Share

Safia Sakit

Author: Suharni
last update Last Updated: 2021-09-22 16:46:32

Selang beberapa tahun kemudian, rumah yang dulunya terbakar kini bisa di tempati kembali. Fahri merenovasi hingga sedemikian rupa, dan membuatnya merasa nyaman. Namun, kenyamanan itu tak berlangsung lama. Sebab sang istri, Safia tiba-tiba menderita penyakit strok berat. Azizah yang kala itu masih menginjak kelas dua SMA, hampir saja mengorbankan sekolahnya demi merawat sang bunda. Beruntung saudara dari Safia mau membantu gadis tersebut. Mereka berbagi tugas merawat Safia yang sakitnya terbilang aneh. Wanita berambut ikal itu dinyatakan menderita strok oleh dokter, tetapi mentalnya turut terganggu.

“Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini? kenapa Engkau memberikan cobaan yang begitu berat secara bertubi-tubi kapada kami?” keluh Azizah saat usai menunaikan ibadah sholat maghrib. Dia menengadahkan tangan sembari berurai air mata. Menyayangkan takdir yang selalu tak berpihak padanya.

“Jika memang ini yang terbaik, maka lapangkan hatiku dalam menerima segalanya, ya Allah. Sesungguhnya hamba tiada daya dan upaya melainkan pertolongan dari-MU. Aamiin.” Masih dengan berurai air mata, Azizah menutup doanya. Mengusap wajah dengan kedua tangan mungil nan penuh kasih.

Tok! Tok! Tok!

“Kakak, mama buang air besar.” Suara Yana menggema dari balik pintu kamar Azizah. Dia memberitahukan, bahwa Safia tengah membuang hajat. Yana meminta tolong pada kakaknya itu untuk mengurus sang ibu. Sebab Yana masih belum tahu cara mengurus ibunya dengan benar.

“Iya, dek. Kalau begitu kau siapkan makan malam untuk papa, ya.” Azizah balik memberi interupsi pada Yana. Setelah itu dia pergi ke kamar mandi, membersihkan Safia yang tengah membuang hajat.

“Maaf ya, ma, agak lama. Azizah baru saja selesai sholat,” ucap Azizah. Meminta maaf pada ibunya yang tengah duduk di atas kloset. Sementara wanita paruh baya itu hanya bisa menganggukan kepala. Mengiyakan ucapan sang anak yang sudah lebih dewasa dari sebelumnya.

“Sekarang Azizah membersihkan mama dulu ya? Setelah itu mama mandi.” Dengan cekatan Azizah membersihkan sang bunda, dari ujung rambut hingga ujung kuku kaki. Sungguh gadis itu melakukannya tanpa pamri. Hatinya menghangat saat ia menyentuh tangan kaku Safia.

“Mama, cepat sembuh, ya? Supaya kita bisa jualan bersama lagi di pasar.” Walaupun Azizah menyunggingkan senyuman, tetapi matanya tak dapat berbohong. Mata itu kembali berkaca-kaca begitu tahu tangan ibunya semakin tak bisa bergerak.

Sungguh hati Azizah hancur. Siapa yang tak akan sedih dan terluka ketika melihat ibunya jatuh sakit. Tak ubahnya orang lain, Azizah pun sama. Batinnya juga terpukul karena kondisi Safia yang semakin hari semakin memburuk.

Setiap hari wanita yang telah melahirkan empat orang anak itu harus berjalan kaki menuju rumah saudaranya yang berjarak delapan kilometer. Sembari memaksakan kakinya yang kaku, Safia pergi ke rumah kakaknya dan menghabiskan waktu disana, hingga malam hari tiba. Fahri baru akan menjemput istrinya itu saat usai berjualan di pasar.

Semula Fahri tak tahu jika setiap hari Safia berjalan kaki ke rumah kakaknya. Nantilah warga setempat yang bercerita, baru ia paham. Rupanya Safia sedikit mengalami gangguan mental. Namun, anehnya dokter memvonis istrinya itu menderita stroke berat. Sungguh kontras apabila di lihat dari keseharian Safia.

