Share

Hamil

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2022-11-02 19:06:18

“Sayang? Apa sih yang kamu lihat dari tadi?”

 

 Perempuan yang bersama Reino menoleh ke arah yang dilihat lelaki berwajah dingin itu, bertepatan dengan Lydia dkk beranjak. Dia penasaran apa yang membuat fokus Reino teralihkan darinya, tapi sama sekali tidak menemukan apa yang dilihat Reino.

 

 “Sudah kubilang berapa kali? Berhenti panggil aku sayang,” geram  Reino ketika wanita di depannya sudah kembali melihat dirinya.

 

 “Tapi kita kan pacaran, masa .…”

 

 “Pacaran? Kata siapa?” tanya Reino meletakkan gelas wine dengan kasar ke atas meja.

 

 “Ah,” Reino mengangguk paham maksud wanita itu. “Apa setelah kuajak tidur beberapa kali, lantas kau merasa dirimu spesial?” tanya pria berwajah masam itu pada wanita di depannya.

 

 “Bukan begitu … aku .…”

 

 “Than behave,” potong Reino dingin. “Aku masih punya banyak cadangan selain kau. Dan ini kali terakhir aku menuruti permintaan makan malam absurd ini sebelum kita check in.”

 

 Reino mengelap bibirnya dengan serbet putih, kemudian melempar kain itu ke atas meja dengan kasar. Dia segera berdiri dan memberi kode pada salah satu pengawal untuk pergi membayar makanannya.

 

 Melihat kepergian Reino, perempuan yang bersamanya tadi segera mengejar. Walau pria dingin itu sangat tinggi dengan kaki jenjang, wanita dengan profesi model internasional itu masih bisa mengejarnya walau harus berlari.

 

 “Sa… Reino, jangan marah dong. Kita jadi ke hotel kan?” panggil model itu manja. Kalau bukan karena Reino Andersen, dia tidak akan sudi mengejarnya lagi.

 

 Wajah tampan dengan bodi bak pahatan dewa Yunani itu, sudah lebih dari cukup untuk membuat semua perempuan bertekuk lutut. Apalagi kemampuannya di ranjang, gratis pun para wanita pasti mau melayaninya. Apalagi kalau dibayar, seperti yang mereka lakukan saat ini.

 

 Reino menjauhkan diri dari perempuan yang sudah pingsan itu dengan geraman kesal. Dia sama sekali belum selesai, tapi partnernya sudah pingsan duluan. Padahal biasanya Reino masih bisa merasa sedikit puas, tepat sebelum para perempuan itu pingsan.

 

 Tapi kali ini? Tanda-tanda menuju ke sana saja tidak ada. Dan itu jelas membuat Reino kesal. Yang biasanya saja tidak cukup, tapi kali ini dia malah tidak dapat apa-apa.

 

 “Sialan mantan istriku itu jauh lebih baik, padahal dia sangat kurus,” geram Reino sambil memakai pakaiannya, mengacuhkan ‘barangnya’ yang masih tegang.

 

 Yeah. Benda itu belum bisa tidur karena belum terpuaskan sedikit pun. Tapi tidak ada yang Reino bisa lakukan karena partnernya sudah pingsan dan sudah tak ada waktu lagi untuk mencari yang lain.

 

 Ini sudah jam dua pagi dan Reino juga butuh tidur. Besok dia masih harus bekerja dalam keadaan segar. Mungkin nanti dia bisa memakai sekretarisnya yang menyebalkan itu. Sekarang dia perlu pulang ke rumah untuk istirahat.

 

***

 

“Oh, rapat yang sangat menegangkan.”

 

 Manajer Lydia masuk ke ruangannya, setelah kembali dari rapat disertai dengan ocehan panjang soal rapat itu. Rapat bulanan yang diadakan untuk membahas kinerja semua bagian.

 

 Kata orang-orang, rapat dengan Reino Andersen sudah sangat menyeeramkan, tapi sepertinya rapat hari ini lebih menyeramkan lagi. Setidaknya itu yang bisa disimpulkan dari ocehan manajer keuangan bertubuh tambun itu.

 

 “Mood Pak Reino sepertinya sedang terjun bebas dari ketinggian 100.000 kaki,” keluh Bu Nia.

 

 “Dia mengerikan. Bahkan Pak Wakil CEO dan sekretarisnya yang genit itu lebih banyak diam,” lanjutnya masih membahas rapat.

