“Maksud kamu apa Lan?”
Untungnya Rio sudah tidur saat Alan pulang dan masuk kamar. Sandra sengaja menitipkan Rio di kamar sang mertua agar bayi laki-laki itu tidak menangis seperti kemarin saat mendengar suaranya.“Maksud apa?” Alan terlihat malas dan lelah, ia menanggapi Sandra dengan tidak serius.“Ada apa sama Lastri sampai kamu berubah begini?”“Maksudnya?”“Kamu bahkan nggak minta pertimbangan aku waktu Lastri minta anaknya dibawa ke rumah ini. Apa itu pantas? Aku masih istrimu dan anggota keluarga ini!” Sandra menaikkan suaranya.Alan mengacak-acak rambutnya, tidak mungkin kan ia bilang kalau bukan Lastri yang minta Sekar dibawa ke rumah melainkan dirinya yang menawarkan.“Kemarin situasinya nggak enak, kamu juga sibuk dan langsung ke kantor. Kapan aku bisa bilang?” bela Alan.“Keputusan kayak gini bukan hal urgent yang harus diputuskan saat itu juga. Kamu harusnya bisa nunggu sampai omongin masalah ini ke aku, kan?” “Oke, terus kamu maunya gimana? Toh sudah terlanjur juga, kan?” Alan menanggapi dengan enteng.Emosi karena menganggap Alan menyepelekan masalah ini, Sandra lantas membanting vas bunga di dekatnya.“Sandra!” Alan berteriak karena kaget.“Apa?!” Sandra ikut berteriak karena kesal. “Kamu mau aku hancurin rumah ini biar kamu mikir aku juga perlu dihargai?! Apa perlu aku bakar rumah ini biar kamu sadar aku masih istri kamu?”“Kamu kenapa sih San marah-marah terus?”Belum Sandra menjawab pertanyaan Alan, terdengar ketukan pintu dan suara memanggil Bu Rohimah. Sandra menghela napas, pasti sang mertua mendengar teriakan Alan dan Sandra.“Iya Bu?” Tanya Alan begitu pintu terbuka.“Kalian berantem?” Bu Rohimah tampak mengintip, lalu mendapati vas bunga yang pecah di lantai. “Suara kalian kedengeran sampai bawah.”“Nggak, Bu.” Jawab Alan. “Kita nggak kenapa-kenapa.”*****Sandra duduk bersebelahan dengan Alan di ruang keluarga sedangkan Bu Rohimah duduk bersebrangan. Wanita tua yang biasanya tidak pernah benar-benar marah itu tampak terlihat tegas. Ia melihat bergantian ke arah Sandra dan Alan.“Jadi nggak ada yang mau cerita sama Ibu masalah kalian apa?” Tanya wanita itu setelah beberapa kali bertanya namun baik Alan maupun Sandra tidak mau menjawab.Alan menghela napas berat. Ia lihat Sandra yang masih mematung tidak mau melihatnya.“Sandra marah soal Lastri.”Baru Alan membuka suara, Sandra sudah melotot. Ia merasa sang mertua tidak perlu tahu detail masalah mereka.“Lastri? Memangnya Lastri kenapa?” Tanya Bu Rohimah yang terlihat bingung.“Sandra cemburu sama Lastri, Bu.”Mendengar jawaban Alan, Sandra tambah melotot sedangkan Bu Rohimah malah tampak bingung.“Apa maksud kamu, kok bisa-bisanya Sandra cemburu sama Lastri?”Alan mengangkat bahunya lalu melihat ke arah Sandra.“Apa sih maksudnya. Sandra, kamu beneran cemburu sama Lastri?” Tanya Bu Rohimah.“Bukan cemburu, Bu. Tapi akhir-akhir ini Mas Alan memang sikapnya aneh.”“Aneh bagaimana?”Sandra menghela napas kasar. Ia terpaksa harus menjelaskan situasinya pada sang mertua.“Dari awal jemput Lastri, Mas Alan sama sekali nggak bilang sama aku. Apa itu nggak aneh?” Sandra menarik napas dan melanjutkan kalimatnya sebelum ada yang menyela. “Belum lagi kemarin dia makan berduaan di restoran padahal harusnya cuma nemenin Lastri ke pasar. Siapa yang nggak marah kalau begitu?”“Aku bisa jelasin semuanya.” Balas Alan.“Sekarang, Mas Alan bahkan nggak bilang kalau dia ngizinin Lastri untuk bawa anaknya ke sini. Aku anggota keluarga ini, istrinya juga, apa pantas aku sendiri yang nggak tahu apa-apa? Nanti apa lagi?”