Hari-hari berjalan seperti biasa di shelter ini. Hujan yang turun sepanjang malam menciptakan genangan air pada beberapa tempat. Jam dinding menunjukkan pukul 7 pagi. Jika saja dunia tidak berubah, suara bel tanda jam pelajaran pertama dimulai akan terdengar ke penjuru sekolah ini. Sekarang semua telah berubah dan membuat kami mengubah kebiasaan tersebut. Para guru tampak sudah bangun, begitu juga dengan beberapa murid. Tempat yang sebelumnya adalah sekolah menengah pertama ini memiliki murid sekitar 540 orang dan tenaga kerja termasuk guru sekitar 60 orang. Entah berapa banyak yang telah tewas sejak pertama kali dunia berubah. Dengan jumlah manusia sekitar 600 orang, pastinya cukup sulit untuk memenuhi kebutuhan makanan mereka semua. Tetapi di saat hampir putus asa dalam menghadapi masalah tersebut. Kelompok pertama bertemu dengan Nossal yang memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah tersebut serta meyakinkan dia untuk membantu Hanya saja, baik Nossal dan mereka yang percaya den
Dua jam telah berlalu sejak kedatangan Leon dan yang lain. Posisi matahari yang semakin tinggi membuat ruangan ini terasa panas. Selain itu, suara dari luar semakin berisik dari sebelumnya. Setelah cukup lama kesulitan bergerak. Tubuhku perlahan mulai dapat kembali digerakkan. Meski begitu, rasa lemas dan pusing masih terasa mengganggu. “Hah~, panas banget~” Suhu di dalam ruangan ini sungguh Terasa panas, membuat keringat membasahi sekujur tubuhku, serta pakaian yang aku kenakan. Ruang baca buku yang kami tempati ini menghadap ke lapangan. Hanya saja terhalangi oleh pohon mangga yang cukup lebat. Di dalam ruangan ini, terdapat 2 jendela yang dapat di buka, sisanya berupa kaca untuk masuknya cahaya dari luar. Meski dengan 2 jendela dan 1 pintu terbuka, itu masih belum cukup untuk menyejukkan ruangan ini. “Bener nih, lihat Nossal sampai mandi keringat begitu” Ryan dan Rudy tampak mengeluh. Rudy memandang baju yang di kenakan Nossal yang tampak basah karena keringat. Baju yang dik
Ketika mendengar suara teriakan yang berasal dari ruang UKS. Mereka berenam. Nossal, Leon, Ryan, Rudy, Luna, dan Tia bergegas menuju ke sana. Ketika sampai di depan ruang UKS tersebut. Di sana, pintu tertutup, jendela juga sama. Leon mencoba mengintip dari jendela. Tetapi terhalangi oleh gorden yang terpasang.Padahal di dalam ruangan UKS ini. Selain dari 3 lubang kecil berbentuk kotak di atas pintu. Sirkulasi keluar masuknya udara hanya berasal dari terbukanya pintu dan jendela. Sebenarnya juga ada AC tapi tanpa adanya listrik itu tidak bergunaRyan mencoba meraih gagang pintu untuk membukanya. Tetapi tidak dapat terbuka. Itu membuat kami bingung“Ada apa Ryan?”“Pintunya tidak bisa terbuka. Sesuatu sepertinya mengganjalnya”Ryan mencoba mendorongnya sampai menempelkan bahunya ke pintu. Melihat Ryan yang kesusahan yang lain juga ikut membantunya mendorong termasuk Tia. Posisinya adalah Ryan, Nossal, Rudy tepat di depan pintu. Leon membantu dengan satu tangan dari samping pintu, dan T
Setelah berpisah dengan kepala sekolah dan yang lain. Nossal, Rudy, Leon, dan Ryan segera pergi ke kamar mandi yang biasa mereka gunakan untuk mandi Sambil terus berjalan, Ryan memberitahu Nossal ruangan-ruangan yang ada di sekolah ini meski di atas setiap pintu sudah terdapat papan nama ruangan. Ryan tampak bersemangat memberi tahu Nossal nama setiap ruangan yang mereka lihat “Kau lihat ruangan kecil di sana. Kita akan mandi di sana,” ucap Ryan sambil menunjuk tempat yang ia maksud Mengikuti arah yang dia tunjuk. Sebuah ruangan kecil berukuran sama dengan ruang UKS laki-laki terlihat. Dengan tembok dilapisi keramik warna biru yang sudah kusam, ruangan itu terlihat cukup terawat untuk ukuran toilet laki-laki. Sekolah ini mengubah toilet menjadi kamar mandi. Umumnya, setiap sekolah di penjuru Nusantara ini tidak memiliki kamar mandi. Di tempat ini juga bukan pengecualian. Lagi pula murid datang ke sekolah untuk belajar. Tidak adanya alasan kuat, membuat tidak disediakannya kamar ma