 

 “Auranya benar-benar seperti di kutub utara, belum lagi tampang gantengnya yang terlihat gelap.”

 

 “Gak dapat jatah kali, Bu.” Revan terkekeh saat si supervisor yang membenci Lydia mereka mengatakan itu dan langsung terdiam ketika dipelototi.

 

 “Gak mungkin.” Bu Nia mengibaskan tangan di udara.

 

 “Soalnya tadi sempat ku dengar, sekretarisnya yang genit itu masuk ke dalam ruangan Pak Reino dan baru keluar sejam kemudian dengan wajah sangat lelah dan berantakan.”

 

 “Dia biasa dipakai bos?” tanya Revan dengan kening mengernyit. Berbeda dengan reaksi rekan kerja lelakinya yang lain, Revan terlihat kurang begitu suka dengan kenyataan ada perempuan yang bisa ‘dipakai’ di sekitarnya.

 

 “Katanya kalau Big Bos lagi bosan dengan para perempuannya, dia akan cari mangsa di kantor. Si Genit itu salah satunya.”

 

 Lydia langsung terbatuk mendengar pernyataan manajernya itu. Entah kenapa dia merasa tersinggung, apalagi karen Lydia juga pernah ‘dipakai’ Reino. Dan karenanya bisa mengerti dengan Si Genit yang terlihat sangat kelelahan.

 

 “Salah duanya siapa?” tanya Lydia basa-basi saja. Dia hanya ingin terlihat mengikuti diskusi absurd ini dengan santai. Jangan sampai ada yang curiga padanya.

 

 “I don’t know.” Bu Nia menaikkan kedua bahunya. Rupanya Bu Nia tidak tahu banyak informasi.

 

 “Lalu kenapa dia tidak menikah saja? Bukankah lebih baik melakukan itu dengan istri sendiri daripada sembarang wanita? Apakah dia tidak takut kena penyakin menular?”

 

 Pertanyaan Revan itu membuat Lydia kembali terbatuk-batuk. Kali ini dengan lebih keras, sampai-sampai Lydia harus berdalih tenggorokannya kering.

 

 Dan setelah dipikir-pikir lagi. Yang dikatakan Revan itu benar sekali. Bukan karena Lydia merasa cemburu tidak disentuh sama sekali saat masih menjadi istri, tapi ini soal kesehatan. Apalagi seingatnya, kemarin mereka melakukannya tanpa pengaman. Itu artinya kemungkinan besar Polar Bear itu jarang pakai pengaman kan?

 

 Tiba-tiba saja Lydia jadi ngeri sendiri. Takut jika dia juga akan terjangkit penyakit menular karena kelakuan Reino beberapa waktu yang lalu.

 

 “Oh, my God,” gumam Lydia menutup mulutnya dengan kedua tangan. Bulu kuduknya langsung meremang membayangkan dirinya terkena penyakit mematikan karena hal itu.

 

 “Ada apa denganmu?” tanya Revan dengan kening berkerut.

 

 “Nothing,” jawab Lydia dengan cepat. “Aku rasa aku cuma perlu ke toilet.”

 

 Lydia segera menyambar ponselnya dan berlari ke toilet. Setelah menemukan bilik toilet kosong, dia mengunci pintu di sana. Menurunkan penutup toilet duduk dan duduk di atasnya, bergegas mencari tahu soal pemeriksaan IMS. Harganya yang mencapai jutaan rupiah untuk tes lengkap, membuatnya membulatkan mata.

 

 “Apa yang harus kulakukan?” bisik Lydia panik sendiri.

 

 Lydia masih punya sisa utang dan tidak ingin membebani keluarganya dengan pengobatan kalau dia kena penyakit. Tapi rupanya, biaya periksa saja sudah cukup mahal.

 

 [Lydia Rata: Apa kau tahu tempat periksa IMS lengkap dan murah?]

 

 Lydia pada akhirnya bertanya pada Erika. Seingatnya, sahabatnya itu pernah memeriksakan diri.

 

 [Erika Bego: Kenapa kau tiba-tiba bertanya?]

 

 [Lydia Rata: Setelah melakukannya dengan Polar Bear, aku takut kena penyakit. Soalnya dia kan aktif di ranjang.]

 

 [Erika Bego: Kalian tidak pakai pengaman?]

