Nara berjalan menuju parkiran saat jam kerjanya telah berakhir. Walau lelah ia tetap bersukur, setidaknya semuanya masih berjalan lancar seperti biasanya. Nara tipe orang yang selalu berfikir positif, ia percaya seberat apapun hidup jika dijalani dengan tulus pasti akan terasa ringan. Sedikit tersenyum kadang bisa mengembalikan semangatnya yang hampir patah. Jika senyum belum juga mengembalikan semangatnya, biasanya ia akan berbagi keresahan dengan Junan pacarnya. Dia senior di kampus Nara yang sudah enam bulan ia pacari. Belum lama memang, tapi cukup membuat Nara bahagia.
Nara duduk di atas motor mengecek semua pesan masuk yang belum sempat ia baca. Karena semua kesibukannya hari ini Nara baru bisa membuka ponselnya. Dari semua pesan yang ia terima tak ada satu pun pesan dari Junan yang masuk. Bahkan pesan yang Nara kirim tidak dibacanya sejak pagi. Padahal biasanya Junan selalu menunjukkan perhatian. Entah itu menelpon atau sekedar mengirimi pesan penyemangat. Nara mulai khawatir, ia segera menghubungi Junan untuk memastikan keadaanya tapi tak ada jawaban. Nara masih berfikir positif mungkin saja Junan masih ada kesibukan lain di luar sana.
Nara membuka akun media sosialnya setelah melihat ada notifikasi dari temannya yang menandainya di sebuah postingan lucu. Nara tersenyum gemas, namun senyum itu tiba-tiba hilang saat melihat Junan memposting foto berdua dengan seorang wanita dengan caption sebuah emoji yang cukup membuat emosi. Nara kembali menghubungi Junan untuk meminta penjelasan tapi masih tak ada jawaban. Sesaat kemudian Junan membalas pesan Nara, tapi itu sama sekali bukan kabar baik, Junan mengirim pesan permintaan putus. Nara berusaha tetap tenang walau air matanya tak bisa diajak tenang. Ia baca lagi dan lagi pesan itu, berusaha memahami setiap kata yang Junan katakan. Tapi mau diulang berapa kali pun intinya masih tetap sama, putus.
Nara berusaha menghubungi Junan lagi tapi Junan tetap mengabaikannya. Nara akhirnya menyerah. Kalau mau putus ya sudah. Buat apa mengejar orang yang sudah tidak mau mempertahankan hubungan. Sakit memang, tapi tak masalah, toh ini bukan pertama kalinya ia diputus tanpa alasan. Mantan-mantannya dulu malah lebih parah menghilang begitu saja tanpa kejelasan. Entah ilmu dari padepokan mana yang mereka gunakan untuk menghilang. Nara tak mengerti apa sebenarnya yang salah pada dirinya sampai harus mengalami kejadian seperti ini lagi dan lagi.
Nara sangat kesal, ia memacu motornya dengan kencang agar bisa segera menangis sepuasnya di rumah. Bagaimanapun juga menangis di atas bantal jauh lebih nyaman daripada di jalanan seperti itu. Karena terlalu banyak air mata yang menutupi kedua bola matanya, Nara jadi tidak bisa melihat jalanan dengan jelas. Sudah beberapa kali ia coba singkirkan air matanya tapi masih tetap jatuh lagi dan lagi. Hingga akhirnya, BRUAAAK ... Nara menabrak mobil di depannya.
"Aaajjhh ..." Nara meringis kesakitan memegangi sikunya. Untungnya tabrakan itu tidak terlalu keras. Nara masih sempat mengerem sebelum akhirnya jatuh karena kehilangan keseimbangan."Waduh waduuh, remuk nih mobil," kata pemilik mobil turun mengecek kondisi mobilnya setelah ditabrak dari belakan oleh Nara."Mbak gimana, sih ??" bentak pria itu kesal. Sementara Nara hanya diam dengan tatapan putus asa, memikirkan Junan, memikirkan betapa sialnya ia hari ini."Mbak harus bertanggung jawab pokoknya !!" kata pria itu, ngegas. Nara hanya menatapnya, lalu ia menangis sekeras-kerasnya sambil jongkok di tengah jalan seperti anak kecil yang sedang dimarahi ibunya. Tak ayal aksinya itu menarik perhatian orang-orang yang lewat di sekitar kejadian."Yah, malah nangis lagi. Mbak ... Mbak ... Hoey ..." Pria pemilik mobil itu pun jadi tambah kesal plus panik karena warga mulai berdatangan. Orang-orang mengira pria itu telah berbuat kejam pada Nara. Bahkan ada yang mulai memvideokan kejadian itu."Waduh, dikira ngapa-ngapain anak orang gue," kata pria itu semakin panik, sedangkan Nara masih terus menangis."Kenapa semua orang jahat sama gue ??" teriak Nara lebih galak dari pria itu. Pria itu sampai ketakutan karena eyeliner Nara meluber kemana-mana luntur terkena air matanya. Padahal pria itu seharusnya yang lebih berhak marah karena ia yang menjadi korban di sini.