Jika memang ia menderita stroke berat, seharusnya wanita itu tak mampu berjalan atau menggerakkan badan secara keseluruhan, kendati dengan memaksakan kaki untuk berjalan. Akan tetapi, Safia sanggup berjalan hingga delapan kilometer setiap hari.

“Azizah, kau sungguh cantik.” Bahkan Safia dapat berbicara dengan normal. Entah vonis dokter yang salah, atau memang kondisi Safia yang berubah-ubah, entahlah. Hanya Tuhan yang memahami segalanya.

“Mama memuji Azizah?” Azizah tersenyum saat mendengar Safia memuji dirinya. Padahal selama ini wanita yang terkenal dengan suara kerasnya itu, tak pernah menyanjung setiap anak-anaknya setinggi langit. Apa lagi mengenai fisik. Safia hanya menanggapi secara natural tanpa harus menggunakan kata secara berlebihan.

“Kamu memang cantik, nak.” Kali ini Safia memuji Azizah seraya mengusap pipi putrinya itu. Dia memandang Azizah dengan penuh kasih sayang. Tatapan yang selama ini tak pernah terpancar dari mata sayunya.

“Kau sungguh anak mama yang paling sabar. Selama ini kau sudah terlalu banyak menderita. Kami menyiksamu seperti anak kecil yang tak punya hati. Padahal kau lah yang selalu berada di samping kami baik dalam suka maupun duka. Kau menjalankan kewajibanmu sebagai seorang anak. Maafkan mama yang penuh dosa ini, nak.” Entah apa yang membuat Safia berbicara panjang lebar seperti itu. Dia seolah menyadari kesalahannya selama ini yang telah menyakiti Azizah. Tak mempercayai ucapan putrinya itu saat mendapat fitnah dari para warga beberapa tahun silam.

Sembari berurai air mata, Safia menyesali perbuatannya. Dia memeluk tubuh Azizah di dalam kamar mandi tanpa sehelai benang pun. Sementara hati Azizah semakin tercubit. Perasaannya bercampur aduk. Ada sedih dan juga syukur.

Ya, Azizah merasa bersyukur karena akhirnya Safia menyadari kesalahannya selama ini. Akan tetapi, gadis dengan hijab tersebut merasakan kesedihan yang mendalam. Betapa tidak, Safia berujar seperti hendak akan meninggalkan dunia ini.

“Mama, ngomong apaan sih? Mama tidak salah apa-apa. Yang salah itu adalah mereka yang tak bisa melihat kita bahagia. Selama ini mama sudah membesarkan Azizah dengan baik. Azizah bisa seperti sekarang pun, itu berkat didikan mama dan papa.”

Mendengar ucapan sang putri, hati Safia semakin merasaa bersalah. Dia menyesal karena tak berada di pihak Azizah ketika gadis itu membutuhkan dukungan. Berharap ada setitik kepercayaan dari salah satu orangtuanya. Namun, Safia terlalu gelap mata. Dia seolah tak dapat melihat kebenaran yang terpancar dari wajah Azizah ketika gadis itu menjadi bulan-bulanan warga.

“Nah, sudah selesai. Ayo kita keluar.” Azizah telah selesai memandikan sang bunda, walau waktu telah menunjukan pukul 18.45.

“kau memandikan mamamu malam-malam begini?” Akan tetapi, Fahri memprotes Azizah yang telah memandikan Safia pada malam hari. Pria itu baru saja kembali dari pasar.

“Tadi mama buang air di lantai dapur sebelum berhasil masuk ke kamar mandi. Jadi sekalian Azizah memandikan mama supaya bersih. Kotoran yang di lantai tadi juga Yana sudah singkirkan,” terang Azizah. Membuat hati Fahri tercubit. Dia tak pernah menduga, jika Safia harus  menderita penyakit aneh seperti saat ini. Mentalnya ikut terserang, walau dokter menyatakan penyakit yang lain.

