Hari-Hari berjalan begitu cepat. Tanpa henti, Dicky beserta kelompoknya terus-menerus membantai monster serigala di luar dengan tujuan untuk meningkatkan level dengan cepat. Sementara itu, melihat kelompok Dicky yang dengan mudah mengalahkan serigala itu menyebabkan semakin banyak murid-murid lain yang ikut mencoba.
Mereka menamai kegiatan meningkatkan level itu farming. Berbeda dengan makna sebenarnya yang berarti pertanian atau melakukan pertanian, itu lebih mengarah pada unsur game yang berarti membunuh monster untuk meningkatkan level.
Melihat murid-murid mereka yang masih dibawah umur melakukan hal di luar norma kemanusiaan dengan membunuh monster serigala yang masih tergolong sebagai hewan, Beberapa guru tidak setuju dengan murid-murid itu. Mereka tidak melarang hal itu karena keberadaan monster serigala itu memang sebuah ancaman. Hanya saja, mereka merasa kalau apa yang dilakukan para murid sedikit berlebihan.
Meski bertujuan baik, nasihat beberapa guru itu justru berakibat buruk pada mereka sendiri. Disebabkan sifat anak muda yang tidak suka diatur. Para murid mulai kesal dengan para guru itu. Pada hari ketiga sejak dunia berubah, semua murid yang ikut kegiatan farming setuju untuk menjadikan Dicky sebagai pemimpin baru mereka. Bisa dikatakan, para murid mengambil kekuasaan dari kaum tua, yaitu para guru, dan mengurung semua guru di dalam ruang guru.
Keesokan harinya setelah peristiwa pengurungan para guru. Aku terbangun dengan badan yang terasa segar. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Pagi ini, aku dapat tertidur nyenyak. Rasa sakit dari kumpulan luka yang aku terima dari cakaran serigala, ketika menjadi umpan hidup selama beberapa kemarin tiba-tiba saja menghilang.
Itu aku sadari ketika hendak membasuh tubuhku di kamar mandi. Luka-luka yang ada pada kakiku sudah kering dan tertutup. Terkejut karena mengetahui hal itu, aku segera mendekat pada sebuah cermin yang sudah tidak utuh di dekat kamar mandi, lalu melepas baju yang aku kenakan. Benar saja, ternyata luka yang ada pada tubuhku sudah hilang, meninggalkan beberapa bekas kulit baru.
Tetapi hanya sampai disitu kebahagiaanku. Karena lukaku yang sembuh secara tiba-tiba, orang yang mengetahuinya menjadi terkejut. Itu berubah menjadi sesuatu yang sangat buruk ketika kelompok Dicky mengetahuinya. Tidak berhenti menjadi umpan hidup, Mereka juga menjadikanku sebagai alat untuk latihan.
Setiap kali mereka berpapasan denganku, mereka menyerangku. Mereka mengancam akan mengeluarkanku dari sekolah jika bersembunyi. Itu membuatku tidak memiliki pilihan lain. Pagi hingga sore hari, mereka menggunakanku sebagai umpan untuk menarik perhatian serigala, Pada Malam harinya, jika belum terlalu lelah, mereka menggunakanku sebagai bahan percobaan untuk sihir mereka. Setiap malam aku selalu tidur dengan penuh luka, meskipun semua luka itu akan sembuh keesokan harinya.
Setelah mencari tahu apa yang terjadi pada tubuhku. Ternyata aku mendapatkan sebuah skill. Regenerasi {mempercepat penyembuhan....} Begitulah yang tertulis disana. Beberapa hari setelah aku mendapatkan skill itu, hidupku bagaikan berada di neraka.
Hingga sesuatu terjadi pada hari keenam setelah dunia berubah. Hari ini aku mendapat luka dalam, cakaran serigala menusuk cukup dalam lalu merobek punggungku. Berbeda dari luka bakar, lebam, atau luka-luka sebelumnya.
Kali ini rasanya sungguh menyakitkan, darah mengalir cukup deras. Saat itu, aku ragu luka itu dapat sembuh oleh skill regenerasiku. Karena itu, aku merasakan ketakutan yang luar biasa. Ketakutan akan kematian. Yang awalnya aku tidak takut dengan kematian. Akhirnya aku merasakannya.
