"Aku menikah dengan kamu untuk menyelamatkan Fransisca." Natalie begitu terkejut mendengar semua itu, "Aku tidak peduli, Darren. Aku ingin bercerai. Bagaimana pun caranya aku ingin bercerai. Aku tidak ingin hidup bersama dengan orang yang baru saja aku kenal kemaren, ini rasanya menyiksa." ucap Natalie yang semakin menangis.
"Tidak bisa, Natalie. Kontrak pernikahan ini menyatakan 6 bulan baru kita bisa bercerai. Aku tidak mengira ada yang menikahkan kita secara paksa seperti ini." ucap Darren yang terdengar sangat innocent di telinga Natalie.
"Itu karena kamu sudah merencanakan segalanya!!! Kamu ini memang gila, apa di dunia ini tidak ada wanita lain yang bisa kamu jadikan istri dan pelayan nafsumu. Dari jutaan wanita yang ada di Indonesia raya ini, mengapa harus akuuuu, Darren?? mengapa??" Natalie menaikkan nada suaranya karena dia begitu kesal.
"Karena takdir yang memilih, Natalie. Aku sudah menjelaskan apa yang aku perlu jelaskan. Aku tidak ingin mengulanginya lagi. Kamu bisa tidur dimana pun yang kamu suka, aku tidak akan memaksa kamu untuk tidur di samping aku." ucap Darren sembari beranjak dari sofa dan pergi keluar rumah untuk menemui adiknya.
"Nyonya Natalie, jika anda ingin melihat kamarnya akan saya tunjukkan." ucap salah seorang ART yang menghampiri Natalie, "Siapa nama kamu?" tanya Natalie karena dia belum mengenal siapa pun disini. "Jodie, nyonya. Silahkan, anda bisa beristirahat terlebih dahulu." Jodie yang baru saja mengenal Natalie pun bersikap ramah, dia menunjukkan sebuah kamar kepada Natalie di lantai 2 dan memiliki balkon menuju sebuah kolam renang dan taman mini milik Darren.
Natalie tidak ingin melihat ruangan lain, dia memilih kamar itu. Kamar itu juga bukan milik Bella karena sebelum rumah ini dibangun, Bella sudah meninggal terlebih dulu. Jodie juga menceritakan bahwa Darren sering kesepian disini. Dia tidak pernah membawa wanita manapun dan Natalie adalah wanita pertama yang dibawa oleh Darren ke rumah ini.
"Dia benar-benar hancur, hatinya terlalu rapuh sedangkan, dia harus terlihat baik-baik saja." ucap Jodie menjelaskan keadaan Darren ketika ditinggal oleh Bella. "Jika nyonya butuh sesuatu, nyonya bisa panggil saya lewat telpon maupun panggilan biasa." ucap Jodie lagi yang melihat Natalie hanya diam saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Natalie menganggukan kepalanya kepada Jodie tanda bahwa dia mengerti. Dia duduk di sofa dan meminta Jodie membawakannya teh. Dia tidak punya baju ganti dan dia hanya memakai baju pengantin saat ini. Dia bahkan belum sempat menghapus make-up nya dan dia juga seharusnya ada di tempat resepsi dan merayakan bukannya menangis tersedu-sedu di dalam kamar sendirian. Dia menyesal karena hidup, seharusnya dia mati saja tertembak daripada harus hidup dengan Darren, pria yang baru dia kenal kemaren.
"Natalie, aku sudah menyuruh asisten kamu untuk membawa baju kamu kesini. Kamu bis__" Darren mendekat kepada istrinya yang masih duduk di sofa dan menghadap ke jendela, "Natalie, apa yang terjadi????" Darren panik seketika melihat istrinya bersimbah darah di pergelangan tangannya. Baju pengantin yang tadinya putih bersih pun kini jadi merah karena terlumuri dengan darah.
