Share

Enam

Kami -- aku, Ash, dan kudaku -- pun berhasil turun dari Gunung Corava tepat sebelum badai salju ekstrem terjadi. Bukan hanya aku, tapi Ash dan kudaku juga terliht tegang ketika kami bergegas menuruni gunung dengan badai mengejar kami dari belakang.

Dua tahun lalu, Ayah pernah mengajakku untuk berkemah di Hutan Neathy ini selama tiga malam. Ayah mengajarkanku cara untuk bertaha hidup di alam. Ayah juga mengajarkanku tentang banyak hal, seperti monster apa saja yang hidup di hutan ini, kelemahan mereka, dan lainnya. Karena itu, aku tidak begitu cemas. Aku yakin aku akan mampu keluar dari hutan ini, meski harus ditempuh bermalam-malam lamanya.

Kata Ayah, hutan ini sering dipakai oleh tentara-tentara Kerajaan Zatadia untuk berlatih sekaligus melakukan pembasmian di panas ketika populasi monster sedang meningkat. Tapi, tak kusangka bahwa aku akan berkemah dengan mereka seperti ini.

"Wah, Nona pasti akan menjadi Beast Tamer yang hebat!" sanjung seorang perwira bernama Theodhore.

Ya, aku menggunakan alasan 'berlatih' agar dapat dengan mudah mencari alasan yang masuk akal. Umurku masih 10 tahun, terlalu dini untuk hidup berkeliaran sendirian tanpa orang dewasa.

"Jadi, Nona bermaksud ke Tsenkangal untuk pergi ke Pulau Suci dan menjadi pekerja di sana?" tanya perwira lainnya, Hein. "Apa orang tua Nona tidak khawatir? Nona masih sangat kecil. Seharusnya ada yang mengawasi Nona. Hutan Neathy tidak bisa diremehkan."

Aku mengangguk. "Orang tua saya sudah meninggal. Saya bermaksud ke Pulau Suci agar bisa bekerja di sana. Kebetulan, paman saya ada di sana," jawabku dengan lihai. Padahal, aku tak pernah berbohong sebelumnya. "Paman-Paman ini baru mau memulai pembasmian di sini?" tanyaku untuk mengalihkan topik pembicaraan.

"Iya, kami baru saja tiba," jawab seorang petinggi pasukan yang dipanggil jenderal itu. Dia bernama Johan. "Saya akan menugaskan satu perwira untuk mengantarmu keluar dari hutan. Malam ini, kamu berkemahlah bersama kami." Dia pun berbalik dan melangkah pergi. Ia tidak tersenyum sama sekali. Tapi, ia memperlakukanku dengan hangat.

"Jenderal memang seperti itu," kata Hein. "Beliau memiliki Sihir Kegelapan yang besar. Dan, bayaran atas sihir besarnya itu adalah kehilangan rasa. Beliau tidak bisa berekspresi, juga tidak bisa merasakan sakit. Tapi, percayalah, Beliau orang yang hangat dan lembut."

Aku mengangguk, meski agak terkejut dengan penjelasannya. "Kalau begitu, saya pergi mendirikan tenda di sebelah sana." Aku menunjuk ke sebuah pohon tinggi dan lebar. "Selamat malam, Paman-Paman. Selamat beristitahat." Aku membungkuk, lalu bergegas pergi dari sana sambil memeluk Ash dan menarik tali kendali kudaku.

Pasukam berjumlah 30 orang itu mendirkan enam tenda besar, satu di antaranya adalah tenda anggota pasukan wanita yang hanya berjumlah lima orang. Aku pun mendirikan tenda mungilku sedikit di belakang tenda anggota pasukan wanita. Di dalam tenda mungilku ini, aku pun turut mengajak Ash tidur bersama. Sementara, kudaku tidur di sebelah tenda setelah aku mengikat tali di pohon dekatnya. Beralaskan tikar dan berselimutkan jubah tebal, aku pun berbaring untuk bergegas tidur. Mungkin, sekarang sudah jam 10 malam.

Namun, aku tidak bisa tidur karena teringat sengan penjelasan Hein mengenai kondisi jenderal mereka, Johan. Kekuatan besar memang pasti memiliki efek samping, sesuai penjelasan Ibu. Namun, sampai saat ini, meski sudah memiliki empat jenis Sihir Kegelapan, aku tak merasa adanya keanehan pada tubuhku. Aku tak begitu mengerti. Tapi, aku harap itu tidak begitu menyakitkan. Aku sangat senang dapat hidup setenang dan senyaman ini tanpa khawatir dengan sakit parah seperti di kehidupanku sebelumnya.