Di belakangku, kurang lebih terdapat 10 ekor serigala sedang mengejarku. Dengan keadaan menahan rasa sakit, takut, diikuti darah yang mengalir cukup deras dari punggungku. Aku berlari ke arah gerbang sekolah. Dengan tangan menekan kuat punggungku, aku terus berlari.
Gerbang itu sudah berada di depan mata. Tetapi, perlahan aku mulai kesulitan mempertahankan kesadaranku. Badanku terasa dingin, kepalaku mulai berat, kakiku lemas. Tetapi aku tidak boleh mati disini. Aku sudah berjanji kepada diriku sendiri. Mengerahkan seluruh kekuatanku, aku fokus pada kedua kakiku untuk berlari.
Beberapa detik kemudian, aku berhasil masuk ke dalam gerbang. Tepat ketika aku melangkah masuk, sebuah bola api raksasa meluncur ke arah rombongan monster di belakangku. Monster yang terkena serangan itu, terbakar hebat. Tidak lama kemudian berubah menjadi abu, menyisakan kristal putih bening yang tak berbentuk.
Di setiap monster yang telah dikalahkan di dalam tubuhnya selalu terdapat kristal putih. Kristal itu berkilau bak permata, dan itu menjadi tambahan semangat bagi mereka untuk membantai para monster itu. Semua menganggap bahwa kristal tersebut semacam drop item dari monster. Itu memang benar semacam drop monster. Ketika melihatnya melalui layar status, muncul nama beserta anak panah yang mengarah pada kristal itu dengan disertai penjelasan singkat. Mirip dengan penjelasan dalam skill
Kristal itu bernama Soul Crystal {Kristal jiwa...} sungguh penjelasan yang singkat, tetapi sepertinya masih ada penjelasan yang rumpang
Tanpa menunggu dan melihat apa yang terjadi. Karena ini adalah akhir untuk kegiatan farming hari ini. Aku terus berlari hingga ke kamar mandi yang biasa kugunakan. Tetapi ketika aku melangkah masuk. Pandanganku mulai buram, hingga akhirnya aku langsung kehilangan kesadaranku tepat ketika memasuki tempat itu.
***
Di saat aku membuka mata, aku langsung teringat kejadian sebelumnya. Tanpa memikirkan hal lain lagi, aku melompat keluar, menuju cermin yang ada di luar kamar mandi. Tetapi seperti biasa, lukanya sudah tertutup menyisakan bekas luka yang terlihat cukup keren. Darah juga sudah tidak keluar sedikit pun. Tak disangka luka separah itu juga dapat sembuh dengan mudah.
Tanpa kusadari, ternyata matahari sudah tidak terlihat di langit. dia digantikan oleh indahnya bulan sabit. Mencoba berjalan, badanku terasa sangat lemas dan kepalaku terasa berat sekaligus pusing. Sepertinya aku kehilangan cukup banyak darah. Aku tahu karena pernah membaca gejala serupa pada buku pelajaran IPA.
Aku berbalik untuk melihat ke arah kamar mandi. Pada lantainya, warna merah pekat masih menempel di atas ubinnya, melihatnya membuatku ngeri karena cukup banyak darah di sana. Kurasa aku harus segera pergi ke UKS untuk mengambil obat penambah darah. Meninggalkan tempat itu, aku berjalan menuju UKS. Ketika melewati koridor yang gelap, suasananya sungguh tenang. Sepertinya semua sudah tidur.
“Berapa jam kira-kira aku pingsan” pikirku saat itu
Tidak membutuhkan waktu lama yang untuk sampai ke UKS karena hanya berjarak 5 ruangan dari kamar mandi. Sesampainya disana, aku langsung membuka ruangan tersebut. Untung saja tidak dikunci. Mungkin karena seluruh guru beserta pegawai sedang dikurung. Semua ruangan dibiarkan tidak dikunci.
