Mbak Sri memberiku semangat dengan antusias. "Nggak usah bimbang. Kamu nggak seperti aku yang harus memikirkan bagaimana perasaan anak-anak jika ingin memulai hubungan baru. Lagian dia bisa menerima kondisi kamu. Move on dan lanjutkan hidup kamu. Buang trauma, rasa benci, bikinlah hatimu sendiri merasakan kedamaian."Malam itu perasaanku longgar setelah cerita dengan Mbak Sri. Aku mulai memiliki keyakinan dan kemantapan hati untuk menerima Andrean. Dalam sujud-sujudku aku memohon petunjuk untuk langkahku selanjutnya. Aku memohon diberikan kemudahan dan tidak salah menentukan pilihan.* * *Ini hari terakhir aku masuk kerja, besok aku sudah cuti dua hari. Yani tak henti-hentinya menggodaku setelah aku cerita perhal semalam. Aku juga menceritakan pertemuanku dengan keluarga Pak Darmawan. "Benar kan dugaanku. Kalau Bu Salwa nggak akan bisa begitu saja menerima kondisimu," kata Yani siang itu sehabis Salat Zhuhur."Iya, aku juga nggak apa-apa. Aku paham, seorang Ibu pasti menginginkan yan
Author's POVMeskipun dengan berat hati, Pak Darmawan menyambut tangan sang putra dan menggenggamnya erat. Kemudian merangkul Andrean sambil menahan sebak di dada yang membuat netranya terasa memanas."Terima kasih, Pa," ucap Andrean sambil tersenyum kemudian permisi pergi.Pak Darmawan menatap punggung kokoh putranya yang hilang dibalik pintu. Anak yang tumbuh di bawah asuhan sang nenek. Sosok ibu mertua yang sangat baik padanya. Yang merangkulnya seperti putranya sendiri. Walaupun mungkin dirinya bukan menantu yang baik.Sekarang beliau harus membiarkan Andrean menentukan pilihannya sendiri. Meski rasanya tak rela jika anaknya tidak akan memiliki keturunan. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa, karena untuk menentang pun tak bisa. Hubungan mereka tidak seakrab hubungan antara papa dan anak. Sementara Andrean kembali masuk ke dalam ruangannya diikuti oleh Rozak. Keduanya lantas duduk berhadapan di meja kerja Andrean."Bagaimana tanggapan papamu?" tanya Rozak penasaran. Sebelum menemu
Author's POVMalam itu hujan kembali mengguyur bumi. Suasana di rumah Pak Tino cukup meriah. Ada beberapa kerabat yang datang untuk makan malam dalam rangka anniversary pernikahan lelaki itu dan istrinya.Andrean duduk di sebelah gadis yang sejak tadi berusaha mengajaknya bicara. Menghidupkan percakapan di antara mereka. Namun Andrean hanya menjawab seperlunya. Dari tempat duduknya Tante Verra memperhatikan sang keponakan yang tidak antusias sama sekali terhadap gadis pilihannya. Seistimewa apa perempuan yang disukai Andrean, hingga gadis secantik Nency tidak berhasil menarik perhatiannya. Andrean sendiri tidak menduga kalau akan ada Nency di acara tantenya. Sebab selama ini sang Tante tidak pernah mengundang orang luar di acara anniversary-nya."Mas, akhir pekan ini datang ya di acara pembukaan butikku. Nanti undangannya menyusul. Ada di lantai empat Prima Plaza, deketan sama butiknya Bu Salwa." Nency sangat berharap bahwa pria di sebelahnya akan mau memenuhi undangannya. Gadis itu
Author's POV"Kami akan menikah di kota, Pak. Secara sederhana saja. Sebab Embun masih jadi warga sana juga. Jadi kami tidak akan kesulitan untuk mengurus surat-surat yang diperlukan." Andrean menjelaskan.Sejak bercerai, Embun memang belum mengurus pindah tempat kembali ke desanya. Alamat di KTP menggunakan alamat kosannya. Dia mengurus KTP baru setelah putusan perceraiannya di pengadilan agama.Walaupun Pak Karim telah menolak pemberian uang dari Andean, tapi pria itu tetap memaksa memberikannya ketika mereka hendak pamitan pulang. Embun juga titip salam buat Roy yang tidak ada di rumah karena sedang diajak bosnya ke luar kota. Rini juga masih di sekolah."Apa Mas nggak ingin mengajak saya minta restu pada Pak Darmawan?" tanya Embun di perjalanan."Setelah kita urus semua surat-surat dan menetapkan tanggal pernikahan, aku akan mengajakmu bertemu papa.""Baiklah!" jawab Embun sambil tersenyum.Mereka sampai di kota jam dua belas siang. Andrean sepakat dengan Embun kalau akan menggun