Darren yang panik pun segera membawa Natalie ke rumah sakit. Dia sama sekali tak mengerti apa yang terjadi dengan istrinya. Apakah istrinya baru saja melakukan percobaan bunuh diri?? Pertanyaan itu membuat Darren semakin tersiksa karena dia merasa bersalah meskipun bukan dia yang menjebak Natalie dalam pernikahan ini. Darren juga tak bisa merasa tenang dan duduk dia menyuruh pengawal di rumahnya untuk memeriksa setiap sudut rumah apakah ada sesuatu yang mencurigakan atau tidak.
Darren mondar-mandir kesana kemari karena dia khawatir dengan keadaan istrinya. Dia melihat dari jendela dan melihat Natalie masih dalam perawatan. Darren merasa bersalah akan tetapi, jika dia mengakhiri pernikahannya lebih cepat dan tidak sesuai dengan kontrak yang tertera maka, tidak akan terjadi hal baik. Darren bisa saja melakukan itu akan tetapi, semua itu tidak akan sah dimata hukum karena Darren telah melanggar kontrak yang dia tandatangani bersama dengan Natalie.
"Tuan Darren, istri anda baik-baik saja. Dia bisa pulang besok akan tetapi, tolong jaga kesehatan mental dan pikirannya karena dia sepertinya sengaja melakukan percobaan bunuh diri." saran sang dokter. Natalie segera dipindahkan ke kamar pribadi dan Darren berserta pengawalnya menjaga istrinya yang masih belum tersadarkan diri.
Darren menunggu sampai pagi dan dia masih melihat istrinya terbaring lemah. Natalie juga sempat demam semalam akan tetapi, dokter mengatakan demannya sudah turun pagi ini. Darren melihat ke luar balkon sembari menunggu istrinya terbangun. Ketika Darren sudah bosan dan dia menoleh ke istrinya, dia melihat Natalie sudah bangun dan masih terpaku tak mau berucap sekecap katapun.
"Natalie, apa yang terjadi??"
"Apa yang terjadi, Darren? Siapa musuh kamu? Siapa yang ingin membunuh aku??? Aku tidak segila itu untuk melakukan percobaan bunuh diri hanya karena aku menikah dengan kamu. Seseorang sengaja membiusku dan melakukan semua ini. Siapa Darren???" Natalie menangis dan membuat Darren memeluknya dengan erat. Kali ini Natalie tidak menolak pelukan Darren karena dia butuh seseorang untuk bersandar.
"Shhh, kamu tenang. Aku akan menghukum siapa pun yang melakukan semua ini." ucap Darren
"Bukan kamu, kan?" Natalie melepaskan pelukan Darren dan menatap mata suaminya dalam, "Tentu bukan aku, karena jika kamu berpikir aku naksir sama kamu dan merencanakan semua pernikahan ini lalu, untuk apa aku membunuh kamu, Natalie?" tegas Darren karena dia tidak mungkin membunuh seseorang yang tidak bersalah.
"Lalu, siapa yang melakukan semua ini kepada kita? Kenapa mereka melakukan ini semua???" teriak Natalie yang membuat Darren tidak bisa berkata-kata karena dia benar-benar tidak mengerti siapa dalang dibalik semua ini.
"Natalie, apa yang terjadi?" Grace yang datang pun panik seketika melihat putrinya terbaring di atas rumah sakit.
"Gak apa-apa, Ma. Ada seseorang yang sengaja ingin membunuh aku." Natalue melirik ke arah Darren seolah Darren lah dalang dibalik semua ini. "Kalau kamu mau pulang, kamu bisa pulang." ucap Grace yang tidak mau melihat anaknya menderita, "Tidak, dia tidak bisa pergi kemanapun karena dia adalah istriku. Aku yang harus melindunginya dan dia berada di bawah tanggungjawabku selama pernikahan ini berlansung." ucap Darren memaksa.
"Darren benar, Grace. Natalie tidak akan pergi kemanapun. Kami akan menjaga Natalie, dia bisa tinggal di rumah kami sementara." ucap Stacy yang datang membawa buket bunga tulip. "Baiklah, Mama pergi dulu, ada rapat. Jangan lupa makan dan kamu jaga diri. Jika Darren tidak melindungi kamu, Mama janji akan bawa kamu pulang. Goodbye Stacy." pamit Grace kepada putri dan besannya.
