Jam sekolah baru saja berakhir, Dita berdiri di depan gerbang sekolahnya. Di saat semua temannya dijemput sopir pribadi mereka, ia hanya berdiri menunggu angkutan umum yang lewat. Dita melihat mereka dari jauh sambil berhayal duduk di dalam mobil yang dingin, bermain hp di kursi belakang sopir tanpa khawatir kepanasan sepertinya sangat menyenangkan. Dita mengamini dalam hati. Semenit kemudian abang tukang bakso lewat dengan senyum menyembul di bibirnya. Di gerobaknya tertulis sebuah kata mutiara yang sangat menyentuh, "BERSUSAH-SUSAH DAHULU TETAP SUSAH KEMUDIAN."
Pyaaar ... Dita langsung ambyar tertampar realita. Abang bakso itu sepertinya utusan dari langit yang sengaja datang untuk membangunkannya dari mimpi di siang bolong. Dita tersenyum kecut sambil mengumpat dalam hati.
"Bangun Dita, tidurmu terlalu miring," teriak Dita dalam hati pada dirinya sendiri.
Tak lama kemudian hujan tiba-tiba turun. Tidak deras tapi cukup membuat basah seragam Dita. Ia segera berlari kecil sambil melindungi kepalanya dengan tas ransel yang ia bawa. Genangan air hujan yang membasahi sepatunya tak lagi ia hiraukan. Dita hanya berfikir bagaimana caranya agar cepat sampai di halte yang jaraknya kira-kita seratus meter dari tempatnya berdiri. Lalu tiba-tiba dari arah berlawanan Dita melihat Jio sedang berjalan ke arahnya dengan sebuah payung di tangannya, lengkap dengan senyum di bibirnya pula. Dita buru-buru menghentikan langkahnya. Adegan ini sepertinya tak asing, ia sering menjumpai adegan macam itu di drama-drama romantis yang sering ia tonton. Terutama drama yang dibintangi oleh Ken. Seorang siswa populer berjalan menghampiri si upik abu dengan payung di tangannya lalu berkata, "mau sepayung denganku ?" Aaah, Dita tak bisa lagi menyembunyikan senyum di bibirnya."Utusan dari langit," gumam Dita dalam hati sambil memandangi Jio di balik payung yang ia bawa. Jio memang terlihat menawan di bawah guyuran air hujan seperti itu. Jio adalah cowok populer di sekolah Dita. Agak badboy tapi justru itulah daya tariknya di mata cewek-cewek yang mengaguminya.
Jio semakin mendekat, hingga sampailah ia berdiri di hadapan Dita. Dita jadi deg deg seer tak karuan, jantungnya sudah mau copot. Ia terpaku bingung harus berbuat apa di depan cowok yang sudah lama ia taksir itu."Jio, makas ...""Bisa minggir gak !!" potong Jio. "Lo ngalangin jalan gue," kata Jio lagi yang seketika membuyarkan semua mimpi indah Dita. Lalu Jio berjalan melewati Dita begitu saja.Dita terpaku kehabisan kata. Malu sudah pasti, apalagi saat tahu Jio ternyata memberikan payungnya untuk Jasmine yang berdiri di belakangnya, Dita semakin kehilangan muka. Dita menarik napas dalam-dalam lalu buru-buru pergi karena saking malunya.
"Goblok banget sih gue," gumam Dita sambil terus berjalan menjauh.Dalam hati Dita sangat iri Jasmine bisa sedekat itu dengan Jio. Kecantikannya benar-benar ia manfaatkan sebaik mungkin untuk menarik perhatian cowok populer di sekolahnya. Dita sudah kalah telak. Kalah modal, kalah tampang, kalah otak. Membandingkan dirinya dengan Jasmine hanya akan membutnya semakin kecewa. Jika nanti bisa terlahir kembali, Dita ingin menjadi angin saja agar tak perlu susah-susah mencari pasangan dan juga bisa menjadi udara yang bisa Jio hirup. Cieeh ...
