Share

Bab 2 - Hati Yang Kemarau

“Di tanah yang tandus kekurangan air, retak berpola tercipta.”

                                  *****

Tahun yang kering kerontang kala itu, tahun yang membawa seorang lelaki pada kenangannya yang pahit.

Kata Ayah, orang yang pertama kali menyambutnya dengan adzan, tangannya yang lembut tidak cocok untuk memainkan alat musik.

Kata Ibu, perempuan pertama yang memberinya kehidupan, wajah tampannya dilahirkan bukan untuk mengemis perhatian orang-orang dengan tampil di depan panggung mengalunkan lirik.

Beserta kata mereka, nama belakangnya hanya pantas jika disandingkan dengan jas, kemeja, dasi, sepatu pantofel hitam mengkilat dan rambut klimis.

Jevian memejamkan kembali kedua matanya kala memori itu terus berputar. Sekarang hidupnya sudah mapan dan bisa dianggap sempurna. Namun sempurna bukan berarti bahagia, karena jauh di dalam sana, rasanya masih kosong dan hampa. Kemudian ia menerka-nerka sendiri, hidup seperti apakah yang ia inginkan? Apakah seperti disanjung, dihormati dan ditakuti semua orang? Tentunya ia tidak akan bertanya pada hatinya, karena hatinya sudah lama tidak tersiram hujan kasih sayang.

Pintu ruangannya terbuka, menampilkan sosok tegap yang dulu sering menangisi kepergiannya ketika hendak kembali ke luar negeri untuk belajar. Seseorang yang sejak peresmian tadi lebih banyak diam lalu sesekali menolehkan kepalanya ke sana ke mari seperti orang kebingungan. Dialah Jevano.

“Habis ini ngapain lagi, Kak? Beli jet pribadi dan pesawat tempur?” sarkasnya, Jevian hanya tertawa hambar menanggapi sindiran adiknya.

“Gimana kuliah kamu, Van?” tanya Jevian mengalihkan topik sebelumnya, ia mempersilakan Jevano untuk duduk.

“Kayaknya semua orang mau buat aku stres ya? Papa, Mama, sekarang Kakak juga pertanyaannya sama,” protes Jevano sambil mendudukkan diri pada sofa yang terletak tepat di depan meja kerja Jevian.

Sementara Jevian tidak lagi bersuara, ia menunduk dan memijat keningnya pelan. Ia sadar apa yang ia tanyakan adalah hal yang sensitif bagi adiknya.

“Maaf, pertanyaan tadi di-cancel,” lirihnya penuh penyesalan.

Jevano sendiri merupakan mahasiswa aktif fakultas kedokteran semester empat. Tidak perlu bertanya apakah itu kemauan dia sendiri atau sudah ada yang mengaturnya. Namun ia tidak pernah melewati batas garis takdirnya. Dikekang maupun diatur mungkin sangat berat untuk diterima oleh hati, tetapi ia masih bertahan daripada hidupnya ditelantarkan. Ia tidak memiliki keahlian khusus selain mengandalkan otaknya yang pintar dalam pelajaran, sedangkan ia sendiri mendengar bahwa kehidupan di luar sana sangat keras dan membutuhkan keahlian selain hanya dengan nilai akademik. Maka ia memilih, selamanya akan menjadi anak bungsu Djatmiko Pradirga dan Anggrek Saraswati, keluarga kaya yang mengusahakan dirinya untuk menjadi dokter. Ia hanya perlu menurutinya dan kehidupannya akan damai.

“Sudah makan?” Jevian memecah keheningan. Ia melihat Vano yang sedari tadi hanya melamun.

“Kakak pernah jatuh cinta, ngga?” serang balik pertanyaan Jevano tiba-tiba merubah ekspresi Jevian menjadi sedikit tegang.

“Out of the topic, better skip,” jawab Jevian sekenanya, berusaha menghindari pertanyaan yang kali ini sensitif bagi dia.

“Come on. Harus bahas topik tentang apa sih kalau mau ngobrol sama Kakak? Prospek kerja Presiden Joe Biden yang baru dilantik? Atau analisa kenaikan saham tertinggi bulan ini? Dunia benar-benar tidak menginginkan ku untuk santai sejenak rupanya, bahkan untuk sekedar ngobrol.” raut wajah Jevano dibuat se-melow mungkin, untuk mengundang keprihatinan sang Kakak. Pria dua puluh enam tahun itu akhirnya menghela napas, mengalah untuk menjawab ocehan adiknya yang tumben sekali hari itu mengunjunginya sedikit lama.

“Pernah.”

“Pernah?”

“Iya,” jawab Jevian malas. Ia tahu bahwa percakapan hari itu mengubah sedikit perasaannya. Ada hal lain yang ia rasakan ketika adik yang kini sebesar dirinya membuka topik tentang jatuh cinta. Seperti sebuah setetes air yang menjatuhi tanah kering nan tandus

“Is she pretty?” Jevian mengangguk sebagai jawaban. Pertanyaan retoris, mana ada perempuan handsome.