Embun's POVSetelah mengukur baju pada Mbak Mur, aku duduk di tepi pembaringan. Masih ada waktu beberapa jam lagi sebelum aku bersiap-siap hendak pergi kerja. Dua hari ini aku sibuk mondar-mandir untuk mengurus surat-surat nikah. Rasanya seperti mimpi kalau sebentar lagi aku akan bersuami lagi.Benar yang ditulis dari buku yang kubaca, bahwa semua akan membaik seiring berjalannya waktu. Pernikahanku dengan Mas Fariq boleh gagal, tapi tidak berarti kehidupanku selanjutnya harus ikut gagal.Siang itu aku bersemangat masuk kerja. Rasanya tak sabar segera memberitahu Yani bahwa aku akan menikah tak lama lagi. Namun ketika sampai di rumah sakit, justru Yani yang lebih dulu memberitahu sesuatu padaku."Ternyata mantan madumu itu keguguran lagi dua hari yang lalu. Waktu kita cuti. Jadi dia di rawat satu kamar dengan suaminya.""Oh ya?" tanyaku tidak sepeduli kemarin-kemarin. Rasa sakit itu tak lagi seperti dulu."Iya. Dewi yang cerita padaku." Dewi ini perawat yang shift-nya berbeda dengan
Author's POVMelihat Hedriko terluka, hati seorang ibu ikut tersayat pedih. Beliau teringat kembali peristiwa berpuluh tahun yang lalu. Benarkah karma telah terbayar?Malam itu Bu Salwa menyuruh Fadel mengawasi Hendriko. Beliau tidak ingin anaknya melakukan tindakan yang tidak-tidak. Sebab sudah sangat hafal dengan karakter Hendriko. Dia bisa nekat melakukan apa saja tanpa pertimbangan yang matang. Sikap diamnya itu sulit sekali di tebak. Diakuinya kalau sikap Andrean yang juga pendiam itu tapi penuh dengan perhitungan yang matang. Apa-apa dipikir secara detail. Tidak seperti Hendriko yang mengampangkan sesuatu.Namun tetap saja pengawasan bisa luput. Hendriko mengirimkan pesan berpuluh kali pada Embun. Dan sehari sebelum pernikahan Andrean dan Embun, Hendriko datang di kosan wanita itu. Embun yang ada di kamar diam saja, dia tidak menemui lelaki yang tampak kusut itu. Pernikahannya hanya tinggal sehari saja, ia tidak ingin ada masalah yang berakhibat fatal. Embun tidak ingin melukai
Author's POVJamuan berlangsung lancar meski antar besan terlihat masih canggung. Justru Mbok Darmi dan Pak Karyo yang berbincang ramah dengan orang tuanya Embun. Pak Darmawan sendiri hanya sesekali bertanya pada Pak Karim.Jam setengah satu acara jamuan selesai. Mereka saling bersalaman untuk berpisah. "Jaga Mbak saya baik-baik, Mas," ucap Roy ketika menyalami Andrean."Pasti. Kamu jangan khawatir," jawab Andrean sambil menepuk bahu Roy.Pak Karim juga memberikan nasehat singkat pada putri dan menantunya sebelum pergi.Rozak yang akan mengantarkan Pak Karyo dan keluarganya pulang. Sebab Andrean langsung mengajak istrinya menghabiskan cuti mereka beberapa hari di tempat yang sudah ia persiapkan. Sedangkan Pak Darmawan dan Bu Salwa pulang paling akhir. Mereka berdua memandang kepergian putranya dan Embun meninggalkan halaman restoran.Mendung kelabu memayungi mayapada ketika mobil Andrean memasuki sebuah resort mewah di luar kota. Dua jam perjalanan dari tempat tinggal mereka. Resort
Author's POV"Nggak dijawab dulu, Mas?" tanya Embun ketika melihat suaminya membiarkan ponsel itu tetap berdering."Biar saja, Mas mandi dulu." Andrean sudah membahasakan dirinya dengan panggilan 'Mas'.Embun menatap layar yang masih berpendar. Andrean sempat cerita sekilas tentang seseorang yang dipanggilnya Tante Verra. Juga alasannya kenapa ia tidak mengundang wanita itu ke pernikahan mereka.Pagi yang dingin. Usai Salat Subuh mereka masih duduk di atas sajadah. Berulang kali Andrean mengecup kening istrinya, dengan cara itu ia bisa mengungkapkan apa yang dirasa. Dia jatuh cinta ketika pertama kali melihat Embun. Saat itu ia mencari tahu tentang siapa Embun, karena tidak ingin salah bertindak. Takutnya Embun kekasih orang atau bahkan sudah menjadi istri dari seorang pria."Setelah ini Mas akan membawamu tinggal di rumah Mas."Embun mengeratkan pelukannya sambil mengiyakan. Di mana pun akan di bawa, Embun sudah siap untuk ikut serta. Apa yang di carinya selain ketenangan bersama den