Dita, Elin dan Nadia terlihat sangat menikmati lagu-lagu yang dinyanyikan Jason. Sesaat mereka bersorak dan berteriak saat Jason menyanyikan lagu up beat, sesaat kemudian bisa menangis meraung-raung saat lagu melow dinyanyikan. Suara Jason benar-benar berhasil mengaduk-aduk perasaan mereka. Ketampanan Jason yang meluap-luap membuat mereka tak bisa memalingkan pandangan sedikit pun. Keringat di tubuh Jason saat beraksi di atas panggung juga semakin membuatnya terlihat sexy. Belum lagi suaranya yang berat saat menyapa para fans membuat mereka tak bisa berhenti untuk terus meneriakkan nama Jason berkali-kali. Di akhir konser Jason melempar handuk putih bekas keringat miliknya ke arah penonton, beruntung Elin lah yang bisa mendapatkannya. Mereka pun berteriak-teriak kegirangan seperti orang kesurupan sampai suaranya habis.
"Gue seneng banget hari ini ..." kata Elin setelah keluar dari area konser.
"Besok gue pinjem ya handuknya, please," kata Nadia memelas.
"Enak aja."
"Please, please, please ..."
"Gak boleh."
Di saat Nadia dan Elin sibuk memperebutkan handuk kecil itu, Dita malah sibuk berfikir bagaimana caranya pulang ke rumah setelah melihat daftar panggilan berkali-kali dari ibunya yang telah ia lewatkan. Dita tahu saat ini ibunya pasti sedang berjaga di depan pintu sambil memegang gagang sapu, lalu saat ia sampai di rumah nanti gagang sapu itu akan membuat kepalanya benjol seperti pengalaman yang sudah-sudah. Membayangkannya saja sudah membuatnya ngeri. Setelah sadar kalau ia telah membangunkan singa lapar, Dita buru-buru berlari meninggalkan Nadia dan Elin sebelum semuanya terlambat.
"Dit, kemana ? Dita ..." teriak Elin dan Nadia saat melihat Dita pergi, tapi Dita tak menghiraukan mereka, ia pergi dengan ojek online yang kebetulan mangkal di sekitar sana.
Firasat Dita benar, Bu Minah tampak mondar-mandir di depan teras rumahnya dengan gagang sapu di tangannya. Sudah hampir tengah malam Dita belum juga pulang, ditelpon juga tak ada jawaban. Bu Minah sampai geregetan sendiri menunggu Dita pulang. Ini bukan pertama kalinya Dita seperti itu, Bu Minah sebenarnya sudah bosan memarahi Dita yang susah sekali diajak tertib.
"Jangan-jangan Dita diculik, Buk," kata Nara keluar dengan masker di wajahnya. Nara bertekad untuk glow up setelah Monik mengatainya kemarin.
"Apes bener penculiknya. Anak itu kan makannya banyak," jawab Bu Minah.
"Iya sih. Lagian kita punya apa ?"
"Kalau penculiknya minta tebusan, nanti ibuk tebus pakai telor balado aja."
"Ide bagus, Buk." Nara kembali ke kamarnya karena terlalu mengantuk. Heran, jadi kakak enggak ada khawatir-khawatirnya adiknya belum pulang sampai larut malam.
Sementara di luar rumah, Dita sedang mengendap-endap memantau situasi rumahnya sambil mencari cara agar bisa lolos dari terkaman ibunya. Lalu sebuah ide brilian tiba-tiba terlintas begitu saja.
"Halo, Dit ..." Dita menghubungi Adit, anak Bu Yuyun yang sudah menjadi sahabatnya sejak TK.
"Kenapa ??? tidur gue," jawab Adit ogah-ogahan. Dia tahu Dita pasti akan merepotkannya lagi malam ini.