“Terus?” Jevano masih yang masih penasaran terus mengajukan pertanyaan pada kakaknya.

“Dia ninggalin Kakak.” sehabis menjawab itu ekspresi Jevian kembali dingin bahkan lebih dari sebelumnya. Atmosfer di ruangan itu lebih mencekam sehingga Jevano lekas sadar akan obrolan yang ia mulai dengan sang direktur.

“I’m sorry to hear that. I don’t mean it.”

“It’s okay. Past will be past. It never change, even I try to do.”

Kehilangan orang yang kita cintai memang merupakan fase terberat dalam hidup, bahkan ketika kau bisa menggenggam dunia dengan tanganmu sekalipun, jika orang yang kau cinta menghilang dari pandanganmu barang sedetik saja, itu berarti kau telah berada dalam lingkaran ketidaksempurnaan. Manusia mungkin akan menangis meraung-raung ketika tidak memiliki harta untuk memenuhi keinginan tinggi mereka, tetapi manusia yang tidak memiliki cinta akan tetap diam dan hanya menguburkan perasaan di dalam hatinya. Mana yang lebih sesak? Mungkin seperti itulah penggambaran hati seorang Jevian.

Hatinya adalah tanah yang kering dan lama tidak tersiram. Bahkan sejak kecil, orang yang ia anggap akan memberikan cinta dengan tulus ternyata tidak ia dapatkan. Teman-teman sekolah yang hanya menganggapnya karena ia anak orang terkemuka. Dan manusia lain yang bersikap manis hanya karena ia mencetak banyak uang. Suatu ketika, ia berumur remaja, seorang gadis mengusik ketenangannya. Kala itu, ia belum paham mengenai cinta dan kebutuhannya. Kala itu, ia merasa terganggu dan terusik dengan kehadiran seorang gadis. Hingga ia terbiasa dan bahkan sangat menerima kehadirannya, kemudian orang itu menghilang. Hati manusia mana yang sanggup menerima itu semua? Ketika ia sendirian, ia dipaksa membuka hati. Ketika telah nyaman, ia dipaksa untuk mengikhlaskan pergi. Sehingga hatinya kini telah tandus.

Enam tahun berlalu secepat turunnya hujan, tetapi hatinya masih kering. Ia tahu kehidupan yang ia jalani akan berlabuh kemana, namun ia bukan berperan sebagai nahkoda, melainkan penumpang istimewa yang hanya tinggal duduk dan menikmatinya.

“Masih mencintainya?”

“Bisa iya, bisa tidak.”

“Loh kok gitu?”

“Jawaban Kakak tergantung dia. Jika dia bersedia kembali, Kakak akan bilang iya. Jika ia sudah bahagia, Kakak dengan tegas bilang tidak.” Jevano mematung. Ini yang ia tidak suka dari Jevian. Lelaki itu selalu memikirkan orang lain daripada dirinya sendiri. Sifat yang baik tapi tidak menguntungkan. Ia tahu kehidupan Jevian dan dirinya akan memiliki ending yang sama. Tapi setidaknya ia lebih tegas menolak perjodohan dirinya dengan Devara-sepupunya sendiri- bulan lalu, meskipun setelahnya tamparan ia dapatkan. Setidaknya dalam sembilan belas tahun ia hidup, ia menghentikan beberapa kendali yang dipegang oleh Djatmiko dan Anggrek kepada dirinya.

“Hmm.. I see.”

Berbeda dengan Jevian yang selama ini jarang sekali membantah. Hanya pernah sekali seingat Jevano, setelah itu ia kembali menjadi anak laki-laki kebanggaan keluarga Djatmiko Pradirga. Jevano sendiri bukannya iri atau apa, tapi turut bersedih melihat kakaknya. Ia tahu Jevian orang yang tidak suka dikekang, tetapi entah mengapa ia memilih jalan hidup yang seperti ini.

“Kosongkan jadwal untuk besok malam, karena keluarga kita akan menjamu keluarga Haryono,” ucap Jevano sembari berdiri dari sofa.

“Perihal?”

“Perjodohan.”

“Kamu akhirnya menerimanya?”

“Lebih tepatnya Papa dan Mama yang memaksakan.”

“Kau harus mulai menerimanya meskipun sulit, maaf Kakak tidak bisa membantumu.”

“Bukan untukku, bodoh. Tapi untukmu!”

Jevian bungkam. Ia tidak menyangka hari itu datang juga. Dari kemarin ia mengulur waktu dengan mendirikan sebuah perusahaan. Salah sendiri, ia berjanji mau dijodohkan ketika perusahaannya sudah resmi beroperasi, tetapi dirinya tidak menyangka orang tuanya akan bertindak secepat ini.

“Oh by the way, tadi itu hanya Intermezzo, Kak. Kapan-kapan kita lanjut topik ini. Aku penasaran.” kerling Jevano ke arah Jevian.

“Masalah apa?” tanya Jevian yang masih pusing.

“The Pretty girl who fell your heart.”

Jevian makin pusing, ia ingin pulang saja.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status