Damai. Itulah kesepakatan yang kami putuskan hari ini. Mas Edwin melupakan kejadian kemarin, sedangkan aku juga tidak meneruskan kasus teror dan gugatan tindakan kekerasan yang pernah dia lakukan. Biarlah untuk masalah rumah tangga, aku ajukan bukti kuatnya di pengadilan saja. Termasuk video Mas Edwin yang tengah berciuman di dalam mobil.Aku tahu, ibu mertuaku sempat tidak percaya dengan tuduhan yang aku layangkan pada anaknya. Tentu saja, mana ada orang tua yang bisa percaya begitu saja perihal kesehatan organ vital anaknya. Di kepalanya hanya ada aku yang mandul dan tidak bisa memberinya cucu. Dia sama sekali tidak curiga dengan Raka dan Mila. Apakah wanita paruh baya itu telah benar-benar diperdaya oleh anaknya?Soal harta Mas Edwin yang sudah atas namaku, berikut tabungan. Akan tetap aku perjuangkan di meja pengadilan agama. Dia yang memulai semuanya, sehingga aku memang harus sigap mengambil langkah agar harta penghasilan suamiku set
Pov Edwin"Ibu!" Aku berlari menghampiri ibu yang pingsan setelah mendengar kenyataan yang diucapkan oleh Mila."Mila, bantu aku bawa ibu ke rumah sakit!" pintaku padanya. Wanita itu mengangguk dan langsung berlari untuk membuka pintu, lalu menyiapkan mobil.Kami membawa ibu dengan perasaa khawatir. Mila duduk di belakang memangku kepala ibu di pahanya. Kuperhatikan ia jug sangat syok. Ibu pingsan setelah mendengar ocehannya tentang masa laluku yang tak ada siapapun yang tahu, kecuali Mila. Semua ini terpaksa aku sembunyikan dari Ibu, karena wanita yang melahirkanku ini tidak pernah suka dengan Eva. Apa jadinya jika ia tahu Eva mengandung anakku di luar nikah? Bisa-bisa namaku dicoret dari kartu keluarga dan tak memperoleh warisan sedikit pun.Sekarang, Ibu sudah tahu dan aku tak bisa lagi menghindar. Semua harus aku ceritakan begitu bel
“Terima kasih atas restunya, Bu. Saya berjanji akan menjadi menantu penurut,” ujar Mila dengan wajah tersipu malu. Aku sudah tak bisa membantah jika Ibu sudah membuat keputusan. Walau jauh dari dasar hatiku masih ragu untuk menceraikan Ria. Apakah tidak perlu menunggu dulu sampai hartaku kembali lagi padaku? Agar aku bisa lebih tenang menjalani hidup baru dengan Mila.“Apa lagi yang kamu pikirkan, Win? Lekas urus perceraian kamu dan cari ustazd untuk menikahkan kalian berdua. Tidak perlu resepsi. Nikah siri saja dahulu. Jika kamu sudah resmi bercerai secara Negara dari Ria, baru kalian urus pernikahan secara Negara. Bagaimana Mila?” tanya ibuku pada wanita yang sebentar lagi akan menjadi istri siriku.“Baik, Bu. Saya tidak masalah. Asal kami segera dihalalkan,” jawabnya dengan senyum terkembang.“Tapi kamu harus janji, bahwa kamu akan memberikan saya cucu. Jika tidak kembar, cucu per
"Saya terima nikah dan kawinnya Milariani binti Ahmad Muzakki dengan mas kawin seperangkat alat salat dan cincin emas tujuh gram dibayar tunai."Pernikahan siri ini pun terjadi juga. Setelah sepekan ibuku keluar dari rumah sakit. Wajah Mila nampak sumringah dan merona. Dia memang cantik, mirip sekali dengan Eva. Tak heran jika aku bisa jatuh cinta padanya, setelah kepergian Eva untuk selamanya. Aku memang menyukai dan mencintai Ria, tetapi kedekatanku dengan Mila karena adanya Raka, membuat perasaan ini terbagi dua. Aku menginginkan keduanya menjadi wanita-wanitaku, walau aku tak bisa memberi nafkah batin untuk mereka.Jika Ria bisa diberi pengertian tentang hal itu, asal rekeningnya gendut. Namun bagi Mila, aku masih bingung. Khawatir ia kecewa dengan keadaanku yang sebenarnya. Biarlah, untuk beberapa bulan ini aku beri obat tidur saja sebelum kami berhubungan."Saya mandi dulu ya, Mas," katanya dengan wajah menundu
