Share

Chapter 5 - Buah Tangan

Masalahnya, hanya tiga hari anak-anak bandel itu tidak masuk. Di hari ke empat mereka bertiga seperti kompak kembali datang ke sekolah. Kebetulan saja, guru yang sebelumnya memberikan skors pada mereka tidak mengajar di kelas tersebut. Sementara guru yang lain tidak tahu-menahu soal skrosing itu.

Tak seperti biasanya, Danu, Eri dan Dodi hanya diam saja sejak awal mereka masuk sampai habis jam pelajaran. Mereka sama sekali tidak mengobrol, tidak terlihat juga saling sapa. Tak sekalipun mereka bertingkah usil menggoda cewek-cewek yang ada di dekat mereka seperti yang sering mereka lakukan.

Setelah pelajaran hari itu habis, hampir semua murid-murid pergi meninggalkan kelas. Mereka bertiga masih tetap diam di tempat duduknya. Entah alasan apa, Mansa pun juga sama sekali tidak beranjak dari tempat duduknya.

Seakan dia tahu mereka sengaja menunggu kelas kosong untuk berurusan dengannya, dan Mansa seperti tak ada niat untuk menghindar. Hingga Danu mulai berdiri dan berjalan menenteng tasnya menghampiri Mansa.

“Tak seperti biasanya,” ujar Danu mulai berbicara

“Akhir-akhir ini kau sudah mulai berani cari gara-gara dengan kami.”

Mansa masih saja diam tidak memberikan tanggapan.

“Bahkan sekarang pun kau sama sekali tak menghindar,” ujar Danu mulai menatap ke arah Mansa dengan begitu serius.

Tidak juga ada respon dari Mansa tiba-tiba Danu melempar tasnya ke arah Mansa sekeras-kerasnya.

Mansa hanya menggeser kepalanya sedikit untuk menghindari tas tersebut. Dia tetap tenang di tempat duduk, menatap ke arah Danu tanpa reaksi apa pun di wajahnya.

Reaksi Mansa yang dingin seperti itu membuat Danu sedikit ragu. Hari ini Mansa seperti orang yang benar-benar berbeda.

Dua orang teman Danu pun menghampirinya.

“Lain kali saja kita cari kesempatan di luar,” bujuk Dodi mengajak Danu untuk pergi.

Melihat reaksi tiga orang tersebut, senyum kecut tersunging di bibir Mansa. “Apa kalian pikir ada kesempatan yang lebih baik dari hari ini?” tanyanya beretorika. “Lihatlah sekeliling kalian. Sama sekali tidak ada siapa-siapa di sini.”

Anehnya Mansa malah memprovokasi tiga anak bandel tersebut. Sekonyong-konyong, Eri menerobos dari belakang Danu dan melayangkan pukulan telak ke arah pipi Mansa.

“Sok berani kau, ha?” teriaknya.

Wajahnya Mansa sedikit terhuyung ke kanan menerima bogem mentah dari Eri. Dia kembali menoleh ke arah mereka dengan ujung matanya yang sebelah kiri tertutup. Pelipis matanya sedikit membengkak karena pukulan Eri.

Lagi-lagi Mansa tersenyum dan terlihat sedikit menyeringai. Seringai itu berubah menjadi tawa.

“Hah haa!!! Gitu kan enak. Sudah bertahun-tahun kalian menggangguku. Kenapa baru sekarang berani memukul?”

Melihat reaksi Mansa yang seperti itu membuat tiga orang tersebut tidak habis pikir.

“Tenang, sudah kubilang kalau aku bukan indigo. Ayolah, kenapa tidak coba pukul sekali lagi?” kembali Mansa memprovokasi mereka.

Mansa pun berdiri seraya memancing tiga orang tersebut untuk memukulnya. Sontak Danu menghujamkan kakinya ke arah perut Mansa yang membuatnya tertekuk lutut menahan rasa sakit.

Terlihat sesaat Mansa seperti kesulitan untuk bernafas. Meski begitu, dia tetap mengusahakan diri untuk berdiri.

“Lagi?!” seru Mansa beretorika masih menyeringai memancing mereka.

Kepalan tangan tiga orang tersebut terlihat bergemetaran seperti hendak memukul Mansa. Anehnya, mereka tak kunjung melayangkan satu pukulan pun. Sementara Mansa berjalan perlahan mendekat dengan satu tangannya masih mengelus-elus perutnya.

Mansa menepuk-nepuk pipi Danu dan kembali memprovokasinya untuk kembali memukul

“Lagi?!”

Setelah itu dia juga mendekat menghampiri Dodi yang sedari tadi belum melakukan apa-apa. Mansa menarik-narik baju seragam Dodi dan menyemangatinya untuk ikutan memukul.

“Ayo dong! Ga niat ikutan?!” pancing Mansa pada Dodi.

Melihat tiga orang tersebut kebingungan, seringai Mansa semakin lebar. Dia pun tertawa keras.

“Haah, memang kalian tipe kepala batu ternyata. Kalian selalu membantah apapun yang dikatakan orang pada kalian. Aku tahu selama ini kalian ingin memukulku. Sekarang aku suruh memukul, kalian malah menolak.”