“Sandra, Sandra… masalah kecil seperti itu saja kamu besar-besarkan.” Bu Rohimah yang membalas kata-kata Sandra. “Soal jemput Lastri, ibu yang suruh. Soal belanja ke pasar ibu yang suruh. Soal Sekar juga atas izin ibu. Kalau mau cemburu ya kamu cemburu sama ibu aja.” Sandra tidak menyangka sang mertua akan menjawab seperti itu. Tidak anak, tidak ibunya, tidak ada satu pun yang mengerti perasaan Sandra.“Lagian kamu aneh-aneh saja. Kenapa harus cemburu sama Lastri? Kamu bisa lihat sendiri Lastri itu seperti apa bentukannya, dibandingkan sama kamu ya nggak pantes, nggak ada apa-apanya. Masa kamu bisa berpikir Alan bakal tertarik sama perempuan kayak Lastri?”Sandra tidak bisa menjawab. Ia sudah merasa cukup malu mendengar kata-kata sang mertua. Memang seharusnya ia tidak perlu membahas hal ini. Siapapun pasti akan merasa pemikiran Sandra yang mencemburui Lastri adalah hal konyol.Lastri sama sekali tidak sebanding dengan dirinya dari segi fisik, tentu Sandra yang paling tahu hal itu. Masalahnya adalah Sandra curiga dengan suaminya…“Terus kira-kira apa alasan Mas Alan nyari-nyari foto ibu-ibu gemuk berdaster di handphonenya? Bisa saja kan Mas Alan sekarang suka sama wanita yang seperti Lastri.”Sandra dapat melihat perubahan ekspresi di wajah Alan ketika ia berbicara. Bu Rohimah yang dari tadi terlihat menyepelekan kata-kata Sandra juga jadi terlihat bingung.“Maksud kamu apa sih San?” Alan berusaha keras mengatur ekspresinya. “Ini cuma masalah kecil, kenapa kamu kekeuh sekali buat memperbesarkan masalah?”Bu Rohimah tertawa, membuat baik Alan maupun Sandra jadi kaget. Tawanya keras sekali hingga keriput di wajahnya seakan bergetar.“Sandra… Sandra… kamu cemburu sama suamimu karena ada foto perempuan gendut berdaster jadi akhirnya curiga sama Lastri?” Wanita tua itu menyeka air matanya yang ikut keluar karena lelah tertawa.“Kamu kok ya jadi perempuan terlalu sensitif, dimana-mana mana ada laki-laki yang mau sama perempuan kayak Lastri kalau sudah punya istri kayak kamu.” Kini Bu Rohimah terbatuk-batuk karena tawanya.“Tapi Bu…”“Sudah-sudah. Kalian kayak anak kecil saja. Sudah nikah lima tahun kok masih ribut soal begini.”Bu Rohimah bangkit, siswa tawanya masih terlihat ketika berlalu.Sedangkan Sandra mengepalkan tangannya kuat, ia yakin sekali ada yang aneh dengan Alan. Tapi kenapa tidak ada yang mengerti?“San?” panggil Alan.“Apa? Kamu mau ketawain aku juga?”*****Alan memandangi wajah Sandra yang sudah tidur pulas di sebelahnya. Pantas saja Sandra mencurigainya, ternyata diam-diam wanita itu memeriksa ponsel milik Alan. Selama bertahun-tahun menikah, Alan memang tidak pernah mengganti password ponsel, karena memang tidak ada yang perlu disembunyikan. Ia juga tidak berpikir kalau Sandra akan menelusuri isi ponselnya.Lelaki itu menghela napas kasar, ia pandangi sang istri yang sedang tertidur di sebelahnya. Mau dilihat seperti apapun, di matanya Sandra tidak lah menggairahkan. Tapi bukan berarti Alan juga ingin berselingkuh.Ia tahu, ia masih mencintai Sandra. Hanya saja kehidupan pernikahannya tidak berjalan lancar seperti apa yang ia bayangkan.Setelah melahirkan, ia ingin Sandra berada di rumah, mengurus Rio dan menjadi sosok istri yang lebih baik. Sudah cukup lima tahun pernikahannya ia membiarkan Sandra bebas melakukan apapun yang ia mau. Setelah lima tahun, setelah Rio lahir, Alan berharap Sandra akan lebih memprioritaskan dirinya, menjadi istri yang baik.Seperti sosok Lastri misalnya…“Kamu belum tidur?”Alan terkesiap. Ia tidak menyangka kalau sang istri tiba-tiba terbangun.