"Mbak, udah cup cup gak enak dilihat orang." Pria itu mulai putus asa menghadapi Nara.Melihat temannya kesusahan, pria yang ada di dalam mobil lalu turun untuk membantu. Setelah pintu mobil terbuka, perhatian warga seketika teralihkan. Mereka buru-buru mengeluarkan hp mereka masing-masing. Ada yang merekam, banyak juga yang memfoto."Artis. Yang di TV, yang di TV," kata beberapa orang. Pria itu tersenyum ramah sambil berjalan menghampiri temannya."Lu apain, sih ?" tanya pria itu kesal, tapi tetap berusaha tersenyum di depan semua orang karena ia publik figur yang setiap gerak geriknya selalu mendapat sorotan."Gak gue apa-apain."Pria yang baru turun dari mobil itu segera berlutut di depan Nara untuk memastikan apakah Nara baik-baik saja."Ada yang luka ?" tanya pria itu.Nara perlahan mengangkat wajahnya. Tak tahu kenapa, setelah mendengar suara itu Nara langsung sadar dan seakan kembali ke dunianya lagi. Tangisannya tiba-tiba berhenti, untuk sesaat Nara hanya diam memandangi wajah pria itu. Wajah yang hampir setiap hari ia jumpai di jalan-jalan, di angkutan umum, dimanapun itu, bertebaran seperti jamur di musim hujan."Kamu ..."
Nara sampai di depan sebuah mall. Ia turun dari mobil mewahnya sambil membuka kaca mata hitam yang ia pakai. Penampilannya super wah sampai menarik perhatian semua orang. Ia lempar kunci mobilnya lalu berjalan memasuki mall dengan kerennya. Di belakang sana seorang security melompat menangkap kunci mobil Niki bak seorang penjaga gawang profesional. Semua mata tertuju padanya, memandanginya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Kemudian mereka buru-buru membuka kalkulator untuk menghitung berapa banyak uang yang Nara habiskan untuk penampilan supernya itu. Mulut mereka langsung menganga saat melihat deretan angka nol di layar hp mereka. Nara tersenyum bangga, hari ini ia akan membuktikan perkataan Lisa di dalam lagunya, Money. Ia juga memotong pendek rambutnya untuk lebih merasakan feels Lisa di dalam dirinya. Pokoknya ia akan menghamburkan uang Niki sebanyak mungkin. "Dolla dollas dropin on my ass tonight ... " Nara sedikit menyanyikan lirik lagu itu sambil menenteng bany
Nara jatuh lemas di atas kasur. Tubuh dan pikirannya sudah sangat lelah memikirkan semua yang terjadi. Nara ingin beristirahat sejenak untuk meredakan stres yang ia alami mengingat masih ada kehidupan di dalam perut Niki yang perlu ia jaga. Ia tak ingin membahayakan kehidupan janin yang tak berdosa itu. Nara berusaha memejamkan mata, tapi tak bisa karena ia terus memikirkan masalah yang sedang ia hadapi. Ia bangun dari balik selimut yang menutupi wajahnya, duduk di atas kasur dengan mata sembab karena seharian menangis."Ahaa ..."Di tengah kegalauannya, tiba-tiba sebuah ide brilian muncul begitu saja. Nara teringat kata-kata bijak Bima, selama ada uang semua pasti beres. Buat apa bersedih kalau semua bisa diselesaikan dengan uang. Bagaimana pun juga saat ini ia adalah Niki yang kaya raya, kenapa ia tak memanfaatkan keadaan itu saja. Ia bisa membebaskan ibunya dari jerat hutang, ia juga bisa membiayai pengobatannya di rumah sakit menggunakan uang Niki. Nara baru sadar