 

 [Lydia Rata: Ehm... Sepertinya tidak.]

 

 [Erika Bego: Maka hal pertama yang harus kau takutkan bukan penyakit, Lyd. Tapi hamil di luar nikah.]

 

 Lydia terkesiap membaca balasan dari Erika. Dia membiarkan ponselnya tergeletak di atas paha dan menutup mulutnya dengan dua tangan karena syok.

 

 “Astaga. Bisa-bisanya aku melupakan itu?” seru Lydia menjambak rambutnya dengan keras. Bagaimana kalau dia hamil?

 

***To Be Continued***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rna 1122
jijik amat sama laki" modelan gitu ihhh
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Peran utama cowoknya kang celup...setampan apapun tetap menjijikan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ex-Husband After Divorce   Ekstra-Tempat Pulang

    “Amadeus Andersen?” Kenzo mengucapkan nama keponakannya yang kedua dengan kedua mata berkedip. “Apa kau ingin anak-anakmu jadi musisi?”Anak kedua Reino yang berjenis kelamin lelaki, baru saja dilahirkan dan lagi-lagi Reino baru terpikirkan soal nama. Alhasil, itu sempat membuat Lydia kesal. Untung saja, nama pemberian Reino cukup bagus. Amadeus. Diambil dari nama komposer terkenal dunia, Wolfgang Amadeus Mozart. Dengan nama anak pertama yang bernama Melody, tentu saja orang-orang akan berpikir kalau Reino ingin anaknya jadi musisi. “Tidak. Aku hanya ingin anak-anakku punya nama dengan tema yang sama.” Reino menjelaskan dengan santai. “Karena yang pertama sudah berhubungan dengan musik, jadi yang kedua pun harus sama.” “Tapi setidaknya tolong jangan membuat nama secara tiba-tiba.” Lydia menegur untuk yang kesekian kali. “Aku kesal karena nama yang sudah kusiapkan malah tidak jadi dipakai.” “Kita bisa memakainya sebagai nama tengah.” Reino memberi ide. “Sudah tidak mungkin. Aktanya

  • Ex-Husband After Divorce   Ekstra-Maaf

    “Selamat atas kehamilan keduanya. Janinnya sudah berumur hampir empat minggu.” Lydia melongo mendengar apa yang dikatakan dokter barusan. Sungguh, dia sama sekali tidak menyangka akan mendengar kalimat seperti itu karena memang belum ingin menambah momongan. Bukannya Lydia tidak mau tambah anak, tapi rencananya nanti. Mungkin setelah Melody berumur lebih dari setahun atau bahkan setelah anaknya berumur tiga tahun. Namun, ternyata itu semua tidak bisa lagi. Di usia Melody yang ke enam bulan, Lydia sudah hamil lagi. “Makanya aku bilang juga apa?” Lydia menghardik suaminya ketika mereka sudah duduk manis di dalam mobil. “Pakai pengaman. Apa susahnya sih?” “Katanya menyusui itu KB alami kan?” tanya Reino takut-takut. “Jadi kupikir tidak masalah.” “Iya, tapi kan ada syaratnya juga. Kau pikir aku menyusui dua puluh empat jam?” Lydia makin menghardik suaminya. “Sudah kejadian juga. Kita hanya bisa pasrah.” Reino mengatakan kalimat pamungkas itu. Lydia mendesah pelan. Memang sudah tak

  • Ex-Husband After Divorce   Ekstra-Hamil Lagi

    Waktu berlalu dengan cepat. Setelah pencarian nama yang kilat, kini dua bayi kembar yang diberi nama Meyer dan Meidi itu sudah berusia lima bulan. Hanya berbeda satu bulan kurang dua hari dari keponakan mereka, Melody. Nama mereka bertiga bahkan serupa, bahkan wajah pun agak mirip. Tidak heran kalau mereka bertiga kadang dikira kembar. “Aduh lucunya mereka.” Kenzo memekik senang ketika adik dan keponakannya berkumpul dan bermain bersama. “Kalau kau begitu suka dengan bayi, kenapa tidak segera menikah dan punya anak sendiri?” Lydia geleng-geleng kepala melihat tingkah adiknya itu. Hari ini, Lydia berkunjung ke rumah mamanya. Kebetulan dia sudah agak lama tak berkunjung karena sibuk dan baru saja sembuh dari sakit. Anak-anak dibiarkan bermain di lantai yang sudah dialasi karpet tebal. Tak lupa juga para pengasuh dan pengurus rumah berjaga di sekitar bocah-bocah itu. “Aku suka bayi, tapi masih terlalu muda untuk menikah. Lagi pula, aku baru masuk kerja. Aku harus kumpul banyak uan