“Kenapa bangun?”“Aku yang duluan tanya, kenapa belum tidur.”Selalu saja begini, Sandra suka sekali menjawab perkataannya. Tidak bisa kah dia sedikit saja menjadi wanita yang lembut? Lastri tidak akan pernah menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan lain.“Belum ngantuk.” Jawab Alan sekenanya. “Lan…” panggil Sandra. “Jawab aku dengan jujur.”“Apa?”“Kamu masih cinta sama aku?”“Iya tentu aja. Kenapa nanya begitu?”“Apa yang kurang dari aku?”Alan tidak langsung menjawab, ia melihat Sandra lekat-lekat. Tidak ada yang kurang dari sang istri. Sandra masih cantik, ia selalu memakai skincare mahal untuk menjaga kecantikannya. Tubuh istrinya juga masih bagus, Sandra selalu menjaga pola makannya. Karir? Sandra juga punya karir yang bagus, tidak ada yang tidak bisa ia kerjakan.“Kamu terlalu sempurna, jadi aku merasa nggak dibutuhkan sebagai seorang suami.”Bu Rohimah yang bangun terlebih dahulu karena Rio yang menangis terus mencari sang Ibu agak kaget dengan keadaan rumahnya. Hari masih subuh, akan tetapi dari arah dapur sudah tercium aroma masakan yang sangat disukainya. Siapa yang memasak? Tidak mungkin rasanya jika Sandra yang memasak sepagi ini. Apalagi setelah kekacauan yang ia buat semalam.“Sandra…” Bu Rohimah memanggil sang menantu sambil kaki tuanya berjalan menuju dapur. Rio masih menangis di dalam gendongannya, bayi lelaki itu sedih sekali.“Eh, Ibu? Sudah bangun?” tanya Sandra lalu segera mencuci tangan dengan air di wastafel dan mengelap tangannya yang basah dengan serbet sebelum mengambil Rio dari gendongan Bu Rohimah.“Kamu ngapain?” tanya Bu Rohimah heran. Tentu saja heran karena Sandra tiba-tiba berubah menjadi baik.“Nyiapin sarapan,” jawab Sandra sambil langsung menyusui Rio. Bayi yang malang, Rio terlihat sangat kehausan dan langsung tenang setelah disusui oleh Sandra.“Sarapan? Kamu bikin sarapan?”“Iya. Ibu tunggu
“Kenapa? Kamu pikir kamu sudah menang?” Sandra tertawa lagi. “Lastri, Lastri, kamu bukan cuma menghinakan diri kamu sendiri tapi kamu juga sebentar lagi akan membusuk di penjara!” kata Sandra sambil menyeringai ke arah Lastri yang terlihat sangat marah.Derap langkah berat dan cepat terdengar mendekati Sandra. Lalu seorang laki-laki langsung memegangi lengan Lastri dan langsung memasangkan borgol pada wanita itu. Seorang laki-laki lain membantu Sandra berdiri dan menanyakan keadaan Sandra.“Dasar perempuan gila!” Lastri berteriak dan meronta-ronta hingga polisi yang membantu Sandra bangun ikut memegangi Lastri, “Perempuan sinting! Nggak waras!” teriaknya lagi.Lastri terus mengumpat pada Sandra meski polisi yang menangkapnya berulang kali menyuruh Lastri diam. Sedangkan Sandra tidak membalas sama sekali dan hanya menyeringai pada Lastri untuk memprovokasi wanita itu.“Ibu perlu kami antar pulang?” tanya polisi yang lebih muda.“Nggak, Pak. Saya dijemput teman saya di sini,”“Baik kala
“Ini saya, Lastri, Bu,” kata Lastri setelah akhirnya memutuskan untuk menghubungi Sandra.Tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh Lastri bahwa ia akan menghubungi Sandra seperti ini. Akan tetapi dirinya sudah putus asa. Terlebih sekarang dirinya penuh dengan kemarahan yang sudah tidak tertahankan.Tadi sewaktu berjalan kaki tanpa tujuan, beberapa anak kecil meledek pakaian dan bentuk tubuhnya. Ia juga terjatuh dan sandal yang ia gunakan talinya lepas. Tidak berhenti disitu, kesialan dirinya seakan berlanjut. Setelahnya ia hampir terserempet mobil dan sekarang ia sudah kelelahan dan tidak tahu harus beristirahat dimana.Uang lima ribu sisa pemberian petugas kebersihan sudah habis dibelikannya minuman. Kini Lastri tidak punya uang sepeserpun. Nanti malam sudah pasti dirinya akan kelaparan. Belum lagi ia juga harus tidur di emperan toko.Menjadi gelandangan ternyata lebih menyesakkan ketimbang menjadi buronan. Tidak tahu harus makan apa, tidak tahu harus tidur di mana. Lastri juga tidak