“Baiklah kalau begitu. Pakaikan baju pada mamamu, setelah itu kita makam malam bersama.” Kali ini Fahri tak bersikap keras pada Azizah. Sebab dia mulai memahami kondisi putrinya itu. Selama bertahun-tahun Azizah membantu mereka tanpa mengeluh. Dia juga selalu berada di sampingnya baik dalam kondisi terpuruk sekalipun.

Tanpa mengenal lelah dan rasa malu, Azizah bekerja di pasar dan juga kebun mereka yang ditanami sayur-sayuran. Lahan itu mereka gunakan untuk membantu menopang hidup sehari-hari. Karena usaha Fahri semakin hari semakin menurun. Para pelanggan banyak beralih pada mall yang baru saja di bangun yang lokasinya berada pada pusat kota, dan menyediakan barang grosiran namun kualitas tetap terjaga. Jadi, tak banyak lagi yang melirik jualan Fahri seperti beberapa tahun yang  lalu.

Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari dan memenuhi obat Safia, Azizah rela menanam sayur dan menjualnya pada pedagang tradisional. Berutung para pedagang itu dengan suka rela mau membeli sayuran Azizah, walau bentuknya tak sesubur tanaman yang lain. Mungkin mereka merasa iba pada gadis itu. Sebab di usianya yang masih sangat muda, tetapi sangat bertanggung jawab pada keluarga.

To be continued...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • FAUZIAH AZZAHRA   Meninggal Dunia.

    Setelah bertahan melawan penyakit selama dua tahun tujuh bulan, akhirnya Safia mengembuskan nafas terakhir di rumahnnya. Kala itu Azizah tak berada di sana. Dia sedang menghadiri acara tahlilan ayah salah satu temannya. Azizah yang mendengar kabar duka itu, sontak menghentikan bacaan Yasin. Dia bergegas pulang, sebab sang bunda terus saja menyebut namanya."Mama, tunggu Azizah." Sembari berurai air mata, Azizah menyebut mamanya. Berharap masih di beri kesempatan untuk melihat sang bunda walau untuk yang terakhir kalinya.Dan akhirnya ojek yang di tumpangi Azizah tiba juga di rumah. Dia membayar upah jasa ojek tersebut tanpa mengambil uang kembaliannya. Azizah terlalu panik kala itu. Bahkan dia melewati keramaian warga yang sudah berdatangan di rumahnya."Mama," lirih Azizah.Tubuh Safia terbujur kaku di ruang tengah, tetapi masih menyisakan sedikit nafas yang di temani Yana serta salah tante mereka. Sementara para sepupu yang lainnya juga berada di

  • FAUZIAH AZZAHRA   Sakit Parah.

    Penantian itu turut juga di rasakan oleh Safia, ibu Azizah. Dia menunggu pria yang bakal menjadi calon menantunya. Safia selalu yakin, bahwa suatu saat nanti Adrian tetap akan menjadi menantunya. Padahal rejeki, jodoh, dan maut tak pernah ada yang tahu. Semuanya menjadi rahasia Illahi. Bahkan malaikat pun tak tahu ketiga hal tersebut. Nantilah mendapat perintah dari Tuhan, baru malaikat itu akan datang."Azizah, mama hanya ingin kau menikah dengan Adrian. Tidak bersama lelaki lain," lirih Safia. Meminta Azizah untuk tidak berpaling pada pria lain di kemudian hari."Sudahlah, ma. Jangan terlalu di pikirkan. Lagi pula aku masih muda, perjalananku masih panjang. Aku tidak ingin membuat impian melambung tinggi. Sudah cukup semua yang terjadi. Kak Adrian membohongi kita, dan aku tidak bisa mentolerir seorang pembohong," papar Azizah. Menolak permintaan ibunya, namun secara halus. Agar wanita paruh baya itu tak merasa kecewa yang berlebihan."Baiklah, kali ini m

