“Jelas itu salahnya Lastri. Kenapa dia nyuruh anak kecil untuk ngepel? Lihat kan akibatnya, Ibu jadi masuk rumah sakit,” Sandra menunjukkan kekesalannya pada Alan yang dinilainya tidak tegas.Bahkan meski ibunya sendiri yang dalam bahaya karena ulah pembantu itu, Alan masih menolak untuk memecat Lastri. Padahal di awal, Alan lah yang menolak untuk mempekerjakan pembantu. Akan tetapi sekarang malah Alan yang bersikeras untuk mempertahankan Lastri.“Iya San, aku ngerti. Tapi bukan sepenuhnya salah Lastri juga. Sekar kan sudah bilang kalau memang itu keinginan dia untuk bantu-bantu. Waktu kejadian Lastri juga sedang nggak ada di rumah, kan?”“Entah dia ada di rumah atau nggak, tetap aja kan musibah yang menimpa ibu itu karena dia?” balas Sandra dengan sengit.Lastri yang mendengar perdebatan kedua majikannya hanya bisa berharap bahwa hasil perdebatan itu akan menguntungkannya. Sandra memang bukan lawan yang mudah, Lastri lupa memperhitungkan bahwa momen ini akan dimanfaatkan Sandra untuk
Alan menghentikan kalimatnya. Untuk beberapa saat ia teringat percakapannya dengan sang ibu di malam sebelum musibah tersebut terjadi. Percakapan untuk memecat Lastri…“Kenapa?” tanya Sandra penasaran karena Alan diam untuk beberapa saat. Ia cukup peka untuk tahu bahwa Alan juga mencurigai sesuatu.“Nggak, nggak ada,” Alan menggelengkan kepalanya.Tidak mungkin karena percakapannya dengan Bu Rohimah sehingga Lastri mencelakai ibunya. Saat itu ia mengobrol hanya berdua dengan Bu Rohimah. Dari mana Lastri bisa tahu bahwa dirinya akan dipecat? Apa Lastri menguping?Alan menggelengkan kepalanya lagi. Kali ini lebih keras untuk menghilangkan prasangka yang mau tidak mau muncul di kepalanya. Ia tidak boleh membiarkan prasangkanya menjadi lebih liar. Ia tidak boleh menuduh orang tanpa bukti seperti yang Sandra lakukan. Ia harus bersikap rasional dan mengedepankan logika. Jangan sampai karena emosi sesaat ia jadi menuduh orang yan
Setelah menampar diri sendiri dan berteriak, tahu-tahu Lastri roboh di lantai sambil menangis tersedu-sedu. Bersamaan dengan itu Sandra baru sadar bahwa ada langkah kaki yang mendekati mereka.“Ribut-ribut apa ini?” Alan yang baru datang tampak bingung sekaligus khawatir. Suaranya meninggi menyaksikan adegan yang sama sekali tidak dirinya sangka.Lastri duduk di lantai memegangi pipinya yang ia tampar sendiri. Menangis tersedu-sedu seakan baru habis dianiyaya. Wanita itu berakting sangat hebat sampai-sampai Sandra terkejut dan tidak bisa bicara apa-apa.“Sandra, ada apa ini?” tanya Alan lebih mendesak. Ia guncang pelan pundak sang istri.“Bu Sandra menampar saya!” jawab Lastri sebelum sempat Sandra membuka suara.“Apa-apaan kamu?!” Mendengar jawaban Lastri, Sandra langsung tahu arah drama yang dibuat oleh pembantunya itu. Bisa-bisanya Lastri mencoba memfitnah Sandra dengan berbohong didepan mata kepalanya sendiri.