Nara turun di depan gang rumahnya,Gang itu terlalu sempit untuk mobil, jadi ia harus berjalan kaki untuk sampai di rumahnya. Nara berjalan mengendap-endap, tak lupa ia pakai topi dan masker agar tak ada orang yang bisa mengenalinya. Saat ada orang lewat ia bersembunyi di balik pohon kadang juga menempel di belakang tiang listrik. Pokoknya aksinya itu justru menarik perhatian orang, untung tak dikira maling."Kayaknya gue over acting deh ..." keluhnya setelah merasa capek sendiri.Tak lama kemuadian Bu Yuyun melintas dengan sepeda motornya, Nara panik lalu buru-buru masuk ke dalam sebuah antrian agar keberadaanya tak diketahui oleh Bu Yuyun. Sungguh usaha yang sangat sia-sia, Bu Yuyun mana tahu kalau dia itu Nara."Sempol atau cilok, Neng ?" kata abang penjual menyadarkan Nara."Cilok lima ribu, Bang." Ya sudahlah akhirnya Nara membeli cilok abang itu. Lagipula sudah lama ia tak memakan jajanan wajib yang dulu hampir setiap hari menemaninya i
Ken memacu mobilnya menembus riuhnya jalanan ibu kota, sementara Nara masih duduk di sampingnya dengan mulut terkunci rapat. Hawa dingin mulai menyertai perjalanan mereka. Bukan karena AC mobil, tapi ekspresi wajah Ken yang tampak begitu dingin. Setelah hampir setengah jam berkendara akhirnya Ken menepikan mobilnya di depan sebuah cafe. Cafe itu lumayan private karena hanya bisa didatangi kalangan tertentu saja. Jadi mereka bisa berbicara dengan santai disana."Lo pesen apa ?" kata Ken memulai pembicaraan."Ngikut aja. Aku gak tahu mana yang enak," jawab Nara ragu-ragu. Jujur Nara agak khawatir melihat perubahan sikap Ken setelah mengetahui kehamilan Niki."Padahal lo yang sering ngajak gue kesini dulu.""Oya ?""He'em. Sebelum lo sama Jason," jawab Ken sambil tersenyum.Dari tatap matanya, Nara bisa tahu Ken sedang berusaha menutupi rasa kecewa. Nara curiga, jangan-jangan Ken selama ini memiliki rasa untuk Niki. Apal
"Stooop ..." teriak Nara keras karena terus mengingat momen pagi itu. Semua orang segera menghentikan aktifitas mereka dan terpaku menatap ke arahnya. Nara jadi salah tingkah."Oh ... stop dulu, aku mau ke toilet," kilah Nara. Semua orang langsung bernafas lega setelah mendengar jawaban Nara.Nara langsung berlari meninggalkan studio karena sudah tak sanggup menghadapi pikirannya sendiri. Ia harus menenangkan diri sejenak karena Jason benar-benar telah mengacaukan pikirannya. Pokoknya hari ini ia tak mau pulang ke apartemen, ia akan menghindari Jason untuk beberapa saat sebelum benar-benar gila dibuatnya.Nara berdiri menghadap cermin untuk menjernihkan pikirannya, tapi bukannya tenang kepalanya malah semakin pening. Entah karena terlalu memikirkan ciuman itu atau apa, yang jelas kepalanya terasa sangat berat. Badannya juga lemas hingga ia harus bersandar di meja wastafel depan toilet untuk menopang berat tubuhnya."Ahh ..." keluh Nara sambil terus memega
Hari ini Nara akan melakukan pemotretan dengan majalah fashion terkemuka. Ia duduk di depan cermin besar, seorang stylist menata rambutnya sementara seorang lainnya sibuk merapikan make up di wajahnya. Tak lama kemudian datang seorang staf untuk memasang sepatu di kakinya. Dalam hati Nara tesenyum bangga, ternyata diperlakukan istimewa bak seorang ratu sangat menyenangkan. Selama ini ia hanya menunggu momen pernikahan untuk menjadi ratu semalam, itu pun terasa sulit karena jodoh entah masih tersangkut dimana. Tapi kini semua telah terlampang di depan mata, ia merasa benar-benar menjadi ratu yang sesungguhnya."Perfect ..." kata Benny, MUA terkenal langganan para artis dan kalangan atas setelah selesai menata rambut Nara."Gimana say ?" Teh Gina memastikan."Udin say ... Emm cucok.""Abangku satu ini emang gak pernah ngecewain," puji Teh Gina."Ok cus fitting room yuk."Setelah Nara selesai dimake up, Teh Gina memeriksa la