Share

Part 7

“Maksud kamu apa Lan?” 

Untungnya Rio sudah tidur saat Alan pulang dan masuk kamar. Sandra sengaja menitipkan Rio di kamar sang mertua agar bayi laki-laki itu tidak menangis seperti kemarin saat mendengar suaranya.

“Maksud apa?” Alan terlihat malas dan lelah, ia menanggapi Sandra dengan tidak serius.

“Ada apa sama Lastri sampai kamu berubah begini?”

“Maksudnya?”

“Kamu bahkan nggak minta pertimbangan aku waktu Lastri minta anaknya dibawa ke rumah ini. Apa itu pantas? Aku masih istrimu dan anggota keluarga ini!” Sandra menaikkan suaranya.

Alan mengacak-acak rambutnya, tidak mungkin kan ia bilang kalau bukan Lastri yang minta Sekar dibawa ke rumah melainkan dirinya yang menawarkan.

“Kemarin situasinya nggak enak, kamu juga sibuk dan langsung ke kantor. Kapan aku bisa bilang?” bela Alan.

“Keputusan kayak gini bukan hal urgent yang harus diputuskan saat itu juga. Kamu harusnya bisa nunggu sampai omongin masalah ini ke aku, kan?”

 “Oke, terus kamu maunya gimana? Toh sudah terlanjur juga, kan?” Alan menanggapi dengan enteng.

Emosi karena menganggap Alan menyepelekan masalah ini, Sandra lantas membanting vas bunga di dekatnya.

“Sandra!” Alan berteriak karena kaget.

“Apa?!” Sandra ikut berteriak karena kesal. “Kamu mau aku hancurin rumah ini biar kamu mikir aku juga perlu dihargai?! Apa perlu aku bakar rumah ini biar kamu sadar aku masih istri kamu?”

“Kamu kenapa sih San marah-marah terus?”

Belum Sandra menjawab pertanyaan Alan, terdengar ketukan pintu dan suara memanggil Bu Rohimah. 

Sandra menghela napas, pasti sang mertua mendengar teriakan Alan dan Sandra.

“Iya Bu?” Tanya Alan begitu pintu terbuka.

“Kalian berantem?” Bu Rohimah tampak mengintip, lalu mendapati vas bunga yang pecah di lantai. “Suara kalian kedengeran sampai bawah.”

“Nggak, Bu.” Jawab Alan. “Kita nggak kenapa-kenapa.”

*****

Sandra duduk bersebelahan dengan Alan di ruang keluarga sedangkan Bu Rohimah duduk bersebrangan. Wanita tua yang biasanya tidak pernah benar-benar marah itu tampak terlihat tegas. Ia melihat bergantian ke arah Sandra dan Alan.

“Jadi nggak ada yang mau cerita sama Ibu masalah kalian apa?” Tanya wanita itu setelah beberapa kali bertanya namun baik Alan maupun Sandra tidak mau menjawab.

Alan menghela napas berat. Ia lihat Sandra yang masih mematung tidak mau melihatnya.

“Sandra marah soal Lastri.”

Baru Alan membuka suara, Sandra sudah melotot. Ia merasa sang mertua tidak perlu tahu detail masalah mereka.

“Lastri? Memangnya Lastri kenapa?” Tanya Bu Rohimah yang terlihat bingung.

“Sandra cemburu sama Lastri, Bu.”

Mendengar jawaban Alan, Sandra tambah melotot sedangkan Bu Rohimah malah tampak bingung.

“Apa maksud kamu, kok bisa-bisanya Sandra cemburu sama Lastri?”

Alan mengangkat bahunya lalu melihat ke arah Sandra.

“Apa sih maksudnya. Sandra, kamu beneran cemburu sama Lastri?” Tanya Bu Rohimah.

“Bukan cemburu, Bu. Tapi akhir-akhir ini Mas Alan memang sikapnya aneh.”

“Aneh bagaimana?”

Sandra menghela napas kasar. Ia terpaksa harus menjelaskan situasinya pada sang mertua.

“Dari awal jemput Lastri, Mas Alan sama sekali nggak bilang sama aku. Apa itu nggak aneh?” Sandra menarik napas dan melanjutkan kalimatnya sebelum ada yang menyela. “Belum lagi kemarin dia makan berduaan di restoran padahal harusnya cuma nemenin Lastri ke pasar. Siapa yang nggak marah kalau begitu?”

“Aku bisa jelasin semuanya.” Balas Alan.

“Sekarang, Mas Alan bahkan nggak bilang kalau dia ngizinin Lastri untuk bawa anaknya ke sini. Aku anggota keluarga ini, istrinya juga, apa pantas aku sendiri yang nggak tahu apa-apa? Nanti apa lagi?”

“Sandra, Sandra… masalah kecil seperti itu saja kamu besar-besarkan.” Bu Rohimah yang membalas kata-kata Sandra. “Soal jemput Lastri, ibu yang suruh. Soal belanja ke pasar ibu yang suruh. Soal Sekar juga atas izin ibu. Kalau mau cemburu ya kamu cemburu sama ibu aja.” 

Sandra tidak menyangka sang mertua akan menjawab seperti itu. Tidak anak, tidak ibunya, tidak ada satu pun yang mengerti perasaan Sandra.