  • Ex-Husband After Divorce   Ekstra-Belum Siap

    “Bagaimana?” Lydia berlarian mendatangi adiknya yang berdiri di depan ruang operasi. Liani sudah diatur akan dirujuk ke rumah sakit mana ketika melahirkan nanti. Letaknya berada di antara rumahnya dan rumah Lydia. Sengaja seperti itu agar bisa memudahkan semua orang. Rumah sakit yang sama dengan Lydia dulu. Lydia bahkan sempat menyusui Melody dulu sebentar, sebelum meninggalkan bayinya dengan mama Clarissa. Untung saja bayinya anteng dan tidak terlalu rewel, sehingga Lydia dan Reino bisa segera ke rumah sakit. “Mama masih di dalam. Dia baru masuk sekitar lima belas menit lalu karena tadi diperiksa dulu,” jelas Kenzo dengan panik. “Tidak apa-apa. Kau tidak perlu sepanik itu. Mama hanya melahirkan.” Lydia mengusap lengan adiknya. “Ya, tapi ... perut mama akan dibedah untuk mengeluarkan dua bocah itu. Itu tetap saja menakutkan.” Kenzo malah bergidik ketika membayangkannya. “Bagaimana nanti kau menemani istrimu melahirkan kalau kau selemah itu?” tanya Reino sambil menggelengkan kepal

  • Ex-Husband After Divorce   Ekstra-Adik Baru

    “Bagaimana rasanya jadi seorang ibu?” Erika menanyakan hal itu pada Lydia. “Luar biasa,” jawab perempuan yang baru saja melahirkan beberapa minggu lalu itu. “Ternyata cukup menyenangkan.” “Cukup menyenangkan?” tanya Cinta dengan mata melotot. “Memangnya anakmu tidak pernah terbangun tengah malam? Tidak pernah rewel?"“Rewel.” Lydia mengangguk pelan, sambil melihat anaknya yang baru saja tertidur itu. “Tapi kan banyak yang bantuin.” “Yeah, the power of money. Ada pengasuhnya.” Vanessa memutar bola matanya karena gemas. Lydia tertawa cukup keras. Yang dikatakan Vanessa itu memang tidak salah. Reino memang menyewa pengasuh untuk membantu Lydia mengurus Melody. Ada juga mama mertua baik hati yang mau membantu dan Reino juga cukup siaga. Bisa dikatakan hidup Lydia benar-benar nyaman. Dia benar-benar hanya menyusui putrinya dan membantu memakaikan baju. Selebihnya akan dilakukan pengasuh atau mama mertua. “Kalau kau kewalahan, coba ambil pengasuh. Punya dua bayi pasti lebih repot.” L

  • Ex-Husband After Divorce   Ekstra-Melody Andersen

    “Aku takut.” Lydia terlihat sudah ingin menangis ketika mengatakan itu. “Tidak perlu takut. Kau akan baik-baik saja.” Reino mengecup istrinya yang sudah berganti pakaian dengan jubah operasi yang steril. Yap. Hari ini pada akhirnya ibu hamil itu akan melahirkan dengan prosedur operasi cesar menggunakan metode ERACS. Itu adalah jenis operasi yang bisa membuat Lydia tak perlu tinggal lama di rumah sakit karena pemulihannya lebih cepat. Sebenarnya Lydia ingin mencoba normal, tapi dia tak bisa melakukan itu. Ukuran bayinya terlalu besar, sementara panggulnya agak kecil. Tidak tanggung-tanggung berat bayi dalam kandungan diperikan sudah melebihi tiga koma lima kilo. Itu membuat Lydia kesulitan berjalan selama trisemester akhir.“Kau tidak perlu takut.” Ibu mertua Lydia menenangkan menantunya. “Zaman sudah modern dan alat kedokteran juga sudah canggih. Semua akan aman.” “Aku juga akan mendampingimu.” Reino mengelus lengan istrinya yang makin bertambah gemuk, seiring pertumbuhan si bay

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status