  • FAUZIAH AZZAHRA   Menunggu

    Prank!Gelas kaca, piring, dan juga mangkok sayur, habis terlidas kemarahan Alwi. Pagi-pagi sekali pria paruh baya itu menghancurkan sebagian isi dapurnya. Memecahkan sesuatu yang sekiranya dapat di jangkau.Pecahan itu berserakan di lantai, hingga memenuhi ruang dapurnya yang kecil."Aakk--," pekik Alwi frustasi. Dia merasa gagal dalam menjatuhkan Fahri serta Azizah semalam."Keluarga itu benar-benar brengsek! Pelacur kecil itu selamat dari buruan para warga. Mereka pasti sudah merencanakan segalanya lebih awal!" seloroh Alwi dengan wajahnya yang memerah. Menyebut Azizah seperti hewan melata perusak suasana hati. Entah mengapa Alwi begitu membenci mereka, padahal mengalir darah keturunan yang sama."Ini semua karena kau yang terlalu percaya diri! Coba semalam kau mendengarkan ucapanku untuk menunggu gadis itu di pinggir jalan, mungkin kita bisa melihat ada Adrian di sana!" Halima, bukannya menenangkan Alwi, dia justru menyalahkan keputusan suaminy

  • FAUZIAH AZZAHRA   Cerita Azizah

    Tatapan para emak itu begitu mengintimidasi. Seolah Azizah adalah tersangka utama dalam kasus pembunuhan serta pencabulan anak di bawah umur. Mereka memperlakukan gadis malang itu selayaknya penjahat. Bahkan di antara mereka ada yang memandang hina Azizah. Seakan dunia ini telah di cemari hama penyakit oleh gadis berhijab tersebut."Kau dari mana maghrib-maghrib begini?" Markonah mengajukan pertanyaan seolah dialah wali dari gadis itu. Padahal dia hanyalah orang lain yang bahkan tak memiliki hubungan darah sama sekali."Maaf ibu Markonah, saya rasa bukan urusan anda saya dari mana dan mau kemana. Karena itu hak dan privasi saya. Anda hanyalah orang lain yang tak harus turut campur!" Azizah menjawab pertanyan Markonah dalam sekali telak. Sehingga membuat para emak yang lainnya terlihat menahan tawa.Sementara Markonah sedikit tercengang kala Azizah memberinya jawaban menohok. Tak pernah ia duga sebelumnya, bahwa gadis itu telah pandai merangkai kalimat jawa

  • FAUZIAH AZZAHRA   Janji Adrian.

    Malam hari ba'da sholat Maghrib, para emak tadi masih setia menanti kehadiran Azizah serta Adrian yang katanya sebentar lagi akan pulang. Mereka seakan enggan meninggalkan tempat duduk demi menunggu sang artis yang di kata kontroversi oleh Markonah berserta teman-temannya. Sementara itu, ketua remaja di kampung Azizah sudah dalam tahap siaga satu untuk mengusir Adrian apabila lelaki itu berani memasuki daerahnya. Mereka menyiapkan kayu, bambu, serta benda tajam lainnya yang akan di gunakan untuk mengancam Adrian. Sepertinya ketua remaja itu telah termakan provokasi Alwi, sepupu Fahri yang kerap kali dengki. Entah apa masalah pria paruh baya itu, hatinya selalu saja sempit dan sekakar. "Apa kau yakin rencana kita kali ini akan berhasil?" Halima, istri Alwi memantau dari rumahnya. Melihat persiapan para warga dalam menyambut kedatangan Adrian serta Azizah beberapa saat lagi. "Tentu saja akan berhasil. Kali ini para warga akan menela

  • FAUZIAH AZZAHRA   Kemarahan Azizah

    Keegoisan Adrian yang memaksa Azizah untuk tetap bersama hingga memiliki anak diluar nikah, membuat gadis berhijab itu tak terima. Dia marah dan kecewa terhadap sikap Adrian yang terkesan memaksa. Sebagai pria dewasa, seharusnya dia lebih mengoreksi diri dan membenahi segalanya. Bukan menjelma menjadi sosok tak bertanggung jawab selayaknya manusia tak bermoral.“Aku tidak percaya kakak merencanakan hal hina itu padaku. Mungkin aku mencintai kak Adrian, tapi bukan berarti aku akan menggadaikan harga diriku pada kakak. Karena keinginan kakak itu merupakan permainan setan. Jadi, maaf aku tidak bisa ikut dalam permainan itu. Jika kakak memilih untuk meninggalkanku dan kembali pada Yanti, maka aku siap untuk itu. Asal harga diriku tak terabaikan hanya karena ego semata!” telak Azizah.Adrian tak berkutik lagi saat mendengar keputusan Azizah. Gadis itu mengakhiri segalanya tanpa mau mempertimbangkan permintaan pemuda tersebut. Bagi Azizah harga diri