Natalie jadi berpikir mungkin saja orangtuanya yang sengaja melakukan hal ini. Karena melihat hubungan mereka yang dekat dan mungkin saja mereka menjodohkan Darren dan Natalie secara paksa. Namun, jika memang itu keinginan mereka, mengapa tidak sejak awal saja? Maksudnya mengapa orangtua Natalie harus setuju dengan pernikahan dirinya dan Cavero jika mereka ingin dia menikah dengan Darren.
"Mama tau kamu tidak mencintai Darren, akan tetapi, kamu masih punya waktu untuk belajar menerima bahwa Darren adalah suami kamu dan Cavero sudah meninggal." ucap Stacy yang membuat keduanya terkejut bukan main. Darren melihat Fransisca masih hidup dan bagaimana bisa Cavero sudah mati.
"Itu tidak mungkin, kan tante? Tante pasti bohong!!!" teriak Natalie kepada Stacy. "Sayang, panggil Mama ya...ini videonya." Stacy menunjukkan sebuah video dari ponselnya.
Natalie dan Darren yang melihat itupun terkejut bukan main...
To be continued...
"Lihatlah video ini!!" Natalie duduk di samping suaminya dan memperlihatkan video yang dikirim oleh Christoper melalui ponselnya. Darren juga sama terkejutnya melihat hal itu akan tetapi, dia tau beberapa alasan mengapa semua ini bisa terjadi dan dia tak yakin jika istrinya mau menerima fakta ini. "Aku tau, kamu pasti frustasi akan tetapi, dia tak memiliki hubungan dengan Arslan. Semua ini murni niatnya sendiri. Jika kamu terima fakta tersebut, aku tidak keberatan menceritakan semuanya dan aku mohon kamu lupakan saja. Demi aku, Nat?" Darren memegang kedua telapak tangan istrinya dan memelas. Namun, Natalie justru berkaca-kaca dan berat sepertinya mengabulkan keinginan istrinya. "Natalie, kalau kamu di posisiku. Apakah kamu mau jika orang yang kamu sayang terluka dan menderita? seperti aku yang tak ingin kamu untuk terluka. Tolonglah, kali ini saja." Darren terus memelas akan tetapi, Natalie justru tak bisa menahan tangis air matanya. Tangisnya pecah di hadapan suaminya.Dia bukan ha
"Natalie Carter. Senang sekali bisa melihatmu lagi." Natalie tak sadar ada yang datang dari belakangnya dan menaruh pisau di lehernya sebagai ancaman. Dia tidak bisa bergerak karena tangan sebelah pria itu menahan badannya sementara satu tangannya yang tadinya memegang ponsel mencoba untuk melawan akan tetapi, dia kalah cepat dengan pria yang memakai baju hitam dan bertopeng. Arslan datang dengan kejutan dari depan pintu. Dia tak menggunakan topeng, hanya saja menggunakan cincin yang memiliki mata biru beda dengan anggota yang lain yang memiliki mata hijau. Dia tersenyum lebar dan tatapannya benar-benar menakuti Natalie. Dia berteriak dan minta untuk dilepaskan serta bertanya apa mau Arslan dengan datang kemari. "Jika aku hancur, kalian juga akan hancur. Perdagangan senjata dan obat-obatan illegal yang dikirim Victor melalui kapal Carter. Semuanya akan terbongkar." ucap Arslan dengan memasang wajahnya yang menyeringai mendekat ke hadapan Natalie. "Kamu tentunya sudah tau siapa aku,
Beberapa tahun yang lalu....flashback.Dia dilahirkan di sebuah rumah kecil di tengah hutan. Pakaiannya terbuat dari baju yang sudah tak terpakai dan banyak tambalan di bajunya yang terlihat lusuh. Dia bermain bersama teman sebayanya dan bahagia di saat itu. Namun, masalah uang selalu menjadi hal utama yang ingin diselesaikan. Ada banyak kebutuhan dalam hidup ini sehingga harus bijak dalam mengelola keuangan. Dia kehilangan kedua orangtuanya dan tinggal sendiri dalam panti asuhan. Dia memutuskan untuk keluar dari panti asuhan dan bekerja di kapal yang berlayar dari tempat ke tempat. Dia menemukan sebuah ide dan berbisnis dari temannya yang sempat meninggal dan dia iseng membelah dadanya, menyimpan organ itu rapi di dalam pendingin kemudian menjualnya. Penjualan itu tentu membuahkan hasil yang tak sedikit. Seiring berjalannya waktu, dia memiliki klinik sendiri setelah salah seorang pria kaya memesan organ jantung untuk anak-anak untuk menyelamatkan anak mereka. Saat itu, dia memiliki
