Lumbayang mengumpulkan energi di kedua tangannya dan sebuah cahaya berwarna hitam muncul di cakarnya. Dia menatap Barata dengan nafsu membunuh yang kuat, senyumnya juga sangat menakutkan. Dia mengayunkan dua cakarnya dengan seluruh kekuatannya, dan dua gelombang energi lepas dari kedua cakarnya. Lumbayang tidak hanya menggunakan serangan itu saja, tapi dia juga bergerak maju dan bersiap untuk menyerang lagi.
Barata tak menghindari serangan itu, tapi dia menggunakan Teknik {7 Sayatan Angin} dari Pusaka Sabit Bulan untuk menghadang serangan lawannya. Dia benar-benar mengerahkan kekuatannya untuk menahan serangan tersebut. Dia mengayunkan sabitnya sebanyak tujuh kali dalam kecepatan yang cukup tinggi, dan ia benar-benar menampilkan kekuatan yang besar.Benturan energi terjadi tatkala serangan Lumbayang bertemu dengan serangan Barata. Dari benturan itu terdengar suara ledakan yang kuat serta angin yang tak biasa. Barata sedikit terdorong mundur begitu juga dengKetika Barata melihat tawanannya, dia sama sekali tidak menunjukkan rasa belas kasihan pada mereka. Tidak peduli bagaimana mereka melihatnya, dia sama sekali tidak peduli dengan mereka. Barata hanya merasa jika semua yang terjadi di sini memang seharusnya terjadi. Tidak mungkin dia akan menunjukkan belas kasihan ataupun rasa ibanya kepada mereka.Dia segera memanggil pria paruh baya yang menunggunya. Barata hanya berpikir untuk segera membawa orang-orang ini ke wilayahnya sehingga dia bisa memanfaatkan tenaga mereka untuk membangun wilayahnya ataupun memperkuat pasukannya. Dia sama sekali tidak merasa terkejut ketika para tawanannya menunjukkan reaksi yang begitu buruk. Sudah sewajarnya untuk mereka merasa takut pada dirinya."Sudah aku katakan bukan? Mulai detik ini kalian semua adalah tawananku. Jadi, jangan pernah berharap untuk mendapatkan sikap baik dariku. Tindakan yang telah kalian lakukan sebelumnya tidak mungkin bisa di maafkan. Di saat situasi tid
Bowo melaksanakan segala perintah yang diberikan oleh Barata. Dia berhasil menyelesaikan pembangunan pagar serta gudang. Dia juga membangun dua menara pemantau sederhana di titik-titik yang sudah di tunjuk. Selama Barata meninggalkan Lembah Kehidupan, dia lah yang memimpin seluruh kelompok. Dia juga sudah merasa tenang setelah melihat Sopo Barungan yang sadar serta para pejuang lainnya sudah membaik.“Bagaimana keadaanmu, Sopo Barungan? Apa kau merasa ada sesuatu yang aneh dengan tubuhmu? Kita tidak memiliki seorang ahli pengobatan sehingga penanganan para pejuang yang terluka cukuplah buruk. Istirahatlah kalau kau merasa buruk dengan semua itu,” ucap Bowo. Dia memperhatikan cara Sopo Barungan berjalan yang mana dia masih tertatih-tatih. Dia merasa jika keadaan Sopo Barungan belum sepenuhnya membaik, sehingga dia mengisyaratkan pada pria itu untuk beristirahat. Bagaimanapun juga situasi di Lembah Kehidupan cukup damai. Setelah pertarung
Sebelumnya, ketika Barata sedang berjalan menuju ke Kadipaten Swangiri. Dia menyaksikan pemandangan yang sungguh membuat orang menjadi gila. Sebelum dia sampai di Kadipaten Swangiri, dia melihat suatu kegilaan yang tidak masuk akal. Di mana dia melihat ada ribuan zombie yang berkeliaran di jalan, dan dia juga melihat ada zombie monar juga. Ketika Barata mengingat pemandangan gila itu, dia hanya bisa mengusap dahinya.Barata menceritakan apa yang dia lihat pada Bowo serta Sopo Barungan saat dia bertemu dengan mereka. Dia sama sekali tidak menyembunyikannya karena dia berpikir jika menyembunyikan peristiwa segila itu pasti hanya akan membuat situasi menjadi lebih gila lagi. Jadi, lebih baik mengatakannya sedari awal sehingga dia bisa mengantisipasi kejadian tersebut. Dia memberitahukan pemandangan itu pada mereka berdua, dan dia juga mengingatkan mereka untuk tidak mengendurkan kewaspadaan serta pertahanannya.“Apa yang kau katakan itu benar, Tuan? Sial
