“Kamu terlalu sempurna, jadi aku merasa nggak dibutuhkan sebagai seorang suami.”
Kalimat yang diucapkan Alan semalam masih membayangi Sandra. Sandra tidak mengerti maksudnya. Bagaimana mungkin kesempurnaan bisa menjadi kekurangan seseorang?Sebenarnya, istri seperti apa yang dibutuhkan oleh Alan? Atau memang hanya alasan Alan karena sudah tidak menginginkan dirinya? Apa suaminya punya wanita idaman lain? Apa wanita seperti Lastri?Tadi malam percakapan mereka terhenti begitu saja karena Rio menangis ingin disusui. Sandra tidak sempat menanyakan apa maksud lelaki itu. Begitu selesai mengurus Rio, Alan sudah tidur. Pagi hari pun mereka tidak sempat bicara apapun karena sibuk bersiap berangkat kerja.“Aku harus apa Sil?”Sandra menemui Sisil, sahabatnya, setelah pulang bekerja. Wanita itu tidak bisa menemukan jawaban atas arti ucapan Alan semalam. Lantas ia menceritakan semuanya pada Sisil.“Apa salah k“Ibu nggak paham sama jalan pikiran kamu Sandra.”Bu Rohimah sudah bersiap akan tidur ketika mendengar Sandra berteriak. Rambutnya kusut, terurai begitu saja karena ia cepat-cepat keluar setelah mendengar Sandra berteriak.“Kamu kan pintar, tapi kenapa jalan pikiranmu nggak masuk akal? Bisa-bisanya kamu menuduh suamimu sendiri kayak begini.” Bu Rohimah memijat-mijat keningnya.“Nggak masuk akal bagaimana, Bu? Jelas-jelas aku liat Mas Alan sedang berduaan sama Lastri di dapur.” Sandra menjelaskan.Sandra menatap Alan yang tampak salah tingkah dan Lastri yang dari tadi hanya menunduk. Dari gaya mereka sekarang saja, sudah kelihatan kalau keduanya bersalah.“Alan, ibu pusing. Kamu jelaskan sendiri sama istrimu.” Bu Rohimah memijat keningnya yang sebenarnya tidak sakit.“Aku cuma ambil minum dan kebetulan Lastri masuk untuk nyiepin bahan sarapan besok. Tahu-tahu Sandra masuk dan menuduh macam-macam.
“Baru pulang?” Tanya Bu Rohimah dengan nada sinis.Sang mertua sedang nonton sinetron dengan Lastri di ruang keluarga ketika Sandra baru masuk rumah.“Iya, Bu. Ada lemburan.” Jawab Sandra dengan senyum yang dipaksakan.Sandra menatap Lastri yang langsung menunduk begitu Sandra datang. Dasar perempuan menyebalkan! Sandra benar-benar tidak suka melihat Lastri duduk di samping mertuanya, sudah seperti dia yang menjadi menantu di rumah ini. Apalagi jelas sekali kalau Lastri hanya merasa tidak nyaman pada dirinya.“Kenapa?” Tanya Bu Rohimah karena Sandra bukannya masuk kamar malah berdiri mematung. “Kamu mau ikut nonton sinetron?”“Nggak Bu. Cuma kangen aja pengen liat muka Ibu.” Jawab Sandra cuek kemudian naik ke kamar.Bu Rohimah hanya geleng-geleng melihat kelakuan menantunya yang semakin hari semakin ajaib itu.“Hai suamiku yang paling ganteng sedunia.” Sapa Sandra be
"Lan, ibu mau bicara.” Bu Rohimah berjalan mendekati Alan yang sedang minum teh sore di teras.“Iya Bu, mau ngomong apa?” Tanya Alan.“Itu si Sandra ada masalah apa sih sama Lastri? Kok kayaknya istrimu itu nggak suka banget sama Lastri.” “Maksudnya bagaimana? Kayaknya Sandra biasa saja deh Bu. Kemarin juga dia sampe mau ikut nemenin Sekar daftar sekolah. Sandra juga nggak protes waktu Alan bilang mau beliin Sekar sepeda.” Alan menatap bingung pada ibunya.“Menurut kamu begitu?” Tanya Bu Rohimah.Curhatan Lastri semalam soal Sandra yang sengaja membuat Lastri malu sebenarnya sedikit mengganggu wanita itu. Ia juga merasakan kalau Sandra tidak menyukai Lastri, jadi ia ingin mengkonfirmasi sendiri sebenarnya apa yang terjadi antara menantu juga pembantunya.“Memangnya ada alasan kenapa Sandra harus nggak suka sama Lastri?”“Nggak tahu ya Lan, tapi menurut ibu sih Sandra kayaknya cemburu s
Sialan.Lastri menyapu kesembarang arah, ia sedang tidak dalam suasana hati untuk membersihkan rumah. Nanti ketika ia bisa menguasai Alan, merebut lelaki itu dari Sandra, ia berjanji tidak akan pernah memegang sapu sialan ini lagi. Ia akan hidup seperti ratu, tidak lagi mengerjakan pekerjaan rumah.Boleh saja Sandra bersikap sombong seperti tadi pagi karena merasa Alan masih miliknya, nanti kalau sang suami sudah berhasil Lastri rebut, tentu Sandra tidak lagi bisa sombong seperti tadi. Akan Lastri pastikan untuk membalas kata-kata Sandra, agar wanita itu tahu bagaimana sakitnya.Enak saja dia macam-macam denganku. Batin LastriSebenarnya pada mulanya Lastri sama sekali tidak memiliki niat untuk mendekati Alan. Ia cukup tahu diri bahwa lelaki seperti Alan apalagi memiliki istri seperti Sandra tidak mungkin akan meliriknya. Mau dipikir seperti apapun, rasanya tidak mungkin. Mana ada lelaki yang mau menukar berlian dengan bat