Natalie terkejut ketika dia sudah sampai di bandara dan dia menerima telpon dari Nolan yang mengabarkan bahwa kondisi suaminya saat ini sedang kritis karena tertembak. Dia segera menuju ke rumah sakit dan menangis khawatir di sepanjang perjalanan. Dia tak tau harus mengatakan apa akan tetapi, dia hanya berharap kepada yang Maha Kuasa agar suaminya baik-baik saja dan dapat melewati masa-masa buruk ini. "Apa yang terjadi, Nolan?" Natalie berlari ke arah Nolan dan memegang erat kerah baju Nolan yang memerah karena ada noda darah. Dia berteriak khawatir dan Nolan hanya bisa menenangkan Natalie dalam pelukannya. "Darren akan baik-baik saja, percayalah. Dia hanya terkena 2 peluru." Natalie spontan melepaskan pelukan Nolan dan menatap mata Nolan dengan serius."Apa katamu, bagaimana bisa hal itu terjadi? bukankah dia mengatakan dia akan mundur dan berhenti saat itu. Apa akibatnya jika membunuh Ford. Mereka sama bahayanya dengan Liam." sekarang Nolan yang menatap Natalie serius sementara Nat
Natalie mencoba menelpon suaminya akan tetapi, tak ada jawaban lagi sementara mobilnya sudah terparkir di depan rumah seseorang. Rumah itu memiliki desain sederhana dan minimalis tak terletak di suatu komplek akan tetapi, berada di desa dan dekat dengan kearifan lokal dapat dibuktikkan dengan masyarakatnya yang masih berkeliling mengenakan baju adat untuk merayakan sesuatu. "Dok, kita sudah sampai di lokasi." ucap Shena sembari melihat ponsel yang menunjukkan petanya. "Kamu yakin dia mau bertemu disini?" tanya Natalie yang tak begitu yakin dengan tempatnya. "Ini sudah sesuai dengan mapnya. Kita masuk saja." Natalie masih ragu sehingga dia tak mau keluar dari mobil."Telpon dia terlebih dahulu, aku ingin tau apakah dia benar-benar disini atau tidak." perintah Natalie karena dia ingin memastikan bahwa tempat ini aman. Shena pun menelpon pria tersebut dan pria itu menegaskan dia sedang menunggu di dalam. Bahkan, dia melambaikan tangannya melalui jendela agar Natalie percaya bahwa tempat
Natalie tak tau siapa yang harus dipercaya saat ini apalagi ada kenjanggalan di rumah sakitnya sehingga, dia hanya berdiskusi dengan para teknisi mengenai pintu itu dan dia meminta kepada mereka untuk membuka pintu itu. Karena Natalie adalah petinggi rumah sakit sehingga mereka tak berani menolak permintaan Natalie."Salah satu dari kalian pasti tau kenapa ruangan itu di dirikan?" tanya Natalie menatap semua orang yang ada di ruang rapatnya dengan tatapan tajam. "Ini adalah file otopsi Bella Carter dan dia di otopsi oleh dokter Clinton lalu, mengapa file ini ada di klinik pribadi milik saya?" Natalie melemparkan dokumen itu tepat ke hadapan Clinton. Dia sedang emosi kali ini akan tetapi, dia sudah memeriksa siapa mereka sehingga dia tau tidak akan ada keterlibatan dari pelaku. "Kami diperintah, Dokter. Kami diperintah 20 tahun yang lalu untuk membangun tempat itu dengan cepat. Kami terima karena kami dibayar 2x lipat dari gaji kami biasanya. Mereka juga memberi kami bonus dan rumah b