Share

08. Forced Kiss

Dalam sepuluh menit berikutnya, mereka tiba di sebuah night club terbesar di Honolulu. Setidaknya begitu yang dikatakan Hale. Setelah memarkir, mereka semuanya turun dari motor, termasuk Esme. 

Jika mau jujur, rasa antusiasme Esme sudah meletup-letup di dalam dadanya karena akhirnya dia bisa datang ke kelab malam bersama pemuda sebayanya. Rasa tidak nyamannya terhadap Brandon seketika dia lenyapkan dari benaknya.

Dengan berpasang-pasangan, mereka memasuki night club itu. Musik berdentum-dentum menyambut kedatangan mereka. Dan karena malam ini malam spesial yang digelar oleh night club itu, semua pengunjung diharuskan membayar biaya masuk. 

Hale dan Catherine menuju kasir dan dapat Esme lihat bahwa Catherine-lah yang mengeluarkan sejumlah uang dan membayar biaya masuk mereka semua.

"Mau minum apa?" tanya Hale pada Catherine, juga yang lainnya saat mereka sudah mendapatkan tempat di sofa melingkar.

Mereka semua duduk berpasang-pasangan. Sudah tentu Esme dipasangkan dengan Brandon.

Mereka semua memesan. Selesai memesan, Esme tak bisa berpaling lagi dari tingkah laku Catherine yang terlihat sangat mesra dengan Hale. Ditatapnya tajam sepupunya itu, meminta penjelasan, singkat sekalipun. Tapi Catherine sepertinya tidak menggubris tatapan Esme. Hanya senyum penuh arti yang dilayangkannya pada Esme.

Kemudian untuk menggoda Esme, sepupunya itu semakin sengaja bergelanyut mesra dalam pelukan Hale. Bahkan sebelah tangannya mengelus dada bidang Hale tanpa henti, dengan tatapan penuh senyum yang terarah pada Esme.

Kesal akan tingkah Catherine, Esme akhirnya membuang tatapannya dari Catherine. Pikirannya kini melayang pada bulan-bulan sebelumnya saat mereka merencanakan pelarian ini.  

Esme seperti baru tersadar bahwa selama ini dia sudah disetir Catherine dengan mudahnya. Masih segar dalam ingatannya bagaimana Catherine selalu mengajak Esme melarikan diri dari rumah. 

"Memangnya kau tidak bosan hanya di rumah saja, hidup dalam pengawasan ayahmu, dan segala yang ingin kau lakukan harus mendapat persetujuan ayahmu?"

"Hidup ini cuma sekali, Esme! Jika masa mudamu terlewatkan, kau takkan bisa mengulangnya lagi. Jika kau tidak berani mengambil resiko, hidupmu akan berakhir seperti yang ayahmu gariskan. Dalam beberapa tahun ke depan, kau pastilah akan dinikahkan dengan pria pilihan ayahmu. Dan siapa yang tau pria seperti apa? Masih bagus jika seperti ayahmu yang tampan, ramah, dan penyayang. Tapi jika dia tua, pendek, berperut buncit dengan kumis melenting konyol di atas bibirnya yang bau rokok bercampur bawang, apa kau mau?"

"Look at you! Aku yakin kau bahkan belum pernah berciuman! Dan kau sudah hampir 20 tahun. Mau sampai kapan kau hidup dikurung?"

Semua itu adalah hal-hal yang diucapkan Catherine saat membujuknya agar mengikuti rencananya melarikan diri dari rumah dan bersembunyi di Hawaii.

Yeah, Hawaii. Esme sering heran, kenapa harus Hawaii? Jika hanya karena pantai, banyak negara lain yang mempunyai pantai nan indah. 

"Ini masalah iklim dan cuaca, Little Girl. Hawaii beriklim hangat, cuaca dan udaranya pun hangat. Di sana kita pasti akan merasakan kenyamanan yang tidak bisa kita dapatkan selama di tempat kita ini."

Mexico juga cukup hangat, pikir Esme pada waktu itu. Namun tidak dia suarakan. Dan sekarang dia baru memahami, kenapa Catherine memilih Hawaii. Semua karena Hale. 

Setelah menghabiskan minumnya, Catherine menarik Hale ke lantai dansa. Di sana dia meliuk-liuk sensual. Sesekali dia melompat dengan kepala menggeleng-geleng tak karuan. Tangannya terangkat dan dia terlihat senang sekali. Catherine merupakan perwujudan dari kata cantik, bebas, dan liar.

Esme memperhatikan tawa lepas Catherine pada Hale dan dia merasa iri pada semua itu. Akankah dia bisa selepas Catherine, menikmati setiap hal dalam hidup tanpa banyak mempertimbangkan segala tetek bengek yang ada?