  • FAUZIAH AZZAHRA   Menolak

    Permintaan Adrian yang tak masuk dalam nalar itu, di tolak mentah-mentah oleh Azizah. Gadis itu tidak ingin mencoreng nama baik keluarga yang susah paya ia bangun hingga sedemikian rupa. Kasih sayang yang dulu sering diabaikan oleh mama papanya, telah hadir diantara mereka. Haruskah Azizah menghancurkan hanya karena ego semata? Padahal Adrian selalu saja membuat perasaan Azizah jatuh bangun. Namun, Adrian terus memaksa Azizah untuk tetap bersama ditengah status pemuda itu yang masih suami orang.“Apa kak Adrian kehilangan akal? Bagaimana bisa kakak memintaku untuk melakukan zina? Apakah tidak ada cara lain untuk kita bersama? mengapa kita tidak menikah saja lalu memiliki anak? Ataukah karena kakak benar-benar kembali menikah lagi bersama istri kakak yang dulu?” Azizah tak habis pikir pada Adrian yang ia kenal baik dan bermartabat. Namun, apa yang di tunjukan pemuda itu sekarang, sungguh di luar nalar. Meminta seorang gadis yang bukan istrinya untuk berhubungan bad

  • FAUZIAH AZZAHRA   Alasan Adrian

    Setelah bertemu, Azizah pun meminta penjelasan pada Adrian. Namun, bukannya mengakui kesalahan, Adrian justru meminta Azizah menunggunya. Karena pemuda dengan rambut ikal tersebut masih menaruh rasa pada Azizah. Akan tetapi dia tak menyebutkan alasan secara sepesifik mengapa dulu ia memutuskan pertunangan dan memilih kembali bersama Yanti. Alasan Adrian hanyalah satu, mengapa sampai ia meminta Azizah untuk menunggunya, yakni anak. Adrian menginginkan anak dari Azizah. Dengan kata lain Adrian ingin Azizah hamil di luar nikah dengannya. Agar ia memiliki alibi untuk dapat menikahi gadis berhijab tersebut.“Kak Adrian.” Azizah berdiri menatap sendu dan juga rindu pada Adrian. Pria yang sukses memporak-porandakan hidup serta jiwanya.“Azizah, sedang apa kau disini?” tanya Adrian.“Kak, bisa jelaskan padaku mengapa kakak meminta putus dariku? Dan apa yang aku lihat tadi itu salah?” Pertanyaan Azizah membuat jantung Adrian berd

  • FAUZIAH AZZAHRA   Bertemu

    Di perjalanan menuju rumah Adrian, Azizah menyusun kata yang nanti ia gunakan kepada pria tersebut. Mengungkapkan segala yang mengganjal di hati, serta menanyakan alasan di baliknya perpisahan sepihak tersebut.Azizah juga membayangkan ketika ia akan kembali merajut kasih bersama Adrian, pria yang meminangnya tiga bulan silam, hingga akhirnya tiba lah dia di kota tempat Adrian berada.“Lima ribu,” ucap supir angkot.“Ini, pa. terimakasih,” sahut Azizah seraya memberinya upah. Lalu kemudian Azizah pergi ke rumah Adrian. Melewati banyak rumah dalam lorong sempit. Sebab hunian pria berkulit putih tersebut berada dalam gang yang jaraknya cukup jauh dari jalan utama. Kala itu Azizah menanggalkan logikanya, serta mengutamakan rasa yang meronta ria di dalam sana demi bertemu Adrian untuk di mintai penjelasan. Mungkin orang akan berkomentar buruk mengenai keputusan Azizah yang berani menemui Adrian kala itu. Tapi dia bisa apa? menunggu di rumah s

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status