“Lagian kamu aneh-aneh saja. Kenapa harus cemburu sama Lastri? Kamu bisa lihat sendiri Lastri itu seperti apa bentukannya, dibandingkan sama kamu ya nggak pantes, nggak ada apa-apanya. Masa kamu bisa berpikir Alan bakal tertarik sama perempuan kayak Lastri?”

Sandra tidak bisa menjawab. Ia sudah merasa cukup malu mendengar kata-kata sang mertua. Memang seharusnya ia tidak perlu membahas hal ini. Siapapun pasti akan merasa pemikiran Sandra yang mencemburui Lastri adalah hal konyol.

Lastri sama sekali tidak sebanding dengan dirinya dari segi fisik, tentu Sandra yang paling tahu hal itu. Masalahnya adalah Sandra curiga dengan suaminya…

“Terus kira-kira apa alasan Mas Alan nyari-nyari foto ibu-ibu gemuk berdaster di handphonenya? Bisa saja kan Mas Alan sekarang suka sama wanita yang seperti Lastri.”

Sandra dapat melihat perubahan ekspresi di wajah Alan ketika ia berbicara. Bu Rohimah yang dari tadi terlihat menyepelekan kata-kata Sandra juga jadi terlihat bingung.

“Maksud kamu apa sih San?” Alan berusaha keras mengatur ekspresinya. “Ini cuma masalah kecil, kenapa kamu kekeuh sekali buat memperbesarkan masalah?”

Bu Rohimah tertawa, membuat baik Alan maupun Sandra jadi kaget. Tawanya keras sekali hingga keriput di wajahnya seakan bergetar.

“Sandra… Sandra… kamu cemburu sama suamimu karena ada foto perempuan gendut berdaster jadi akhirnya curiga sama Lastri?” Wanita tua itu menyeka air matanya yang ikut keluar karena lelah tertawa.

“Kamu kok ya jadi perempuan terlalu sensitif, dimana-mana mana ada laki-laki yang mau sama perempuan kayak Lastri kalau sudah punya istri kayak kamu.” Kini Bu Rohimah terbatuk-batuk karena tawanya.

“Tapi Bu…”

“Sudah-sudah. Kalian kayak anak kecil saja. Sudah nikah lima tahun kok masih ribut soal begini.”

Bu Rohimah bangkit, siswa tawanya masih terlihat ketika berlalu.

Sedangkan Sandra mengepalkan tangannya kuat, ia yakin sekali ada yang aneh dengan Alan. Tapi kenapa tidak ada yang mengerti?

“San?” panggil Alan.

“Apa? Kamu mau ketawain aku juga?”

*****

Alan memandangi wajah Sandra yang sudah tidur pulas di sebelahnya. Pantas saja Sandra mencurigainya, ternyata diam-diam wanita itu memeriksa ponsel milik Alan. Selama bertahun-tahun menikah, Alan memang tidak pernah mengganti password ponsel, karena memang tidak ada yang perlu disembunyikan. Ia juga tidak berpikir kalau Sandra akan menelusuri isi ponselnya.

Lelaki itu menghela napas kasar, ia pandangi sang istri yang sedang tertidur di sebelahnya. Mau dilihat seperti apapun, di matanya Sandra tidak lah menggairahkan. Tapi bukan berarti Alan juga ingin berselingkuh.

Ia tahu, ia masih mencintai Sandra. Hanya saja kehidupan pernikahannya tidak berjalan lancar seperti apa yang ia bayangkan.

Setelah melahirkan, ia ingin Sandra berada di rumah, mengurus Rio dan menjadi sosok istri yang lebih baik. Sudah cukup lima tahun pernikahannya ia membiarkan Sandra bebas melakukan apapun yang ia mau. Setelah lima tahun, setelah Rio lahir, Alan berharap Sandra akan lebih memprioritaskan dirinya, menjadi istri yang baik.

Seperti sosok Lastri misalnya…

“Kamu belum tidur?”

Alan terkesiap. Ia tidak menyangka kalau sang istri tiba-tiba terbangun.

“Kenapa bangun?”

“Aku yang duluan tanya, kenapa belum tidur.”

Selalu saja begini, Sandra suka sekali menjawab perkataannya. Tidak bisa kah dia sedikit saja menjadi wanita yang lembut? Lastri tidak akan pernah menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan lain.

“Belum ngantuk.” Jawab Alan sekenanya. 

“Lan…” panggil Sandra. “Jawab aku dengan jujur.”

“Apa?”

“Kamu masih cinta sama aku?”

“Iya tentu aja. Kenapa nanya begitu?”

“Apa yang kurang dari aku?”

Alan tidak langsung menjawab, ia melihat Sandra lekat-lekat. Tidak ada yang kurang dari sang istri. Sandra masih cantik, ia selalu memakai skincare mahal untuk menjaga kecantikannya. Tubuh istrinya juga masih bagus, Sandra selalu menjaga pola makannya. Karir? Sandra juga punya karir yang bagus, tidak ada yang tidak bisa ia kerjakan.

“Kamu terlalu sempurna, jadi aku merasa nggak dibutuhkan sebagai seorang suami.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status