"C'mon, let's dance!" ajak Brandon. Sebelah tangannya terulur pada Esme.

"No, I can't dance," tolak Esme.

"Masa sih? C'mon! Hanya gerakkan saja tubuhmu semaumu!" bujuk Brandon lagi.

Esme akhirnya menyerah dan dia mengikuti Brandon ke dance floor.

Pada awalnya, Esme hanya melihat saja Brandon yang mulai bergoyang. Tak lama kemudian, dia mulai lupa akan kakinya yang masih sedikit sakit. Tubuhnya mulai merespon pada ritme musik yang mengiringi mereka. 

Emse menggeleng-gelengkan kepalanya, mengikuti tingkah Catherine. Esme juga mengangkat kedua tangannya. Esme meliukkan tubuhnya. Perasaan lepas dan bebas mulai melingkupinya. Dia mulai menyatu dengan musik dan tubuhnya melompat-lompat mengikuti irama house music yang berdentum-dentum.

Entah berapa lama Esme membebaskan dirinya sendiri untuk menari. Saat musik berubah pelan, Esme terkesiap karena tangan Brandon sudah merengkuh pinggangnya dan tubuh tegap pemuda itu sudah hampir menempel dengan tubuhnya.

"Ak- aku sudahan jogetnya, ya. Capek!" Esme berpura-pura. Dia hanya berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan lengan Brandon di pinggulnya.

"Oh, ayolah! Kenapa kau berhenti sekarang? This is the best part." Brandon menatap kepergian Esme dengan kesal. Dia membuang pandangannya ke sekelilingnya dan menemukan tatapan Hale padanya. Temannya itu menaikkan kedua alisnya seraya menunjuk Catherine yang sudah berada dalam pelukannya.

Hale mengejeknya. Brandon tahu itu sehingga dia bertambah kesal. Pemuda itu memutuskan untuk mengejar Esme. Gadis itu sudah berada di dekat toilet saat Brandon berhasil menggapainya.

"Aww! Kenapa kau ini?" Esme terkejut dan merasakan sakit saat Brandon menarik lengannya dengan kasar.

"Kau yang kenapa? Ini saatnya kita berdansa. Kenapa kau malah mau kabur?" desisnya di depan wajah Esme. Kedua tangannya menangkup wajah Esme dan membuat wanita itu menengadah menatapnya.

"Dance with me!" perintahnya dalam desisan.

"Aku tak mau!" jawab Esme dengan suara seperti tercekik.

Detik itu juga tubuh Esme didorong hingga ke tembok dan bibir Brandon mengejar sekujur wajahnya dengan membabi buta. Esme yang merasakan wajahnya lengket terkena liur pria itu semakin meronta dari ciuman paksa Brandon. Setelahnya, bibir itu mulai mengejar lehernya.

Esme mendorong kuat tubuh Brandon, tapi tidak ada hasilnya. Pria itu mengerahkan tenaganya dengan maksimal untuk menghukum Esme. Bahkan kedua tangan Esme mulai ditahan Brandon di samping tubuhnya.

Esme mulai ketakutan. Apalagi tidak banyak pengunjung yang melewati tempat Brandon menyerangnya. Hanya beberapa saja, itu pun tak ada yang memedulikannya. Mungkin dia dan Brandon terlihat sebagai sepasang kekasih yang sedang bermesraan. Hingar bingar musik sudah menelan suara teriakannya.

Dan saat tangan Brandon mulai menjelajah tubuhnya, dan mulai menangkup sebelah dadanya, Esme mulai menangis. Dia tidak menginginkan ini, tapi kenapa pria di depannya ini, yang baru dikenalnya memaksakannya untuk menerima ciumannya? 

Detik itu juga, perasaan menyesal menyelimutinya. Dia menyesal telah meninggalkan rumah ayahnya. Dia menyesal telah membenci pengawasan ayahnya. Dia menyesal telah melawan kehendak ayahnya.

Andai dia diam di rumah seperti yang diarahkan ayahnya. Andai dia tidak terbujuk ide liar Catherine. Andai dia tetap menjadi Mommy's little girl, saat ini dia pastilah sedang mendengarkan cerita ibunya, sambil duduk di sofa, menyantap camilan sedap, dan menonton film keluaran Marvel's.

Esme sangat merindukan rumah dan kedua orang tuanya. Dan saat pikirannya kembali meratapi pemaksaan Brandon, tubuh bawah pira itu sudah menempel padanya. dia bisa merasakan sesuatu yang menjadi pusat gairah pria itu sudah terbangkitkan.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Nona Panda
Koin mahal amat
goodnovel comment avatar
De Edward
Aaahhkkk....hate that's questions
goodnovel comment avatar
De Edward
Aaahhkkk....hate that's questions
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status