Saat dia menatap bulan penuh yang menunjukkan keindahan serta pesonanya. Barata teringat akan istrinya. Dia merindukannya, dan perasaan itu benar-benar buruk. Dia tidak ingin konsentrasinya teralihkan oleh sesuatu karena saat ini dia sedang berada pada kondisi yang tidak tepat untuk merasakan perasaan semacam ini. Namun, siapa yang bisa mengatakan jika merindukan seseorang harus melihat waktu? Jika memang rindu ya rindu, kenapa pula harus memikirkan yang lainnya. Barata mengatur nafasnya agar dia menjadi tenang dan tidak memikirkan perasaan yang baru saja masuk ke dalam hatinya. Dia tidak menolak perasaan itu, hanya saja, dia tidak ingin merasakan perasaan semacam itu di waktu seperti ini. Barata menghela nafas sambil menenangkan perasaannya. Dia benar-benar merasa benaknya tak karuan saat ini. “Haish ... mengapa aku merindukanmu di waktu seperti ini? Apakah kau ingin menyertaiku dalam pertarungan nanti? Sayangku ... aku tidak bisa menolak perasaan ini, tapi
Barata pergi menuju ke barat Lembah Kehidupan. Dia tahu akan perubahan yang terjadi di permukaan setelah melalui perjalanan beberapa waktu lalu, apalagi dia sudah melihat keadaan di Kabupaten Swangiri yang berada di utara Lembah Kehidupan. Barata masih merasa tidak nyaman dengan apa yang dia lihat di Kadipaten Swangiri.“Mungkin ini bukan hal yang buruk untuk mengamati Hutan Jalungporo. Tempat itu masih menjadi tempat yang strategis. Dengan berada di tengah-tengah dua kadipaten, tempat ini cukuplah strategis untuk dijadikan sebagai sebuah markas. Namun, dengan medan yang begitu terbuka, tentunya tidak mudah untuk tempat itu dipertahankan,” ucap Barata ketika dia mengingat-ingat kembali lokasi dari Hutan Jalungporo.Hutan itu bukan hanya sekadar hutan biasa, dengan luas yang mencakup lebih dari 100 km. Tempat ini menjadi tempat untuk para pendekar menyepi atau juga berlatih. Namun, tempat ini juga menjadi tempat bernaung untuk beberapa ke
Anak kecil itu melangkah pelan mendekati Barata yang duduk sila di samping pedang yang menancap di tanah. Langkah kakinya begitu pelan, dan terlihat pula ada getaran pada setiap langkahnya. Ya, anak kecil itu masih takut hingga badannya gemetar. Namun, dia memberanikan dirinya dan memilih mendekati Barata daripada menjauhinya. Dia gemetar saat berjalan.Butuh waktu cukup lama untuk anak kecil itu sampai di depan Barata, karena dia beberapa kali menunda langkahnya. Dalam proses tersebut, Barata tak beranjak dari posisinya. Dengan tenang dia menunggu anak kecil itu menghampirinya. Barata tahu jika dia bergerak sedikit saja, pasti tindakan itu hanya akan membuat anak kecil itu ketakutan, sehingga dia membiarkan semuanya berlalu begitu saja.“Paman ... “ suaranya lemah, tapi masih bisa Barata dengar. Ada getaran di suara anak tersebut, tampak jika dia lelah dalam segala hal.Barata tak menjawabnya, dia hanya tersenyum. Tanpa melakukan g
Barata menunggu mereka menjawab pertanyaannya dan dia hanya menatap mereka dengan tenang. Tidak peduli akan reaksi yang ditunjukkan oleh mereka, dia benar-benar menunggu jawaban mereka saja. Barata mempertahankan posisinya sambil menampilkan bola api yang mengitari tubuhnya. Tindakannya ini memberikan ancaman yang menakutkan untuk para penyintas itu.Pria yang memimpin kelompok ini melangkah maju dan dia juga menunjukkan senyum yang tak berdaya. Dia sudah melihat keajaiban seperti yang ditunjukkan Barata beberapa waktu lalu. Jika ini terjadi di masa lalu, dia tidak akan begitu terkejut. Namun, dengan perubahan yang terjadi, tidak mungkin dia tidak terkejut. Jadi, dia melangkah maju dengan tak berdaya sambil menghela nafas. Pria ini tidak memberikan sikap yang menantang.“Tuan, kami hanya ingin meninggalkan tempat ini. Kami berasal dari Hutan Jalungporo. Jujur saja, kami adalah para penyamun yang dulu menghuni Hutan Jalungporo. Kamu sudah tak melakukan
Selama perjalanan menuju ke Hutan Jalungporo, Barata terus menenangkan anak kecil itu agar tidak menimbulkan suara yang bising. Dia tidak ingin kejadian yang beberapa saat lalu terjadi kembali. Oleh karena itu, dia berusaha keras untuk membuat anak kecil itu tenang. Dia tidak dapat merasa tenang di saat dia melihat anak kecil tersebut hendak menangis. Ketika dia tiba di Hutan Jalungporo, tepatnya di bagian luar hutan. Barata melihat ada banyak sekali zombie yang berkeliaran dan memancarkan rasa kelaparan yang kuat. Dia tidak mengalihkan matanya dari mereka, dan berusaha sekuat tenaga untuk tetap tenang. Ada puluhan zombie di bagian luar, dan Barata yakin jika ini hanyalah sebuah pembukaan saja. Oleh karena itu, dia tidak merasa buruk, malah merasa tertantang. “Menarik ... dengan keadaan seperti ini, tidak mungkin manusia bisa hidup dengan tenang. Ancaman dan bahaya selalu mengintai di setiap sisi. Benar-benar berbahaya dan mengancam. Aku tidak bisa mengatakan