Mendengar Mansa berkata seperti itu membuat emosi Danu semakin tersulut. Tak ayal dia pun mendorong Mansa dengan kakinya seraya bertariak dipompa amarah.

Kakinya naik cukup tinggi tepat dibagian dada Mansa dan membuatnya kembali duduk tersandar di bangku. Mansa sedikit terengah-engah. Kepalanya dia tundukkan pada meja menahan rasa sakit.

Dalam kondisi seperti itu, Danu dan teman-temannya melihat keanehan lain dari Mansa. Mereka baru sadar kalau tangan kanan Mansa sedari tadi seperti sedang mencoba menahan sesuatu.

Bahkan sekarang ketika tubuhnya terduduk di kursi dengan kepala tertunduk di atas meja menahan sakit, tangan kanan itu masih merentang seperti sedang menahan sesuatu. Dengan kondisi itu, suara tawa dan celutukan Mansa diselingi batuk-batuk kecil masih saja terdengar.

“Kalian tahu....”

Terlihat Mansa berusaha menegakkan kepala dan kembali bersandar pada bangku sementara lengan kanannya masih terlihat seperti itu.

“Kalian tahu, aku sudah sampai pada tahap akhir KTPTN, lho!” celotehnya berlagak membanggakan diri.

Danu pun mengernyitkan dahi keheranan. Begitu juga dengan kedua orang temannya.

KT-PTN adalah singkatan untuk Kualifikasi Terbuka Perguruan Tinggi Negeri. Pemerintah membuat kebijakan untuk memberikan peluang setara untuk seluruh masyarakat, dari segala kalangan tanpa batasan usia dan latar pendidikan, untuk bisa mengikuti seleksi memasuki perguruan tinggi negeri.

Semua bisa ikut, selama mereka bisa bersaing dan memperebutkan quota 25 bangku untuk tiap jurusan di semua perguruan tinggi negeri. Seleksi tersebut diadakan empat tahap dalam satu tahun, dan tahun ini adalah tahun ketiga setelah seleksi tersebut pertama kali diadakan sejak tahun 2030.

Bagi seorang siswa SMP seperti Mansa, untuk bisa melanjutkan hingga ke tahap akhir sudah merupakan pencapaian yang luar biasa.

Setelah membanggakan diri seperti itu, Mansa kemudian menyilangkan satu kakinya dan terlihat begitu santai duduk bersandar di bangku.

“Ya, aku berpeluang jadi anak SMP pertama yang bisa masuk langsung ke perguruan tinggi. Sebenarnya aku sudah tak peduli dengan sekolah ini.”

“Bagaimana dengan kalian?!”

Setelah berbicara seperti itu tangan kiri Mansa merogoh laci meja dan menarik tasnya keluar. Dia berdiri sambil menyandangkan tasnya tersebut di bahu bagian kiri.

“Selama ini aku sudah berusaha meyakinkan orang bahwa aku adalah orang yang normal. Sebisa mungkin menjauh dari perhatian. Tapi sekarang ceritanya sudah berbeda.”

Baru setelah berkata seperti itu, Mansa menurunkan lengan kanannya tersebut. Seketika, Danu yang saat itu berada paling dekat dengannya, terlihat seperti merintih kesakitan sambil memegang perutnya.

Dia terlihat sulit bernafas dan sesekali berusaha untuk memuntahkan sesuatu. Tak lama, tangannya bergemetaran dan meregang seperti orang yang sedang begitu emosi. Dia pun menghempas-hempaskan dua tangannya ke meja seperti orang yang sedang kerasukan.

Dodi dan Eri kebingungan tidak tahu apa yang sedang terjadi dengan Danu.

“Ada apa, Danu? Kenapa kau bertingkah aneh seperti itu?” tanya Dodi khawatir.

Ketika mereka mencoba mendakati Danu untuk memeriksa keadaannya, Danu malah seperti kehilangan kendali. Tangan kirinya melayang begitu cepat sehingga punggung kepalan tangannya mengenai kepala Eri.

Setelah itu dia mendorong Dodi hingga membuatnya terjungkal. Eri berdiri berusaha menahan Danu namun Danu malah semakin menggila mencoba menarik-narik baju Eri. Entah dari mana kekuatan itu muncul, dengan mudah Danu merobek pakaian seragam Eri.

Dalam kekalutan tersebut Mansa hanya bediri sambil bersandar di dinding. Matanya tertuju begitu dingin ke arah Dodi yang saat ini tergeletak di lantai. Sementara itu Danu dan Eri berjibaku saling hantam.

Dodi yang kebetulan menangkap tatapan Mansa menjadi begitu ketakutan. Dia pun tergopoh-gopoh berusaha berdiri dan menjauh sementara Mansa berjalan pelan ke arahnya.

“Aah, ibuuuu...,” isaknya ketakutan.

Entah karena begitu ketakutan, Dodi kembali tergeletak di lantai. Anehnya Mansa hanya terus berjalan hingga melangkahinya. Dia pun pergi meninggalkan mereka dan sama sekali tak menghiraukan Dodi yang ketakutan.

Tak lama setelah itu Dodi lari sambil berteriak histeris meninggalkan ruangan kelas tersebut mendahului Mansa. Sementara itu, Eri lumat dihajar Danu di pojok kelas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status