“Alan!” Sandra menarik tangan sang suami dengan kasar. “Maksud kamu apa?!”Sandra jelas tidak terima diperlakukan seperti ini. Di saat harusnya Alan memberinya penjelasan, lelaki itu malah tidak mempedulikannya.Lastri yang melihat pertengkaran tersebut memilih aman dan menjauh sambil membawa Rio.“Jangan ngomong sama aku kalau kamu masih emosi kayak gini.” Alan terdengar dingin. Ia menampik tangan Sandra. “Kamu harus ubah sifatmu yang kayak gini, nggak semua hal bisa kamu selesaikan dengan emosi!”“Apa? Aku yang salah? Padahal kamu yang…” Sandra tidak kuasa meneruskan kalimatnya. Wanita itu mengacak rambutnya sendiri karena kepalang kesal.Sedangkan Alan yang melihat sang istri marah malah pergi ke dapur untuk mengambil minum.Sandra tidak ingin bertengkar, entah apa yang dilakukan sang suami dengan pembantunya di luar sana. Mungkin lebih baik dibicarakan nanti apalagi ponselnya terus-terusan b
“Babu sialan ini nyalain AC sampai enam belas derajat padahal Rio sedang demam dan… dan…” Sandra terbata-bata saking emosinya. “Dan dia bohong soal sudah kasih Rio obat penurun panas! Semua masih lengkap di kotak obat.” Sandra menatap Lastri dengan garang. “Dasar licik kamu, Lastri!” “Lastri, apa maksudnya ini?” tanya Alan yang sekarang jadi bingung.“Saya nggak ngerti apa-apa,” jawab Lastri. Otaknya belum mampu memikirkan alasan yang tepat.“Benar yang kamu bilang, Sandra?” tanya Bu Rohimah.“Tanya aja sama si babu licik ini!”“Lastri?” Bu Rohimah bertanya.Lastri menggeleng untuk menyangkal tapi belum menemukan alasan yang tepat untuk membela diri. Ia tidak berani menatap siapapun.Ah sial! Ia terlalu ceroboh dengan tidak mematikan AC atau membuka botol penurun panas. Lastri tidak berpikiran bahwa Sandra akan segitu curiganya hingga memojokkannya seperti ini.“Last
Sandra terbangun dengan lelah dan hal pertama yang ia lakukan adalah mengecek kondisi Rio. Rio sempat bangun beberapa kali semalam karena popoknya basah dan syukurnya suhu tubuh sang anak tidak bertambah tinggi. Pagi ini juga, ketika Sandra meraba kening Rio, kening bayi laki-laki itu teraba normal.“Rio gimana?” tanya Alan yang ikut terbangun karena gerakan tiba-tiba Sandra yang turun dari kasur.“Sudah baikan,” jawab Sandra singkat.Lalu ia pergi ke kamar mandi dalam kamarnya untuk mencuci muka. Wajahnya bengkak karena menangis semalam.Kemarin adalah hari yang panjang dan buruk. Terlalu banyak yang terjadi, terlalu banyak emosi membuat kepala Sandra sakit. Apalagi ia menangis sebelum tidur, membuatnya merasa sedikit mual.“Lain kali jangan kayak kemarin, San…” kata Alan begitu sang istri keluar dari kamar mandi. Belum juga sempat mengeringkan muka.Sandra mendelik, belum bisa mencerna kata-ka
Lastri berkacak pinggang memarahi Sekar yang susah sekali diberi tahu. Ia sudah berkali-kali mengingatkan gadis kecil itu untuk langsung pulang ke rumah begitu sekolah selesai untuk membantu Lastri mengerjakan pekerjaan rumah. Akan tetapi, namanya anak kecil, Sekar kerap kali pulang terlambat meski diberi tahu.Lelah-lelah ia membawa Sekar dari kampung, kalau tidak ada gunanya buat apa? Setidaknya Sekar harus membantunya beres-beres rumah sebagai bayaran karena ia telah membesarkan anak perempuan itu.“Maaf, Bu… Sekar janji nggak ulangin lagi,” Sekar masih menangis karena sudah dimarahi dari tadi. Meski begitu emosi Lastri belum juga tampak reda. “Kamu itu harus dukung aku. Besok kalau aku berhasil jadi nyonya di rumah ini ya kamu juga yang senang!” Hardik Lastri karena merasa Sekar sama sekali tidak membantu baik pekerjaan rumah dan dalam memperlancar usahanya mendekati Alan.“Kamu kan sudah aku bawa ke sini, setidaknya kamu