“Saya nggak bersalah!” teriak Lastri ketika dua orang polisi dengan sigap berlari ke arahnya dan memegangi pundak serta pergelangan tangan Lastri. Lastri meronta-ronta mencoba meloloskan diri akan tetapi kedua polisi itu malah memeganginya semakin kuat.“Apa salah saya? Kenapa saya ditangkap?!” pekik Lastri lagi tidak peduli jika penangkapan dirinya dijadikan tontonan oleh pengunjung lain.“Harap tenang!” bentak polisi yang lama-kelamaan kewalahan juga menahan pergerakan dna bobot tubuh Lastri.Lastri ciut mendengar suara teriakan yang menggelegar. Wanita itu pun menurut dan ikut keluar dari restoran dengan tenang. Namun, bukan Lastri namanya kalau menyerah begitu saja. Awalnya ia memang menurut saja saat digiring oleh petugas akan tetapi itu sebelum sebuah ide terlintas di otaknya.Dengan tiba-tiba Lastri menjatuhkan badannya ke belakang lalu kejang-kejang dengan lidah menjulur ke luar. Tubuh Lastri ambruk di tanah karena meski coba di tahan, bobotnya yang besar dan gerakannya yang t
Sekali lagi Lastri merasa berada di atas awan. Bagaimana tidak, Alan mengajaknya untuk makan siang setelah lelaki itu berjanji untuk mencabut laporan ke polisi. Lastri yakin sekali bahwa Alan menyukainya. Kalau tidak suka, tidak mungkin Alan mengajaknya makan siang, kan?“Maafin saya ya, Las. Tadi saya kebawa emosi, saya panik juga karena kamu ancam-ancam makanya saya ngomong keras begitu,” kata Alan tanpa memandang wajah Lastri. Lelaki itu fokus mengendarai mobilnya.“Iya, Pak. Nggak apa-apa,” kata Lastri. Seolah ia memang pantas untuk menjawab begitu.Lastri tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Setelah beberapa hari bersembunyi dalam ketakutan, siang ini Lastri merasa hidup kembali.Tidak butuh waktu lama, keduanya sampai ke sebuah restoran yang terkenal dengan masakan cinanya. Alan hanya asal pilih saja, karena sebenarnya lelaki itu sama sekali tidak memiliki selera makan.Saat tiba, beberapa orang langsung menjadikan Alan dan Lastri sebagai objek perhatian. Wajah tampan dan badan
Alan langsung menekan tombol panggil guna menelpon nomor yang baru saja mengirim video pada dirinya. Akan tetapi malah pemberitahuan bahwa nomor tersebut tidak aktif yang ia terima. Lelaki itu tidak menyerah dan mencoba beberapa kali lagi akan tetapi tetap saja ia mendapatkan pemberitahuan yang sama dari operator. Bahwa nomor yang ia hubungi sedang tidak aktif.Serasa disambar petir di siang bolong, dunia Alan serasa runtuh. Jika video yang dikirimkan padanya dilihat oleh Sandra, tentu rumah tangganya yang sekarang sedang diujung tanduk akan langsung jatuh dan hancur berkeping-keping. Sandra bukan tipe wanita yang akan menerima lelaki yang selingkuh dari dirinya. Alan tahu hal tersebut dan bodohnya masih saja melakukannya.Alan terduduk lemas, lelaki itu meremas rambutnya, menampar wajahnya sendiri. Apa yang bisa ia lakukan sekarang untuk menebus dosanya? Ah, yang lebih penting adalah apa yang bisa ia lakukan untuk menyembunyikan dosanya dari Sandra? Biarlah Tuhan tahu dosanya, asal j