Akhirnya aku sampai juga di Garut menjelang Subuh. Mobil sengaja kukemudikan dengan kecepatan sedang, karena mengendarai mobil saat malam hari, aku masih belum terlalu percaya diri.Singgah di masjid begitu memasuki azan Subuh, membuatku sempat beristirahat sebentar. Baru kali ini aku mengendarai mobil dalam jarak cukup jauh.Selesai salat berjamaah, aku memutuskan untuk memejamkan mataku sejenak. Tidak ada rasa was-was sama sekali, karena sedang ada taklim yang berlangsung setelah salat. Untunglah bilik salat perempuan, dibatasi oleh gorden panjang, sehingga saat kuterlelap, tak ada jamaah yang menyadarinya.Alamat Mas Dirman sebenarnya tidak jauh lagi, tetapi mataku sungguh tak dapat diajak bekerja sama. Daripada terjadi apa-apa di jalan, lebih baik aku tidur sejenak di masjid.Entah berapa lama aku tertidur, yang jelas saat kumembuka mata, langit sudah terang dan lalu-lalang kendaraan mulai padat. Seger
Akhir pekan yang aku harapkan bisa kulewati dengan tenang di Garut, harus pupus. Mas Edwin lagi-lagi mengganggu dengan terror kampungannya. Aku tak menyangka, lelaki sepintar Mas Edwin melakukan cara konyol untuk masuk ke dalam rumahku. Ya, sekarang itu benar-benar rumahku. Bukan lagi rumah bersama. Apalagi sekarang dia sudah menikah dengan Mila, tidak sudi sepeser pun aku memberikan harta gono-gini pada lelaki itu.Untunglah Mas Dirman memberitahu temannya yang bertugas sebagai satpam komplek perumahanku, sehingga Mas Edwin dan orang-orangnya bisa diusir saat itu juga. Aku juga minta tolong pada Herman untuk mengamankan rumahku sementara. Tepatnya, aku rela membayar satu orang petugas kepolisian untuk menjaga rumah mewah yang aku punya. Jangan sampai rumah seharga tiga milyar itu jatuh kembali pada Mas Edwin dan istri sirinya. Harta yang didapat lelaki itu selagi berumah tangga bersamaku dan sudah atas namaku, tentu tidak akan mau aku kembalikan.
POV AuthorMila duduk di depan cermin sambil menyisir rambut panjangnya. Baju yang ia pakai sungguh sangat terbuka. Malam ini dia sudah bersiap kembali menggoda suaminya. Biasanya, pengantin baru itu setiap hari bisa dua rit bolak-balik;bahkan ada yang sampai tiga kali. Namun, sudah dua hari menikah, tetapi baru satu kali kami melakukannya dan dia tidak merasakannya, karena terlelap.Siang tadi, tidurnya sudah sangat nyenyak sehabis dari salon. Maka dari itu, dapat dia pastikan malam ini akan berlalu dengan sangat panas, bersama suaminya. Mila menurunkan sebelah kiri tali sphageti baju tidur saten yang ia pakai. Kemudian, menyemprotkan parfum di seluruh tubuhnya. Terutama di sekitar leher dan pangkal pahanya.Suara guyuran air shower sudah berhenti. Itu tandanya suaminya akan segera keluar dari sana. Dengan hati berdebar, Mila berjalan menuju ranjang dan memasang pose sangat menggoda."Wah, istriku bajunya
Aku berdebar menanti hasil pemeriksaan hari ini. Ditambah lagi, nanti siang adalah jadwal sidang perceraian pertamaku. Semoga Mas Edwin tidak hadir, agar semua berjalan cepat tanpa sanggahan. Mas Dirman mengantar dan menemaniku dengan sabar dan tanpa complain. Klinik baru saja buka dan dokter belum tiba. Aku yang sudah penasaran, memaksa Mas Dirman untuk segera ke klinik laboratorium ini. Begitu mobil yang dikendari Dokter Vita sampai, aku pun semakin berdebar. Bernapas pun kurasa tersendat-sendat. Wanita yang memakai dress bunga lili itu tersenyum ramah padaku dan beberapa perawat di sana. Kemudian, dia masuk ke dalam ruang praktek.“Silakan Ibu Ria. Sudah ditunggu Dokter Vita,” ujar perawat mempersilakan. Aku masuk ke dalam ruangan dengan hati berdebar. Awalnya Mas Dirman tidak ingin menemaniku, tetapi karena aku bersikeras, maka Mas Dirman akhirnya luluh juga. Kami duduk bersampingan di depan Dokter Vita yang tengah membuka amplop kuning