Secepat mungkin, aku mencari obat penambah darah. Aku sedikit kesulitan, karena tidak adanya penerangan dan banyak obat yang berserakan di lantai. Aku yakin ini adalah barang-barang yang mereka ambil di toko obat terdekat. Seingatku, tadi pagi ketika mereka kembali dari percobaan untuk mengamati dunia luar. Mereka kembali dengan menggunakan pakaian baru yang tampak bersih. Apakah mereka juga menjarahnya?
Kami biasanya menjarah makanan dan minuman. Karena jika tidak begitu, kami tidak akan bisa bertahan. Saat ini keadaan mulai parah. Listrik padam, membuat kami tidak bisa apa-apa. Karena itu kami menjarah makanan yang masih layak makan di swalayan maupun toko terdekat.
Setelah memakan waktu cukup lama. Akhirnya aku menemukan apa yang aku cari. Aku mengambil 1 lalu langsung menelannya. Beruntung di dalam ruang UKS ini masih ada gelas yang berisi air. Itu cukup membantuku untuk menelan obatnya. Untuk jaga-jaga sebelum aku pergi, aku mengambil pil yang sama satu lagi.
Sebenarnya, aku dapat mengambil obat-obatan juga saat aku menjarah makanan dan pakaian. Tetapi hal itu tidak terpikir olehku. Yang kupikirkan hanya makanan dan minuman, lalu pakaian karena pakaianku sudah tidak layak pakai. Bahkan tidak bisa dikatakan sebagai pakaian lagi. Mau tidak mau, aku juga harus ikutan menjarah karena jika tidak, aku tidak akan bisa makan dan minum. Karena itu juga mereka tidak berniat untuk membaginya pada murid-murid lain.
Setelah menyelesaikan urusanku. Aku berjalan kembali ke gudang yang biasa kugunakan untuk tempat tidur. Disinilah aku dapat beristirahat dengan tenang. Sesampainya disana, aku mengambil handphone yang kuletakkan di dekat tempat yang kugunakan untuk tidur. Lalu menghidupkannya untuk melihat jam berapa sekarang.
Waktu menunjukan pukul 03:17 dini hari. Setelah mengetahuinya, aku kembali menaruh handphone itu, lalu membaringkan badan. Menatap langit-langit, aku terpikirkan sesuatu yang menggangguku. Akhir-akhir ini, sikap Rokka terhadapku menjadi aneh. Bahkan kami belum pernah bicara lagi sejak hari kejadian itu. Padahal aku sudah berulang kali menyapanya ketika berpapasan, tetapi dia selalu menghindar.
Pingsan tadi membuatku benar-benar tidak mengantuk. Tetapi tidak ada yang dapat kulakukan juga. Oleh karena itu aku memunculkan layar status, lalu mengamatinya.
Aku menatapnya dengan penuh rasa heran. Bagaimana tidak, sejak hari pertama, aku selalu membantu pembunuhan monster. Tetapi diriku sama sekali belum naik level, padahal aku juga mendapat cukup banyak exp selama 6 hari ini.
Setelah cukup lama terpaku ke arah level, aku mengalihkan pandanganku ke dalam sebuah kotak yang terdapat tulisan regenerasi disana. Ternyata penjelasan yang tertulis di dalamnya bertambah menjadi {Mempercepat penyembuhan. Semakin besar semangat hidup, semakin besar harapan, semakin mempercepat penyembuhan…}
“Semangat hidup... ya? “
Memangnya aku memilikinya, aku yang sering berharap untuk secepatnya mati. Orang berkata kau akan menemukan semangat hidup ketika kau mempunyai sesuatu yang layak untuk diperjuangkan.
“Apa aku memilikinya?”
Tidak. Mungkin aku punya. Sosok Rokka muncul di kepalaku. Tapi, aku sendiri tidak yakin dengan itu. Aku yang hanya menjalani hidup dengan mengikuti arus takdir, merasa bahwa hal tersebut tidaklah penting. Entah itu sebelum dunia berubah maupun setelahnya. aku tetap saja selalu mengikuti arus kehidupan.
