra Endings

    Tiga hari di Claymont terasa kurang bagi Darren maupun Esme. Akan tetapi, apa mau dikata. Mereka sudah harus pulang. Pekerjaan Darren menantinya. Dengan pangkat baru, tanggung jawab baru, Darren tidak bisa berlama-lama cuti, meskipun dia berharap dia bisa. Sebelum meninggalkan Claymont di hari itu, pagi harinya Esme mengajak Darren menuju ke perkebunan anggur. Dia ingin membawa pulang anggur berkualitas yang langsung bisa dia petik di perkebunan itu. Kebetulan, pemilik perkebunan mengenal baik keluarga Darren. Mereka menyusuri perkebunan itu dengan Mr. Thompson, pemilik perkebunan. Pria paruh baya itu sambil menjelaskan pohon anggur mana yang buahnya berkualitas baik. Hingga tiba di deretan pohon yang berada tepat di tengah-tengah kebun, Mr. Thompson berhenti. “Ini yang paling berkualitas di sini. Dan kau beruntung, ada yang baru berbuah dan belum dipetik. Jika kau datang siang ini, aku yakin buah ini sudah tidak ada di sini.” Esme tersenyum senang. “Trims, Mr. Thompson. Tapi, ak

  • Embrace Fate   170. As Long As You Love Me

    “Aku ingin tempat yang lebih tenang untuk hidup. Kota kecil atau pedesaan rasanya lebih cocok untukku.”“Pedesaan? Bagaimana kau bisa hidup di pedesaan?”“Aku bisa bertani. Atau beternak. Rasanya lebih menantang, dari pada hanya duduk seharian di apartemen dan menghabiskan uangku untuk minum dan makan saja.”Selesai mengucapkan itu, Martinez melewati Catherine begitu saja.Catherine begitu shock hingga dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Mengejar pria itu? Atau membiarkannya pergi? Catherine seperti kehilangan akalnya sendiri.Baru saat langkah Martinez semakin jauh darinya, Catherine baru tersadar. Gegas dia mengejar pria itu.“Jangan! Jangan pergi!”Martinez menghela napasnya. “Tekadku sudah bulat, Cath.”“Sudah bulat bagaimana? Kenapa kau tiba-tiba pergi? Padahal kau tidak boleh pergi! Kau ha

  • Embrace Fate   169. Throw a Party or Investment?

    Pagi itu, Darren duduk di kursi makannya. Dia sedang menyesap kopinya saat matanya tertuju pada layar ponsel. Claire mengiriminya undangan pesta pernikahan. Sebagai kakaknya, tanpa dikirimi undangan pun Darren pasti harus hadir. Tetapi, adiknya itu tetap ingin mengiriminya undangan.Melihat undangan itu, Darren merasa ada yang menggelitik hatinya.Sepiring poblano peppers tersaji di hadapannya secara tiba-tiba. Esme menyusul dengan duduk di sebelah pria itu. Wajahnya tersenyum lembut, memancarkan kebahagiaan.“Wow! Sarapan yang menggiurkan,” ucap Darren dengan matanya berbinar penuh gejolak.“Ya! Tadi kebetulan bangun lebih pagi, dan semua bahannya ini lengkap. Jadi, aku masak saja ini.” Esme mengambil satu dan memasukkannya ke dalam mulut. Dia mengunyah dengan perlahan dan sambil menikmatii rasa yang bercampur dalam mulutnya.“Hmmm, ini sangat lezat. Kau tidak makan?”“Tentu, aku akan

  • Embrace Fate   168. I'm not Incomplete

    “Apa yang terjadi di sini, biarlah berlalu. Tidak perlu disimpan dalam hati apalagi sampai dibawa pulang ke rumah kita. Aku tidak ingin kebersamaan kita nantinya ternoda dengan segala hal yang diucapkan Claire padamu. Bisakah?”Mendengar ucapan Darren, air mata Esme luruh lagi. Dia menganggukkan kepalanya. Darren menghapus air mata itu dan mengecup wajah Esme dengan penuh kasih.Setelahnya, mereka membawa segala barang bawaan mereka keluar kamar.Baru juga membuka pintu, sosok Claire sudah menghadang Esme di sana.“Mau apa lagi kau?” hardik Esme pada Claire. Rasanya seluruh persendian tubuhnya terasa sakit karena segala emosinya tersentak pada perseteruannya dengan Claire.Darren pun yang masih menarik koper di belakang Esme langsung menghardik Claire juga. “Claire, please. Apa tidak capek kau memikirkan hal itu terus-menerus?”Claire menggeleng. Wajahnya terlihat pucat dan lemah. Dan dengan

  • Embrace Fate   167. Farewell and Forgetting

    Catherine menahan napasnya selama perkelahian mereka dan baru mengembuskan napasnya itu saat Garry telah kehilangan kesadaran. Dia mengangkat wajahnya dan pandangannya tertaut pada tatapan mata Martinez. Di benaknya, dia mengharapkan Martinez akan menanyakan dengan lembut, ‘apa kau tidak apa-apa?’ Namun yang terjadi sesungguhnya, pria itu menatapnya marah dan membentaknya. “Apa kau sudah gila?! Apa kau sudah tidak punya harga diri lagi?!” Catherine shock minta ampun. Dia sampai terbelalak dan mulutnya menganga lebar. Martinez masih melanjutkan kemarahannya pada Catherine. “Kalau kau bodoh, lebih baik kau tinggal di rumah dan mengurus bayimu. Bukannya berkeliaran mencari lelaki lajang. Kau haus belaian atau apa, huh?!” Kata-kata Martinez begitu menusuk hati Catherine. Dia yang baru saja merasakan keterkejutan karena perlakuan Garry yang membuatnya takut, kini malah harus menghadapi kemarahan Martinez. Dia bahkan dikatai b

  • Embrace Fate   166. Where's Your Pride?

    “LEPASKAN! KAU BAJINGAN!” Catherine berusaha keras untuk berteriak, memukul, menendang. Apa saja agar terlepas dari kungkungan Garry. Tetapi, pria itu jauh lebih kuat darinya.Kini, wajah Garry berada di atas wajahnya. Bibirnya menjelajah di sekeliling pipi dan lehernya, membiarkan liurnya menempel di kulit Catherine. Dan pada akhirnya bibir itu mendarat di bibirnya.Catherine meronta-ronta ingin melepaskan dirinya.Namun nyatanya, tangan Garry malah merobek kaosnya.Catherine semakin histeris. Segala tenaga dia kerahkan hanya untuk merasakan terjangan tenaga yang lebih besar lagi dari Garry.“HELP! HELP!!!” teriak Catherine putus asa. Garry sudah bagai binatang buas yang siap membantai korbannya. ***Tok tok tok.Darren mengetuk pintu kamar orang tuanya. Tak lama kemudian, ayahnya membuka pintu dengan perlahan. Te

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status