"Jadi kamu nyesel jadi anak ibuk ???" teriakan ibunya tiba-tiba terlintas begitu saja di benaknya.
"Enggak, Buk. Ampun." Dita malah bicara sendiri seperti orang tidak waras. Semua orang yang melihatnya menertawakan tingkah konyolnya itu. Dita semakin malu saat menyadari hal itu.
"Dit, Dita ..." teriak Nadia dan Elin berlari menghapiri Dita."Loh, kalian kok masih di sini ?" kata Dita.
"Iya. Gue males pulang, nih," jawab Nadia.
Nadia dan Elin adalah sahabat seperjuangan Dita. Mereka sama-sama kaum tersisih di sekolah itu. Nadia dijauhi karena bapaknya tahanan koruptor, sedangkan Elin dijauhi karena dia tidak cukup pintar sama seperti Dita. Tapi Dita masih ada plusnya dibanding Elin, plus miskin. Alasan lain kenapa mereka sepakat beraliansi karena mereka sama-sama fans berat Jason cs.
"Dit, jalan yuk," kata Elin menggandeng lengan Dita."Hmmm, tapi gue ..." Dita sibuk memikirkan alasan yang pas untuk menolak ajakan mereka karena dompetnya sudah terkuras habis untuk membeli botol air kemarin. Dita juga suka kesal karena mereka sering mengajaknya ke tempat-tempat yang susah dijangkau oleh dompetnya. Memang sih mereka yang sering traktir, tapi gengsi dong kalau terlalu sering dapat gratisan. Dita masih punya rasa malu ia tak mau dibilang hanya numpang enak ke teman-temannya itu."Kalau gak mau ya udah," kata Nadia mengibas-ngibaskan tiga lembar tiket mini konser Jason edisi terbatas karena hanya ada seratus fans yang beruntung saja yang dapat menghadiri mini konser itu. Ya walaupun kaum tersisih, Elin dan Nadia masih tetap anak orang kaya, jadi sedikit banyak Dita pasti kecipratan rejeki dari mereka."Tiket konser ?" Dita langsung menyambar tiket konser di tangan Nadia untuk melihatnya sendiri karena konon tiket itu sangat susah didapat.
"Kalian dapat dari mana ?" kata Dita berteriak kegirangan.
"Asal ada uang, semua beres," timpal Elin.
"Kalau gak mau ikut ya udah," goda Nadia.
"Kalian benar-benar utusan dari langit," teriak Dita kegirangan. Ia buru-buru menggandeng tangan Nadia dan Elin. Masa bodo dibilang numpang enak, kesempatan emas tak boleh dilewatkan. Lagipula kupingnya masih punya sedikit tempat untuk menampung semua omelan ibunya nanti.Dita, Elin dan Nadia terlihat sangat menikmati lagu-lagu yang dinyanyikan Jason. Sesaat mereka bersorak dan berteriak saat Jason menyanyikan lagu up beat, sesaat kemudian bisa menangis meraung-raung saat lagu melow dinyanyikan. Suara Jason benar-benar berhasil mengaduk-aduk perasaan mereka. Ketampanan Jason yang meluap-luap membuat mereka tak bisa memalingkan pandangan sedikit pun. Keringat di tubuh Jason saat beraksi di atas panggung juga semakin membuatnya terlihat sexy. Belum lagi suaranya yang berat saat menyapa para fans membuat mereka tak bisa berhenti untuk terus meneriakkan nama Jason berkali-kali. Di akhir konser Jason melempar handuk putih bekas keringat miliknya ke arah penonton, beruntung Elin lah yang bisa mendapatkannya. Mereka pun berteriak-teriak kegirangan seperti orang kesurupan sampai suaranya habis."Gue seneng banget hari ini ..." kata Elin setelah keluar dari area konser."Besok gue pinjem ya handuknya, please," kata Nadia memelas."E
