Share

Bab 4 - (Bukan) Sebuah Perayaan

“Kebahagiaan itu mahal harganya, tidak pantas dihentikan dengan cara murahan.” 

                                  *****

Apartemen minimalis milik Jevian kini tidak terlalu sunyi karena Jevano. Pria yang lebih muda delapan tahun dari kakaknya itu kini tengah menikmati game PlayStation yang ternyata Jevian sempat membelinya tahun lalu tetapi tidak sempat ia gunakan.

Jevano tidak tahu mengapa ia sebahagia itu, semisal diumpamakan, perasaannya sama seperti ketika dibelikan permen waktu umur empat tahun, atau seperti diperbolehkan menaiki sepeda setelah les. Masa kanak-kanak yang seharusnya ia lalui malah dirampas, meskipun memang ia tidak kekurangan sandang, pangan, maupun papan.

Pernah sekali ketika ia berada di kelas lima sekolah dasar menjadi perwakilan olimpiade matematika tingkat nasional. Sebelum lomba dimulai, ia berjalan santai sejenak menikmati suasana gedung yang menjadi tempat mereka menguji kemampuan. Tidak lama, ia melihat seorang anak perempuan-saingannya dalam berlomba- diantar menggunakan motor oleh Ayahnya. Helm yang lebih besar dari kepalanya hampir menutupi seluruh mukanya.

Setelah ia turun, Ayahnya memeluk dan menyemangatinya sambil tersenyum lebar.

“Anak Bapak pasti bisa!” serunya dengan lantang.

Tanpa sadar Jevano tersenyum, namun anak perempuan itu kelihatan murung di seberang sana. Lantas Jevano menghampiri dan mengajaknya berbincang sebentar.

“Itu tadi Ayah kamu?” anak gadis itu memicingkan matanya.

“Kenapa? Mau menghina juga?” Jawabnya sewot.

“Loh, kok menghina? Aku kan hanya bertanya.”

“Semua orang mengejekku karena Bapakku Cuma punya motor bebek yang jelek,” gumamnya sedih.

“Aku pengen juga punya Bapak yang punya mobil,” lanjutnya dengan sendu

“Jangan, rasanya ngga enak. Nanti kalau Ayah kamu punya mobil, kamu ngga bakalan bisa peluk dia. Kalau pakai motor kan enak, bisa peluk sepanjang jalan.” kini Jevano yang merasakan sedih. Hampir bisa dihitung dengan jari saat di mana Ayahnya memeluknya. Saat dia diumumkan menjadi juara satu paralel, saat dia memenangkan olimpiade dan saat acara akbar keluarga Pradirga. Bahkan seingatnya hanya di tiga waktu tersebut.

Saat itu, ia merasa menjadi anak termiskin di dunia. Apa yang seorang anak cari? Apakah selalu materi dari kedua orangtuanya. Memang benar materi itu penting dan sesekali menjadi syarat kebahagiaan seseorang. Namun itu hanyalah sebuah syarat, bukan sepenuhnya hal wajib yang menjadi alasan seseorang bahagia.

Jevano adalah anak yang benar-benar kekurangan cinta dan kasih sayang sejak kecil, sifat riang dan penyayangnya justru terpaksa lenyap karena ia tidak bisa meluapkan itu pada sepasang manusia yang ia sebut sebagai orang tua. Setiap ia merengek dan ingin dimanja, teguran dan kemarahan yang justru ia terima.

Jevian tersenyum pedih mengingat nasib adiknya yang juga sama tidak sebaik dirinya. Ia merasa gagal menjadi seorang kakak karena membiarkan adiknya merasakan pukulan yang cukup banyak. Sifat Jevano yang tidak mudah dikekang memudahkannya untuk menjadi sasaran empuk Ayahnya yang gampang tersulut emosi.

“Sejak kapan ikutan UKM musik?”

“Gabungnya baru tiga bulan yang lalu sih.”

“Terus kemarin kok bisa ketahuan?”

“Biasa, kenalan Papa suka cepu hehehe,” jawabnya nyengir, memperlihatkan giginya yang rapi.

“Masih sakit?” tatapan Jevian menjadi khawatir melihat segaris robekan ujung bibir adiknya menghitam dan terdapat darah kering.

“Masih lah, tapi santai aja sih Kak.”

“Tapi besok nyanyinya gimana, Van?”

“Hah? Maksud Kakak tuh gimana? Nyanyi apa?”

“Lah, bego banget. Kakak tau ya di festival, anak musik tampilnya itu tiga kali, terus hari ini baru perform kedua kan?”

“Kak? Kok bisa detail begini?” tanya Jevano heboh, melebih-lebihkan suasana, Jevian hanya memutar matanya malas.

“Ayo ke rumah sakit!” sambil berdiri, Jevian mengambil lengan Jevano yang masih lesehan di depan play station.

“Ngapain?” tanyanya malas.

“Kalau ngga diobatin, besok ngga bisa nyanyi.”

“Aku tahu Kakak tuh banyak pikiran ngurusin kerjaan yang berat, launching produk terbaru, belum lagi gaji karyawan, tapi Kakak ngga lupa kan tadi Jevano kena tampar karena apa? Iya betul, karena ketahuan nyanyi. Ini Kakak mau aku dibunuh sama Papa?”