Selalu saja begitu. Mana mau Sandra mengakui dirinya salah! Wanita mandiri dan tangguh yang dulu Alan kagumi kini sudah berubah. Seiring bertambahnya usia, kemandirian Sandra malah membuatnya tidak nyaman. Setelah bertahun-tahun menikah, Alan baru menyadari bahwa ketimbang wanita mandiri dan tangguh seperti Sandra, Alan justru lebih nyaman dengan wanita penurut yang bisa menenangkan hati.Alan mengacak-acak rambutnya untuk yang entah sudah keberapa kali hari ini. Sikap Sandra membuatnya frustasi. Andai saja wanita itu mau mengalah sedikit, mendengarkan sedikit dan mengurangi kecurigaannya sedikit, tentu suasana rumah ini akan lebih damai.“Pak?”Alan agak terkejut ketika tahu-tahu Lastri menghampiri dirinya yang sedang duduk di belakang rumah. Wanita itu memakai daster yang lebih pendek dari biasanya, sepertinya sudah bersiap tidur.Padahal Sandra tidak perlu menjadi wanita sempurna. Alan hanya butuh sosok penurut dan menenangk
“Liat aja Las, secepatnya aku akan bongkar aib kamu!” Teriak Sandra sambil menendang pintu kamarnya hingga membuat Rio kaget dan menangis.Ledakan kemarahannya lagi-lagi membuat Rio menangis dan sekali lagi Sandra menyesal. Segera ia tenangkan Rio dan memberikan bayi laki-laki itu ASI. Untungnya Rio bukan anak yang rewel. Sebentar saja disusui, Rio sudah anteng kembali lalu tertidur.Dengan hati-hati Sandra meletakkan Rio ke dalam box bayinya lalu pergi ke bawah untuk menyiapkan MPASI untuk anak kesayangannya itu. Sampai di dapur, Sandra mendapati Lastri tengah bermain dengan ponselnya. Sandra langsung melirik jam dinding untuk memastikan waktu. Sudah pukul delapan pagi dan Lastri terlihat bisa bersantai bukannya mengurus Bu Rohimah padahal di jam-jam segini, biasanya Bu Rohimah sangat banyak maunya. Sandra juga sangat yakin bahwa sebelumnya Lastri pernah bilang dirinya tidak punya ponsel, lalu sekarang apa yang ada di tangannya?
Emosi Sanda tersulut. Wanita itu lantas maju dan memegangi kerah baju Lastri. Hendak memberikan pembantu itu pelajaran. Sudah terlalu lama Sandra bersabar.“Apa kamu bilang barusan?” Sandra menatap Lastri dengan mata nyalang.Satu kata lagi keluar dari mulut wanita itu, Sandra tidak akan menahan diri. Selama ini dia sudah terlalu baik, mengedepankan logika untuk tidak tersulut oleh wanita tidak tahu diri itu. Akan tetapi sepertinya logika saja tidak akan sampai ke otak Lastri. Harus sedikit diberi pelajaran dengan kekerasan.“Ibu mau pukul saya? Pukul saja. memangnya kamu pikir aku takut sama kamu?” Lastri mulai berani dan memanggil Sandra dengan kata ‘kamu’. Lagi pula tidak ada siapa-siapa di rumah dan Lastri juga yakin bahwa wanita berbadan kecil seperti Sandra tidak akan bisa melukai dirinya yang jauh lebih besar.“Kamu nantangin ya?” Sandra mencekik kerah baju Lastri semakin kencang.Tangan Sandra terangkat, Lastri bersiap-siap a
“Lan!” Sandra mengejar Alan yang masuk ke dalam kamar Bu Rohimah untuk mengambil pakaian dan beberapa perlengkapan lain yang dibutuhkan sang Ibu.“Apa, San? Belum jelas apa yang aku bilang di luar? Aku nggak mau dengar apa-apa lagi. Please jangan buat aku semakin lelah.”“Kali ini aku benar-benar punya bukti kebusukan Lastri,”“Sandra,” Alan memegang pundak Sandra dan menatap wajah sang istri dengan tatapan serius, “Aku butuh istri yang menenangkan aku disaat seperti ini bukannya malah membuat beban pikiranku tambah banyak. Bayangkan, ibu kandungku sedang sakit dan menantunya malah membuat keributan yang nggak jelas,”“Lan, ini bukan hal yang nggak jelas. Malah ini bakal membuat semuanya jelas,”Alan hanya menghela napas panjang lantas membuka lemari sang ibu untuk mengambil beberapa pakaian yang akan ia bawa ke rumah sakit. “Lan, kamu denger aku nggak sih?!” Sandra menjadi kesal lagi karena Alan tidak memedulikannya.“Benar kata ibu, kamu terlalu modern, terlalu mandiri. Kamu sama s
Sialan. Sialan. Sialan. Kutuk Sandra.Mobil Alan melaju pelan keluar dari gerbang rumah dengan Lastri ikut di dalamnya. Hati Sandra hancur melihat bagaimana Alan sudah tidak peduli lagi dengan dirinya dan malah mengajak si sumber masalah dari pernikahan mereka untuk ikut pergi.Alan sudah keterlaluan!Sandra rasanya ingin mengamuk dan menghancurkan apa saja yang ada di depannya. Akan tetapi melihat Rio yang anteng didekapan menatap dengan mata tidak berdosa membuat emosi Sandra bisa tertahan. Seperti ingin menghibur Sandra, bayi laki-laki yang sudah mulai belajar berdiri itu tersenyum.Sandra menghela napas panjang. Wanita itu mendapatkan ketenangannya kembali setelah melihat senyuman Rio. Ia segera mengambil ponsel. Membuka aplikasi pesan dan segera mengirimkan video bukti kecelakaan Bu Rohimah yang disebabkan oleh Lastri. Lihat saja. Setelah melihat video itu. Kira-kira apa yang akan dilakukan oleh Al