Share

6. Putus

Nara berjalan menuju parkiran saat jam kerjanya telah berakhir. Walau lelah ia tetap bersukur, setidaknya semuanya masih berjalan lancar seperti biasanya. Nara tipe orang yang selalu berfikir positif, ia percaya seberat apapun hidup jika dijalani dengan tulus pasti akan terasa ringan. Sedikit tersenyum kadang bisa mengembalikan semangatnya yang hampir patah. Jika senyum belum juga mengembalikan semangatnya, biasanya ia akan berbagi keresahan dengan Junan pacarnya. Dia senior di kampus Nara yang sudah enam bulan ia pacari. Belum lama memang, tapi cukup membuat Nara bahagia.

Nara duduk di atas motor mengecek semua pesan masuk yang belum sempat ia baca. Karena semua kesibukannya hari ini Nara baru bisa membuka ponselnya. Dari semua pesan yang ia terima tak ada satu pun pesan dari Junan yang masuk. Bahkan pesan yang Nara kirim tidak dibacanya sejak pagi. Padahal biasanya Junan selalu menunjukkan perhatian. Entah itu menelpon atau sekedar mengirimi pesan penyemangat. Nara mulai khawatir, ia segera menghubungi Junan untuk memastikan keadaanya tapi tak ada jawaban. Nara masih berfikir positif mungkin saja Junan masih ada kesibukan lain di luar sana.

Nara membuka akun media sosialnya setelah melihat ada notifikasi dari temannya yang menandainya di sebuah postingan lucu. Nara tersenyum gemas, namun senyum itu tiba-tiba hilang saat melihat Junan memposting foto berdua dengan seorang wanita dengan caption sebuah emoji yang cukup membuat emosi. Nara kembali menghubungi Junan untuk meminta penjelasan tapi masih tak ada jawaban. Sesaat kemudian Junan membalas pesan Nara, tapi itu sama sekali bukan kabar baik, Junan mengirim pesan permintaan putus. Nara berusaha tetap tenang walau air matanya tak bisa diajak tenang. Ia baca lagi dan lagi pesan itu, berusaha memahami setiap kata yang Junan katakan. Tapi mau diulang berapa kali pun intinya masih tetap sama, putus.

Nara berusaha menghubungi Junan lagi tapi Junan tetap mengabaikannya. Nara akhirnya menyerah. Kalau mau putus ya sudah. Buat apa mengejar orang yang sudah tidak mau mempertahankan hubungan. Sakit memang, tapi tak masalah, toh ini bukan pertama kalinya ia diputus tanpa alasan. Mantan-mantannya dulu malah lebih parah menghilang begitu saja tanpa kejelasan. Entah ilmu dari padepokan mana yang mereka gunakan untuk menghilang. Nara tak mengerti apa sebenarnya yang salah pada dirinya sampai harus mengalami kejadian seperti ini lagi dan lagi.

Nara sangat kesal, ia memacu motornya dengan kencang agar bisa segera menangis sepuasnya di rumah. Bagaimanapun juga menangis di atas bantal jauh lebih nyaman daripada di jalanan seperti itu. Karena terlalu banyak air mata yang menutupi kedua bola matanya, Nara jadi tidak bisa melihat jalanan dengan jelas. Sudah beberapa kali ia coba singkirkan air matanya tapi masih tetap jatuh lagi dan lagi. Hingga akhirnya, BRUAAAK ... Nara menabrak mobil di depannya.

"Aaajjhh ..." Nara meringis kesakitan memegangi sikunya. Untungnya tabrakan itu tidak terlalu keras. Nara masih sempat mengerem sebelum akhirnya jatuh karena kehilangan keseimbangan.

"Waduh waduuh, remuk nih mobil," kata pemilik mobil turun mengecek kondisi mobilnya setelah ditabrak dari belakan oleh Nara.

"Mbak gimana, sih ??" bentak pria itu kesal. Sementara Nara hanya diam dengan tatapan putus asa, memikirkan Junan, memikirkan betapa sialnya ia hari ini.

"Mbak harus bertanggung jawab pokoknya !!" kata pria itu, ngegas. Nara hanya menatapnya, lalu ia menangis sekeras-kerasnya sambil jongkok di tengah jalan seperti anak kecil yang sedang dimarahi ibunya. Tak ayal aksinya itu menarik perhatian orang-orang yang lewat di sekitar kejadian.

"Yah, malah nangis lagi. Mbak ... Mbak ... Hoey ..." Pria pemilik mobil itu pun jadi tambah kesal plus panik karena warga mulai berdatangan. Orang-orang mengira pria itu telah berbuat kejam pada Nara. Bahkan ada yang mulai memvideokan kejadian itu.

"Waduh, dikira ngapa-ngapain anak orang gue," kata pria itu semakin panik, sedangkan Nara masih terus menangis.

"Kenapa semua orang jahat sama gue ??" teriak Nara lebih galak dari pria itu. Pria itu sampai ketakutan karena eyeliner Nara meluber kemana-mana luntur terkena air matanya. Padahal pria itu seharusnya yang lebih berhak marah karena ia yang menjadi korban di sini.

"Mbak, udah cup cup gak enak dilihat orang." Pria itu mulai putus asa menghadapi Nara.

Melihat temannya kesusahan, pria yang ada di dalam mobil lalu turun untuk membantu. Setelah pintu mobil terbuka, perhatian warga seketika teralihkan. Mereka buru-buru mengeluarkan hp mereka masing-masing. Ada yang merekam, banyak juga yang memfoto.

"Artis. Yang di TV, yang di TV," kata beberapa orang. Pria itu tersenyum ramah sambil berjalan menghampiri temannya.

"Lu apain, sih ?" tanya pria itu kesal, tapi tetap berusaha tersenyum di depan semua orang karena ia publik figur yang setiap gerak geriknya selalu mendapat sorotan.

"Gak gue apa-apain."

Pria yang baru turun dari mobil itu segera berlutut di depan Nara untuk memastikan apakah Nara baik-baik saja.

"Ada yang luka ?" tanya pria itu.

Nara perlahan mengangkat wajahnya. Tak tahu kenapa, setelah mendengar suara itu Nara langsung sadar dan seakan kembali ke dunianya lagi. Tangisannya tiba-tiba berhenti, untuk sesaat Nara hanya diam memandangi wajah pria itu. Wajah yang hampir setiap hari ia jumpai di jalan-jalan, di angkutan umum, dimanapun itu, bertebaran seperti jamur di musim hujan.

"Kamu ..."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status