Setelah diberikan soal dari pembimbingnya. Nossal segera mencoba untuk mengerjakannya. Setiap soal yang tercantum pada selembar kertas di depannya dia kerjakan dengan serius. Nossal sendiri bukanlah orang yang pintar. Dia cenderung lemah pada setiap mata pelajaran. Bahkan dia salah dalam membedakan mana gula mana garam.Suasana tenang di dalam ruangan ini membuat Nossal dapat berkonsentrasi dengan cukup baik. Ditemani oleh suara jam berdetik dan sensasi hembusan angin yang menyentuh kulit membuat hati damai. Semua itu seakan membuat lupa terhadap ancaman monster di luar.Tidak terasa waktu telah berjalan cukup lama. Satu jam telah berlalu. Nossal yang telah selesai menjawab setiap soal yang diberikan, meletakkan alat tulisnya. Menyadari Nossal telah selesai mengerjakan soal yang diberikannya. Pak Husein menutup bukunya“Sudah?”“Iya, sudah selesai”Dengan sedikit ragu-ragu, Nossal menyerahkan pekerjaannya pada pembimbingnya itu. Dia tampak tidak terlalu yakin dengan jawabannya. Walaup
Suara lonceng telah terdengar ke seluruh penjuru shelter sebagai pertanda makan siang telah siap. Dengan perut yang telah menahan lapar sejak pagi hari. Para penghuni shelter segera menuju kantin yang berada pada bagian selatan shelter ini. Nossal dan Pak Husein yang sedang belajar di dalam ruang perpustakaan juga tidak terkecuali.Mereka yang mendengar suara dentingan lonceng dari luar memutuskan untuk menyudahi pelajaran hari ini“Cukup sampai di sini dulu” ucapnya sambil menutup buku yang beliau baca“Baik, Pak”Seperti yang diucapkan oleh beliau sebelum belajar. Kami selesai tepat saat bunyi lonceng berhenti. Nossal pun menutup buku yang di bacanya. Kemudian sedikit melakukan peregangan dengan mengangkat kedua tangannya.Ketika dia melakukan hal itu. Pak Husein berdiri dan berkata, “Bapak duluan. Pastikan kamu mengembalikan buku itu ke tempatnya. Besok kita akan bertemu di jam yang sama di sini”Setelah itu beliau berjalan keluar dengan tangan masih membawa buku yang dibacanya. Se
Setelah pergi meninggalkan ketiga temannya saat makan. Nossal duduk di bangku yang ada di dekat gerbang utama. Dia duduk dengan kedua tangan mengepal menutupi mulutnya. Tidak disangka hal sepele seperti itu membuatnya lari ketakutan seperti pencuri yang dikejar warga.Padahal belum tentu juga mereka yang berbisik-bisik itu membicarakanku. Aku rasa aku terlalu menganggapnya serius.“Hah~, menyedihkan”Sambil menghela nafas panjang. Nossal membenamkan wajahnya pada telapak tangannya. Dia yang masih terbawa sifat masa lalunya kesulitan untuk menghadapi hal semacam iniSatu per satu murid yang telah selesai makan siang kembali ke kelasnya. Suara obrolan mereka membuat Nossal merasa sedikit iri dengan mereka.“Andaikan aku dapat kembali percaya pada seseorang seperti mereka mempercayai temannya seperti saudara sendiri”Dengan pikirannya itu dia teringat pada Rokka yang telah mengkhianatinya dan hampir membuatnya terbunuhKetika Nossal termenung dalam kesendiriannya. Terdengar suara jeritan
Tidak lama setelah Pak kepala menyuruh Adit dan Bu Pur memanggil orang-orang dewasa, Para orang dewasa di tempat ini seperti guru, pegawai, dan tenaga kerja segera berkumpul di depan ruang UKS. Sama seperti ketika Pak kepala dan Bu Purwanti pertama kali melihat keadaan pemuda itu, semua yang hadir di tempat itu juga terkejut.Sebenarnya sudah bukan pertama kali mereka menyaksikan ini. Sebelumnya, ketika kelompok pencari bahan makan baru saja terbentuk, beberapa dari mereka juga mati saat menjalankan tugasnya. Mereka juga pernah melakukan proses pemakaman untuk mereka yang telah mati. Meski begitu, para guru yang telah mengajari murid-muridnya, juga membentuk sebuah ikatan yang secara tidak langsung mendekatkan mereka.Sebagai guru, orang tua kedua, dan sebagai manusia, melihat orang yang dekat dengan mereka terbaring lemas bermandikan darah, tentu membuat siapa saja sedih. Di balik kesedihan para orang dewasa, mereka juga tahu betapa tidak berdayanya mereka. Pada Shelt