Nara berjalan menuju parkiran saat jam kerjanya telah berakhir. Walau lelah ia tetap bersukur, setidaknya semuanya masih berjalan lancar seperti biasanya. Nara tipe orang yang selalu berfikir positif, ia percaya seberat apapun hidup jika dijalani dengan tulus pasti akan terasa ringan. Sedikit tersenyum kadang bisa mengembalikan semangatnya yang hampir patah. Jika senyum belum juga mengembalikan semangatnya, biasanya ia akan berbagi keresahan dengan Junan pacarnya. Dia senior di kampus Nara yang sudah enam bulan ia pacari. Belum lama memang, tapi cukup membuat Nara bahagia.Nara duduk di atas motor mengecek semua pesan masuk yang belum sempat ia baca. Karena semua kesibukannya hari ini Nara baru bisa membuka ponselnya. Dari semua pesan yang ia terima tak ada satu pun pesan dari Junan yang masuk. Bahkan pesan yang Nara kirim tidak dibacanya sejak pagi. Padahal biasanya Junan selalu menunjukkan perhatian. Entah itu menelpon atau sekedar mengirimi pesan penyemangat. Nara mulai kh
Nara masih duduk di atas aspal sambil menatap lekat wajah pria di hadapannya. Matanya, hidungnya, bibirnya, semua yang dimiliki pria itu membuat Nara terkagum, ia tak menyangka akan bertemu dengannya dengan cara seperti ini."Botol air," kata Nara tanpa disadari. Ia ingat wajah itu ada di botol air milik Dita yang ia ambil beberapa waktu yang lalu."Kamu gak apa-apa, kan ?"Nara tak menjawab, hanya mengangguk sambil mengalihkan perhatian saking salah tingkahnya."Saya anterin ke rumah sakit, ya.""Eng, enggak usah. Gak papa kok," jawab Nara gugup setelah beberapa saat terpana oleh wajah tampan pria itu."Maaf teman saya tadi kasar sama kamu.""Gak apa. Saya mau ganti rugi kok," kata Nara bersungguh-sungguh."Gak usah. Yang penting kamu baik-baik aja," jawab pria itu, membuat semua penggemarnya semakin terkagum melihat kebaikannya."Tapi ...""Mau saya anterin pulang ?" potong pria itu."Saya bisa pula
Hampir seharian berdiri, Nara belum juga mendapat satu pun pembeli. Bukan karena sepi, produk yang Nara jual sebenarnya tergolong laku di pasaran karena harganya yang terjangkau dan menawarkan fitur yang lengkap. Masalahnya orang-orang lebih suka dihandel oleh SPG yang SNI (sexy, nonjol, ihgemoy). Apalah Nara yang hanya setipis triplek. Sebenarnya Nara tak seburuk itu, cuma kurang perawatan saja. Semua cewek cantik kalau ada duitnya kan. Boro-boro buat beli skin care, buat bayar uang semester saja harus banting tulang sana sini. Coba Nara mau berdandan, SPG di mall itu semua lewat. Hanya lewat di depan Nara maksudnya. Tapi Nara memang cantik sebenarnya. Karena tidak mendapat satu pun pembeli, Nara berinisiatif jemput bola berdiri di luar outlet membagi-bagikan brosur ke pengunjung mall yang lewat. Kali aja ada calon pembeli yang nyangkut termakan umpannya."Silahkan mampir ... Kami ada tipe terbaru yang keren banget, loh," kata Nara pada seorang ABG yang
"Saya mau lihat-lihat, bisa ?" Jason membangunkan Nara yang masih terpaku karena kedatangannya secara tiba-tiba."Bisa bisa, mari silahkan." Nara membawa Jason masuk dengan muka canggung.Semua pengunjung di toko itu langsung berseri-seri saat melihat kedatangan Jason. Mereka tak menyangka bisa bertemu idolanya di tempat itu. Para SPG SNI pun mulai mendekat menawarkan bantuan untuk Jason, tapi ia cuma mau Nara yang membantunya. Ada perasaan bangga tapi juga khawatir, Nara khawatir Jason berubah fikiran lalu datang menemuinya untuk menagih biaya service mobil. Nara benar-benar bingung karena saat ini ia tak ada uang sama sekali."Maaf, Jason," kata Nara memberanikan diri."Iya.""Gimana mobilnya kemarin ?" tanya Nara di sela-sela aktifitasnya berkeliling memperkenalkan produk pada Jason."Masih di bengkel, sih.""Sekali lagi saya minta maaf." Nara terlihat tulus saat meminta maaf, Jason hanya tersenyum menanggapi permin