***

"Kalau begitu, kami pergi dulu." Aku menatap Jenderal Johan sambil tersenyum sebentar, lalu aku membungkuk padanya dan beberapa anggota pasukan yang mengantarku dan Hein pergi. "Terima kasih banyak, karena telah menerima saya dan memberi saya makan. Saya tidak akan melupakan kalian." Aku pun menegakkan tubuhku lagi dan melambaikan tangan. "Sampai jumpa."

Jederal Hein mengangguk singkat, sementara anggotanya turut melambaikan tangan.

Kudaku yang tak bernama ini sangat penurut. Dia yang bertubuh besar mau membungkukkan badannya agar aku dapat naik dengan mudah. Sepertinya, aku harus segera memikirkan nama untuk kuda ini.

Hein pun mengawalku dari belakang dengan kuda putih-coklat yang lebih besar dari kudaku. Dia tidak mengajakku bicara sepanjang perjalanan kami. Karena sulit untuk menoleh ke belakang, aku jadi tak tahu bagaimana ekspresk Hein yang ditugaskan jenderalnya untuk mengawalku. Padahal, dia akan melewatkan momen berburu selama tiga malam jika mengantarku sampai keluar dari Hutan Neathy ini. Sepertinya, aku harus memberikan imbalan.

"Sudah sampai."

"Eh? Oh?"

Well, memang kami sudah keluar dari Hutan Neathy. Tapi, bukankah ini terlalu cepat? Seingatku, kami baru berkuda selama setengah hari. Bahkan, bekal makan sang yang dibawakan pasukan itu untukku belum dimakan.

"Apa tadi kamu lihat batu prasasti di perjalanan?" tanya Hein tiba-tiba. Ia menatapku lembut, tapi jelas sekali bibirnya tersenyum lebar seperti sedang menertawakanku yang kebingugan.

Aku mengangguk. Memang aku melihat batu besar beberapa kali di sepanjang perjalana kami. Tapi, aku tak tahu kalau itu adalah prasasti. "Ah! Jangan-jangan, itu adalah batu teleportasi?"

Aku ingat Ibu pernah memberitahuku tengang benda-benda sihir yang dikembangka para Penyihir dan Alchemy di Menara Sihir, dan salah satunya adalah batu teleportasi.

"Benar." Hein mengangguk. "Kita berteleportasi dari prasati satu ke prasati satunya. Itu adalah batu teleportasi yang berhasil ditanam di Hutan Neathy untuk mempermudah akses. Batu itu hanya akan beraksi pada kunci." Hein mengeluarkan sesuatu dari balik kemejanya. Itu bukan kunci seperti yang aku bayangkan, tapi lebih seperti liontin batu kristal. "Ini kristal sihir."

Aku mengangguk. "Wah, keren! Saya kira, akan butuh dua malam untuk bisa keluar dari hutan. Saya benar-benar bersyukur bertemu dengan kalian." Aku membungkuk meski masih duduk di atas kuda. "Terima kasih banyak, Sir Hein. Tolong sampaikan rasa terima kasihku pada Sir Johan dan yang lainnya.:

Hein mengangguk dan melambaikan tangannya. "Hati-hati. Jangan mengikuti orang asing. Jangan menerima apapun dari orang asing. Dan, selamat jalan."

Aku mengangguk, lantas menarik tali kendali kuda untuk berputar dan bergegas pergi meninggalkan pinggiran hutan. Sungguh, hari bahkan masih terang. Mungkin, mlam ini aku bisa sampai di kota terdekat dan menginap untuk semala. Sepertinya, aku bisa sampai di Tsenkangal lebih cepat daripada keempt Pilar itu.

Kota Algerkhorov adalah kota kecil yang lebih seperti desa dibanding kota. Namun, kota kecil yang hanya berjarak 2 jam dari Hutan Neathy itu adalah pusat kerajinan tangan ukiran batu atau kayu. Meski dekat dengan hutan Neathy dan selalu mendapat masalah dari monster dan hewan buas dari hutan itu, kota ini tetap menjadi destinasi para wisatawan yang menyukai seni. Karena itu, tempat ini amat sangat ramai dan memiliki banyak sekali jenis penginapan. Maka, tak akan sulit bagiku harus mencari penginapan. Untunglah, aku memiliki koin emas cukup banyak.

"Hei!"

Aku berhenti melangkah dan berhenti menarik kudaku, lalu spontan membalikkan badan, karena aku merasa akulah yang dipanggil. Tampak segerombol lelaki berwajah mengerikan tengah berdiri sambil menatapku rendah.

"Bagaimana kau bisa keluar dari Neathy, hah?"

Melihat lelaki paling depan bertanya dengan nada yang dingin dan ekspresi yang mengerikan, sepertinya aku berada dalam masalah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status