Berbeda dengan ibunya, Dita dan Adit malah berteman akrab. Mereka dilahirkan di hari dan jam yang sama, di rumah sakit yang sama pula. Bahkan nama mereka juga mirip. Entah kebetulan atau tidak, mereka juga menyukai hal-hal yang sama. Termasuk suka membuat ibu meraka ribut demi kepentingan pribadi mereka. Contohnya malam ini. Adit melempar rumah Bu Minah dengan sebuah telur. Bu Minah yang mendengar itu langsung menyingsingkan daster dan bergegas mendatangi rumah Bu Yuyun. Siapa lagi yang bisa berbuat seperti itu kalau bukan Bu Yuyun, begitu pikir Bu Minah.
"Yuyun keluar !!" teriak Bu Minah berkali-kali.
"Apaan, sih ... malem-malem ribut di rumah orang," teriak balik Bu Yuyun.
"Elu kan yang ngelempar rumah gue pake telor ??"
"Jangan fitnah Lu, Minah."
"Alah ngaku aja !!"
Lagi-lagi Bu Yuyun dan Bu Minah ribut. Ini sudah kali ke tiga dalam sehari. Para tetangga sampai jengah, mereka sudah sangat lelah ingin beristirahat dengan tenang tapi masih terbebani dengan tugas untuk melerai dua tetangganya itu. Kali ini keluarga Pak Mahmud dan Pak Rohmat yang mendapat giliran jaga malam untuk melerai mereka. Sementara pagi dan siang harinya sudah menjadi tugas tetangga yang lain. Bu Minah dan Bu Yuyun benar-benar tetangga yang merepotkan. Pak Rohmat sampai jatuh keserimpet sarung saat berlari menuju rumah Bu Yuyun.
"Makasih, Dit. Lo emang utusan dari langit buat gue malam ini," kata Dita lalu segera menutup telpon. Sementara Adit kembali tidur dengan tenang.
Dita tak mau menyiakan kesempatan, ia langsung lari ke dalam rumah begitu melihat rencananya sukses besar. Kadang merasa durhaka tapi mau bagaimana lagi, malam ini ia masih ingin menikmati kebahagiaan setelah menonton konser Jason. Juga menghindari ganasnya gagang sapu yang telah ibunya siapkan. Besok di sekolahnya ada seminar penting dengan seorang influencer, malu dong kalau sampai kepalanya benjol saat menghadiri acara sepenting itu.
"Aaaaa ..." teriak Dita kaget melihat Nara tiba-tiba berdiri di depan pintu kamarnya dengan masker putih menempel di wajahnya. Dita kira itu hantu penunggu kamar mandi yang sering muncul di mimpinya.
"Ulah kamu kan ??"
"Hehe," Dita cuma nyengir.
"Ibuuk ... Buuuk," teriak Nara tiba-tiba membuat Dita panik.
"Please, please, Kak ..." rengek Dita memohon pada Nara agar tak memberitahu ibunya. Nara tak bergeming, malah semakin lantang memanggil ibunya.
"Ibuuuk sini cepet, Buk !!"
Dita semakin terpojok karena Nara tak mau diajak kerjasama.