“Kamu tuh ya mahasiswa kedokteran terbodoh yang pernah ada, Kakak yang nyuruh kamu nyanyi besok, babibubebo urusan belakangan,” ujar sang kakak, kemudian Jevano langsung berdiri dan mengguncang bahu Kakaknya.

“Kak, kalau Kakak becanda buat yang satu ini. Aku beneran ngga akan maafin Kakak!”

“Hadeh, capek. Berbuat baik aja masih diragukan.” kesal Jevian, sedangkan di sofa, Jevano tertawa sebagai respon terhadap ungkapan sang Kakak.

Jevano kemudian mengalihkan atensinya menuju handphone miliknya yang memunculkan notif sosmed.

Gomail 💌

you received instr-dnscara.mp3

Message:

@dinescharaa: Hi Aksa, aku buat instrumental piano yang baru, nih. Kali aja mau kamu gabungin sama lirik lagu yang kemarin sempat kamu ceritakan dan kirimkan ke aku. Semoga suka ya. Cheers.

@AksaraJ: Halo Chara, thank you so much for this beautiful instrumental. It’s mean a lot for me. Oh iya, aku mau kasih tahu sesuatu, tapi janji jangan heboh. Besok aku tetap bisa nyanyi, semua berkat Kakak aku. Oh! Dan pengennya besok Chara lihat aku nyanyi. Hehehehe.

@dinescharaa: wow, really??? Ikutan happy bacanya. Congrats Aksa. Akhirnya ya, Sa. Kamu pasti besok pas nyanyi emosional banget. Perjuangannya ngga main-main.

@AksaraJ: Betul. Ini aku gemeteran saking ga percayanya. Ga tau mau balas kebaikan Kakakku gimana lagi.

@dinescharaa: just give your best nanti pas perform. Kakakmu sangat berharap kamu tampil maksimal. Jangan kecewakan dia, tapi tetap enjoy ya biar yang nonton ngga ikutan tegang.

@AksaraJ: once again, thank you so much, Charaa. I’ll do my best. Jangan lupa datang yaaa.

@dinescharaa: Susah sih sepertinya, Sa. Tapi ya manusia ngga ada yang tahu besok gimana

@AksaraJ: masa best friend aku ngga dateng?

Dan aplikasi ditutup oleh wanita dibalik akun bernama dineschara.

Sudah hampir setahun Jevano memiliki teman wanita di dunia maya yang bernama dineschara-bukan nama asli-mereka kenal melalui sebuah kegiatan amal yang diselenggarakan oleh Jevian tahun lalu. Waktu itu, Jevian membuat komunitas PPB atau Pemuda Peduli Bumi melalui serangkaian kegiatan seperti perbaikan alam, sosialisasi penduduk terpencil, dan lain-lain. Kondisi bumi yang kurang sehat, serta terkendala pandemi panjang yang melatarbelakangi komunitas ini dibentuk hanya melalui virtual group di sebuah web, kegiatan seperti rapat cukup dilakukan via zoom.

Sistem pemilihan anggotanya sendiri ditangani langsung oleh Jevian dengan membaca satu persatu ulasan yang mereka kirim, tentang kerusakan alam dan konflik di dalam masyarakat sekitar tempat tinggal mereka. Ajaibnya ulasan milik Jevano tentang dampak kerusakan alam pada penyakit yang diderita masyarakat miskin yang tinggal di kota besar menarik perhatian Jevian, sehingga ia memasukkan Jevano pada daftar 50 pemuda-pemudi seluruh Indonesia sebagai pengurus utama komunitas PPB.

Setahun lamanya Jevian masih menemui kesulitan membentuk kemistri antar anggota yang belum pernah bertemu selama komunitas itu dibentuk, sehingga tercetuslah ide PT. Jenius Berkala meluncurkan aplikasi pertama seminggu setelah perusahaan itu diresmikan. Aplikasi yang akan mewadahi generasi milenial untuk bersama menjadi anggota PPB.

“Besok habis melegalisasi komunitas PPB, Kakak nontonin kamu di festival.”

“Serius?”

“Iya. Sana tidur!”

“Aku ngga mau tidur. Takutnya nanti kebangun dan semua ini hanya mimpi.”

Hati jevian sakit mendengarnya. Begitu kuat keinginan adiknya untuk melakukan hal yang sangat ia sukai, sedangkan orang tuanya juga tak kalah kuat menariknya untuk menjauh dari hal-hal alasan dia berbahagia.

Mereka berbincang-bincang sampai malam larut, tentang banyak hal. Tentang gadis yang masih Jevian cintai, tentang lagu fix you yang akan Jevano nyanyikan besoknya, tentang keinginan mereka bersama pendamping hidup dan memiliki pewaris kebebasan mereka kelak.

“Aku bisa bahagia ngga? Jodoh saja dipilihkan orang lain,” ucap Jevian kepada Jevano yang hanya menatapnya sepihak.

Malam itu, mereka merayakan satu hari kemenangan mereka, yang mungkin tidak mereka tahu, hari-hari setelahnya akan lebih berat dan menyiksa.

Apartemen minimalis, gadis kesayangan, dan mungkin festival terakhirku adalah tanggung jawab terbesar baginya. Terimakasih, Jevian, Kakak terbaik yang sempat meninggalkanku dalam neraka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status