Dia tidak banyak berubah. Maksudku dari segi penampilan. Tentu saja, penampilannya lebih matang dan dewasa. Kira-kira berapa umurnya sekarang? 6 tahun lalu 29, berarti sekarang 35 tahun.
Apa dia sudah menikah? Ah dulu, pertama bertemu dengannya muncul pertanyaan yang sama di pikiranku. Kenapa sekarang juga begitu?
Itu bukan urusanku. Mengetahui keadaannya baik-baik saja sudah cukup bagiku.
Aku mengalihkan tatapanku dari cermin. Mematikan keran air bekas mencuci tangan, lalu ponselku berbunyi tepat setelah aku baru saja mengeringkan tanganku.
"Ya, Mba?"
"15 menit lagi." ucapnya
Ana selalu menunggu komentar dari kalian loh, sekalian jangan lupa kasih bintangnya ya ^^
Hari yang melelahkan akhirnya tiba. Ballroom, sudah disiapkan sedemikian rupa untuk acara besar hari ini. Dan tempat ini, akan beroperasi penuh mulai besok. Itu kenapa aku menyebut hari melelahkan pasti dimulai dari sini. Aku mengikuti Milen yang sedang memilih-milih kursi. Padahal semuanya tampak sama saja. Kursi-kursi dilapisi kain berwarna putih dan disusun mengelilingi meja berbentuk bundar yang juga dilapisi kain berwarna senada. "Mau dimana sih, Mba?" "Kira-kira nanti Mr. Lambert duduk dimana ya?" Lagi, ucapan Milen tentang pria itu membuat aku memutar bola mata malas. "Mana Mita tahu. Mita ke belak
Mataku menyisir sekeliling. Melihat yang lainnya. Kini aku juga melihat Tuan James yang sudah berganti pasangan.Ya Samita, ini hanya permainan. Anggap saja, kau juga sedang menghormati atasanmu.Walau tidak secara langsung, namun memang kenyataannya sekarang pekerjaanku berada di bawah perintahnya. Tapi seandainya aku tidak setuju untuk ikut kesini… Aku tidak perlu bertemu dengannya.Ah sudahlah. Sudah terlanjur.Aku menarik nafas. Menegakkan punggung dan tidak berusaha untuk menjauh darinya lagi.Walau aku tidak bisa berdansa, tapi Pak Daniel yang bergerak pelan membuatku jadi mudah mengikutinya. 
"Pak Daniel?" tanyaku lagi. Walau aku sudah mendengarnya dengan jelas, aku merasa perlu memastikannya sekali lagi."Duh, Mit bahaya loh nge-rem mendadak."Aku mengerjap-ngerjap. "Eh, sorry Mba." Aku mulai melajukan mobil kembali."Kan, Mba bilang jangan kaget." Milen membenarkan posisi duduknya. "Kamu ngerasa Pak Daniel kasih lampu hijau buat Mba nggak sih, Mit?""Apa… yang Pak Daniel tanya kemarin itu…?"Milen kembali mengangguk cepat. "Iya. Kemarin kamu inget 'Kan Pak Daniel nanya kalau Mba punya waktu apa nggak. Ish, kayak ajakan kencan
Bagaimana mengembalikannya? Aku memperhatikan gulungan sweater berwarna hitam dalam paper bag plastik di dekapanku. Pakaian yang sudah dicuci dan disetrika. Setelah memastikan sudah bersih, wangi dan rapi, aku berhak untuk mengembalikannya. Tapi aku tidak tahu bagaimana cara mengembalikannya sekarang. Aku canggung untuk menemuinya, apalagi setelah kejadian kemarin pagi yang sangat memalukan. Aish, nanti saja lah. Dia pasti tidak terlalu memerlukan sehelai sweater ini. Dia pasti memiliki segudang sweater lainnya. Baik, aku ak
Saat dia sedikit menjauh, aku langsung berlari keluar dari sana. Rasa takut membuatku sanggup berlari dengan cepat padahal kakiku gemetaran. Untung saja lift langsung terbuka beberapa saat kemudian setelah aku memencet tombol lift kebawah. Sebenarnya pria tua itu juga tidak mengejarku, tapi aku baru bisa menghembuskan nafas lega begitu masuk ke dalam lift. Merasa aman. Ternyata pria itu kurang ajar sekali. Apakah dia juga melakukan sesuatu pada Riska hingga akhirnya Riska membuat sedikit keributan? Aku takut itu yang memang terjadi mengingat ucapan pria itu yang menyebutkan seorang 'gadis muda'. Ah, tidak. Kuharap tidak. Setelah menyenderkan punggung, aku meraih pegangan besi di dinding lift yang terasa dingin. Sementara satu tanganku yang lain masih
Aku tidak tahu ini kebetulan atau bukan, tapi mungkin Pak Daniel memang punya masalah dengan orang tua itu lain dari permasalahan yang terjadi antara aku, Riska dan pria itu. Ternyata pria itu memang pembuat masalah. Sudah ah. Masa bodoh. Akibat memikirkan hal itu aku jadi lupa dimana memarkirkan mobil. Dimana ya? Oh disana. Aku ingat setelah memperhatikan sebentar deretan mobil di kanan kiri. Suasana parkiran sepi. Sudah biasa, pikirku sambil mencoba mengusir perasaan yang tiba-tiba berubah menjadi tidak enak. Entah kenapa, suasana hati
Pegangan paper bag ini seakan satu-satunya benda yang bisa ku andalkan sekarang untuk berbagi masalah, untuk berbagi ketakutan dan kekhawatiran ku.Dan bunyi denting lift begitu sampai di lantai yang ku tuju, menjadi satu-satunya bunyi yang kuharapkan tidak akan pernah terjadi.Dengan ragu-ragu aku melangkah keluar lift lalu menghampiri seorang wanita berpakaian formal yang berdiri di belakang salah satu meja kerja."Pak Daniel ada, Mbak?" tanyaku pada wanita itu."Ada Bu, di ruangannya."Hei, kenapa tidak bilang kalau tidak ada saja?
Yang perlu ku lakukan adalah lebih waspada terhadap keadaan sekitar. Menjauhi tempat sepi adalah hal yang paling penting. Mungkin saja mereka sedang memperhatikanku dari belakang, lalu akan menyerangku saat sedang lengah, seperti di parkiran waktu itu.Namun, sudah 24 jam berlalu, aku belum melihat pergerakan dari Pak Wang ataupun anak buahnya. Pak Wang juga belum menghubungiku kembali.Mungkinkah kemarin itu cuma gertakannya saja?Pak Wang hanya mengancam dan tidak sungguh-sungguh berniat melenyapkanku dari muka bumi?Benar, mungkin dia tidak berani melakukan tindak kriminal sebesar itu.Hingga malam ini, aku me