Nara berjalan menuju parkiran saat jam kerjanya telah berakhir. Walau lelah ia tetap bersukur, setidaknya semuanya masih berjalan lancar seperti biasanya. Nara tipe orang yang selalu berfikir positif, ia percaya seberat apapun hidup jika dijalani dengan tulus pasti akan terasa ringan. Sedikit tersenyum kadang bisa mengembalikan semangatnya yang hampir patah. Jika senyum belum juga mengembalikan semangatnya, biasanya ia akan berbagi keresahan dengan Junan pacarnya. Dia senior di kampus Nara yang sudah enam bulan ia pacari. Belum lama memang, tapi cukup membuat Nara bahagia.Nara duduk di atas motor mengecek semua pesan masuk yang belum sempat ia baca. Karena semua kesibukannya hari ini Nara baru bisa membuka ponselnya. Dari semua pesan yang ia terima tak ada satu pun pesan dari Junan yang masuk. Bahkan pesan yang Nara kirim tidak dibacanya sejak pagi. Padahal biasanya Junan selalu menunjukkan perhatian. Entah itu menelpon atau sekedar mengirimi pesan penyemangat. Nara mulai kh
Nara masih duduk di atas aspal sambil menatap lekat wajah pria di hadapannya. Matanya, hidungnya, bibirnya, semua yang dimiliki pria itu membuat Nara terkagum, ia tak menyangka akan bertemu dengannya dengan cara seperti ini."Botol air," kata Nara tanpa disadari. Ia ingat wajah itu ada di botol air milik Dita yang ia ambil beberapa waktu yang lalu."Kamu gak apa-apa, kan ?"Nara tak menjawab, hanya mengangguk sambil mengalihkan perhatian saking salah tingkahnya."Saya anterin ke rumah sakit, ya.""Eng, enggak usah. Gak papa kok," jawab Nara gugup setelah beberapa saat terpana oleh wajah tampan pria itu."Maaf teman saya tadi kasar sama kamu.""Gak apa. Saya mau ganti rugi kok," kata Nara bersungguh-sungguh."Gak usah. Yang penting kamu baik-baik aja," jawab pria itu, membuat semua penggemarnya semakin terkagum melihat kebaikannya."Tapi ...""Mau saya anterin pulang ?" potong pria itu."Saya bisa pula
Hampir seharian berdiri, Nara belum juga mendapat satu pun pembeli. Bukan karena sepi, produk yang Nara jual sebenarnya tergolong laku di pasaran karena harganya yang terjangkau dan menawarkan fitur yang lengkap. Masalahnya orang-orang lebih suka dihandel oleh SPG yang SNI (sexy, nonjol, ihgemoy). Apalah Nara yang hanya setipis triplek. Sebenarnya Nara tak seburuk itu, cuma kurang perawatan saja. Semua cewek cantik kalau ada duitnya kan. Boro-boro buat beli skin care, buat bayar uang semester saja harus banting tulang sana sini. Coba Nara mau berdandan, SPG di mall itu semua lewat. Hanya lewat di depan Nara maksudnya. Tapi Nara memang cantik sebenarnya. Karena tidak mendapat satu pun pembeli, Nara berinisiatif jemput bola berdiri di luar outlet membagi-bagikan brosur ke pengunjung mall yang lewat. Kali aja ada calon pembeli yang nyangkut termakan umpannya."Silahkan mampir ... Kami ada tipe terbaru yang keren banget, loh," kata Nara pada seorang ABG yang
"Saya mau lihat-lihat, bisa ?" Jason membangunkan Nara yang masih terpaku karena kedatangannya secara tiba-tiba."Bisa bisa, mari silahkan." Nara membawa Jason masuk dengan muka canggung.Semua pengunjung di toko itu langsung berseri-seri saat melihat kedatangan Jason. Mereka tak menyangka bisa bertemu idolanya di tempat itu. Para SPG SNI pun mulai mendekat menawarkan bantuan untuk Jason, tapi ia cuma mau Nara yang membantunya. Ada perasaan bangga tapi juga khawatir, Nara khawatir Jason berubah fikiran lalu datang menemuinya untuk menagih biaya service mobil. Nara benar-benar bingung karena saat ini ia tak ada uang sama sekali."Maaf, Jason," kata Nara memberanikan diri."Iya.""Gimana mobilnya kemarin ?" tanya Nara di sela-sela aktifitasnya berkeliling memperkenalkan produk pada Jason."Masih di bengkel, sih.""Sekali lagi saya minta maaf." Nara terlihat tulus saat meminta maaf, Jason hanya tersenyum menanggapi permin