Nara duduk di salah satu sudut kafe ditemani sebuah laptop dan segelas hot chocolate kesukaannya. Hari Kamis adalah jadwal liburnya, jadi ia memutuskan untuk menyelesaikan tugas kuliah yang sempat tertunda. Malam ini Nara berencana mengerjakan tugas bersama Lita sahabatnya, tapi sudah hampir satu jam berlalu Lita tak kunjung datang. Untuk membunuh kebosanan, Nara memainkan beberapa game di ponselnya, sesekali juga membuka akun media sosial miliknya. Nara buru-buru keluar dari game ketika ada notif IG live dari akun Jason. Akhir-akhir ini ia memang sedang tertarik mengikuti kegiatan Jason di media sosial."Hayo loo, gebetan baru ya ?!" kata Lita yang tiba-tiba datang. Lita tak melihat dengan jelas, ia mengira Nara sedang video call dengan teman dekatnya. Apalagi saat melihat Nara senyum-senyum sendiri seperti itu membuatnya semakin yakin."Apaan sih. Enggak," sanggah Nara. Buru-buru ia sembunyikan ponselnya ke dalam tas, bisa malu kalau Lita sa
Darah segar mulai mengalir. Saat itu Nara tak bisa mendengar apa pun. Nafasnya sudah sangat berat, tubuhnya tak berdaya. Bahkan untuk sekedar menggerakkan jemarinya ia tak sanggup."Kakak ..." Dita berteriak histeris sambil berlari menghampiri Nara yang tergeletak bersimbah darah di tengah jalan. Kini semua orang mengalihkan perhatian mereka ke jalan raya."Kakak bangun !!" Dita menangis ketakutan setelah melihat keadaan Nara yang tampak mengkhawatirkan. Saat itu Nara masih sadarkan diri, ia berusaha menggapai tangan Dita ingin memastikan Dita baik-baik saja. Sebelum akhirnya ia jatuh lemas di pangkuan Dita."Tolongin kakak gue ... tolongin kakak gue !!" teriak Dita dengan tangisan yang semakin keras.Nara segera dilarikan ke rumah sakit. Kebetulan di sekitar sana ada mobil ambulance yang disiapkan untuk membawa korban penyanderaan di gedung bioskop. Karena ada keadaan darurat, ambulance itu akhirnya digunakan untuk membawa Nara ke rumah sakit lebih dahul
Nara perlahan membuka mata, menatap tiap sudut ruangan dengan mata yang masih belum bisa terbuka sepenuhnya. Selang infus yang tertancap di pergelangan tangannya membuatnya langsung sadar kalau ia sedang berada di rumah sakit saat ini. Dalam hati ia bersyukur karena setelah kecelakaan fatal yang menimpanya, ia masih bisa membuka mata kembali."I-buk ..." Nara berusaha memanggil ibunya, tenggorokannya terasa kering hingga sangat sulit untuk sekedar mengeluarkan sepatah kata. Tak lama kemudian datang seorang pria yang segera berlari ke arahnya begitu tau ia siuman. Nara tak bisa melihat dengan jelas wajah pria itu, ia nampak bahagia saat tahu Nara telah siuman."Akhirnya kamu bangun juga," kata pria itu. Suara itu terdengar tak asing. Nara berusaha membuka matanya walau masih terasa berat. Kabut tipis yang sedari tadi menghalangi pandangan matanya pun perlahan-lahan sirna. Sehingga kini wajah pria itu bisa dilihatnya dengan jelas. Nara terkejut mendapatinya menja