Nara duduk di salah satu sudut kafe ditemani sebuah laptop dan segelas hot chocolate kesukaannya. Hari Kamis adalah jadwal liburnya, jadi ia memutuskan untuk menyelesaikan tugas kuliah yang sempat tertunda. Malam ini Nara berencana mengerjakan tugas bersama Lita sahabatnya, tapi sudah hampir satu jam berlalu Lita tak kunjung datang. Untuk membunuh kebosanan, Nara memainkan beberapa game di ponselnya, sesekali juga membuka akun media sosial miliknya. Nara buru-buru keluar dari game ketika ada notif IG live dari akun Jason. Akhir-akhir ini ia memang sedang tertarik mengikuti kegiatan Jason di media sosial."Hayo loo, gebetan baru ya ?!" kata Lita yang tiba-tiba datang. Lita tak melihat dengan jelas, ia mengira Nara sedang video call dengan teman dekatnya. Apalagi saat melihat Nara senyum-senyum sendiri seperti itu membuatnya semakin yakin."Apaan sih. Enggak," sanggah Nara. Buru-buru ia sembunyikan ponselnya ke dalam tas, bisa malu kalau Lita sa
Darah segar mulai mengalir. Saat itu Nara tak bisa mendengar apa pun. Nafasnya sudah sangat berat, tubuhnya tak berdaya. Bahkan untuk sekedar menggerakkan jemarinya ia tak sanggup."Kakak ..." Dita berteriak histeris sambil berlari menghampiri Nara yang tergeletak bersimbah darah di tengah jalan. Kini semua orang mengalihkan perhatian mereka ke jalan raya."Kakak bangun !!" Dita menangis ketakutan setelah melihat keadaan Nara yang tampak mengkhawatirkan. Saat itu Nara masih sadarkan diri, ia berusaha menggapai tangan Dita ingin memastikan Dita baik-baik saja. Sebelum akhirnya ia jatuh lemas di pangkuan Dita."Tolongin kakak gue ... tolongin kakak gue !!" teriak Dita dengan tangisan yang semakin keras.Nara segera dilarikan ke rumah sakit. Kebetulan di sekitar sana ada mobil ambulance yang disiapkan untuk membawa korban penyanderaan di gedung bioskop. Karena ada keadaan darurat, ambulance itu akhirnya digunakan untuk membawa Nara ke rumah sakit lebih dahul
Nara perlahan membuka mata, menatap tiap sudut ruangan dengan mata yang masih belum bisa terbuka sepenuhnya. Selang infus yang tertancap di pergelangan tangannya membuatnya langsung sadar kalau ia sedang berada di rumah sakit saat ini. Dalam hati ia bersyukur karena setelah kecelakaan fatal yang menimpanya, ia masih bisa membuka mata kembali."I-buk ..." Nara berusaha memanggil ibunya, tenggorokannya terasa kering hingga sangat sulit untuk sekedar mengeluarkan sepatah kata. Tak lama kemudian datang seorang pria yang segera berlari ke arahnya begitu tau ia siuman. Nara tak bisa melihat dengan jelas wajah pria itu, ia nampak bahagia saat tahu Nara telah siuman."Akhirnya kamu bangun juga," kata pria itu. Suara itu terdengar tak asing. Nara berusaha membuka matanya walau masih terasa berat. Kabut tipis yang sedari tadi menghalangi pandangan matanya pun perlahan-lahan sirna. Sehingga kini wajah pria itu bisa dilihatnya dengan jelas. Nara terkejut mendapatinya menja
Beberapa hari berlalu, Nara masih belum menemukan jawaban pasti kenapa ia bisa berubah menjadi Niki. Semakin dipikirkan semakin tak masuk di nalarnya. Beberapa kemungkinan sempat terlintas di benaknya. Pertama, ada seseorang yang sengaja merubah wajahnya demi tujuan tertentu mengingat Niki adalah putri dari seorang yang berpengaruh. Tapi itu agak mustahil karena perubahan yang ia alami telalu banyak dari ujung kaki sampai ujung kepala, dari tinggi badan hingga warna mata. Dokter mana yang bisa mengubah seseorang sesempurna itu hanya dalam waktu seminggu saja. Kemungkinan kedua, ia memasuki dunia paralel dimana kehidupannya berbalik seratus delapan puluh derajat dari kehidupan yang biasa ia jalani. Teori ini didapatnya dari drama-drama yang pernah ia tonton.Kemungkinan ketiga ..."Jiwa kita tertukar ..." celetuk Nara di sela-sela teori yang sedang ia pikirkan. Teori ini agak bisa diterima mengingat tidak ada yang berubah di sekitarnya selain dirinya