Seperti ditakdirkan untuk terus menjadi pecundang, yang selalu terbayangi oleh masa lalu yang tak dapat dilupakan. Walaupun itu tidak murni kesalahanku tetapi tetap saja aku lah pelakunya. Sampai sekarang, hingga kapan pun fakta itu tidak akan berubah. ketika mengingatnya kembali, tubuhku gemetar ketakutan, bisa dikatakan semua perlakuan yang kudapatkan adalah akibat dari masa lalu tersebut.
Aku yakin dengan hal itu, karena hal itu secara terang-terangan disiarkan di televisi nasional. Jadi semua orang melihatnya. Karena hal tersebut juga, aku mengalami hal buruk. Bahkan oleh keluargaku sendiri.
Ketika aku semakin larut ke dalam lamunanku sendiri, aku disadarkan oleh sebuah benda yang terbang mendekat. Karena disini hanya diterangi oleh cahaya handphone. Wujud benda itu tidak jelas. Menyadari yang terbang ke arahku itu bukanlah benda, melainkan kecoak. Aku terkejut dan secara reflek menampar kecoak itu dengan tangan kosong. Tamparan yang cukup keras itu membuat kecoak tersebut menabrak tembok lalu tergeletak ke lantai dengan keadaan terbalik.
Karena pada dasarnya tempat ini adalah gudang, tidak mengherankan jika sekali atau dua kali kecoak muncul. Lagipula aku sudah mulai terbiasa dengan hal ini, bahkan dalam 6 hari ini, aku sudah beberapa kali bertarung dengan kecoak seperti ini. Perlahan, rasa takutku terhadap kecoak mulai berkurang. Saat pertama kali melawan hewan menjijikan ini. Bahkan aku harus panik terlebih dahulu
Setelah mengeluarkan kecoak tersebut, aku mencuci tangan lalu kembali. karena masih tidak bisa tidur, aku mengambil Handphone, memutar musik dengan suara pelan, lalu berbaring. Mendengar alunan musik yang sedang dimainkan. Tidak perlu waktu lama, aku mulai merasakan rasa kantuk, hingga akhirnya terlelap.
Hari ke-7 setelah dunia berubah dimulai. Kemarin, sebelum melakukan tugas sebagai umpan seperti biasa, terdengar kabar bahwa kegiatan farming akan mulai memperluas daerah. Dari yang awalnya dalam radius 100 meter di sekitar sekolah, sekarang mereka memperluasnya menjadi 500 meter. Selain dari jumlah monster yang semakin sedikit di sekitar tempat ini, jumlah makanan yang ditemukan di swalayan atau toko terdekat sudah hampir tidak tersisa. Lagipula seiring bertambahnya level, semakin kuat pula kemampuan kelompok Dicky. Tidak aneh jika mereka menelusuri daerah lain. Ketika aku terbangun, suasana dingin dan gelapnya ruangan masih sama seperti sebelum aku tidur. Sambil mengusap mataku, aku bergumam, “Apa ini sudah pagi?” Tidak dapat kembali tidur, aku mencoba untuk kembali memainkan musik untuk membantuku kembali tidur. Beberapa kali, aku meraba tempat di mana aku meletakkan handphoneku, “Ini dia!” Setelah menemukannya, aku mencoba menekan tombol power untuk menyalakannya. Setelah beb
Sekitar 2 jam telah berlalu sejak kegiatan ini dimulai. Monster yang selalu kami temui hanyalah serigala. Karena sudah bosan melawan serigala yang lemah, satu demi satu anggota kelompok mulai merasa bosan. Tidak terkecuali kelompok Dicky. Galang yang telah mengalahkan puluhan serigala sendirian juga mengalami hal yang sama. “Hah~, dari kemarin yang kita lawan hanya serigala saja. Membosankan” Membunuh serigala sangatlah mudah dengan adanya sihir elemen. Dengan sekali serangan dari sihir elemen api saja sudah cukup untuk menumbangkannya. Padahal, pada saat dunia belum berubah, menaklukkan seekor serigala saja secara tradisional sangatlah sulit. Jika tidak ada yang namanya senjata api, aku pikir manusia juga tidak akan berani melawannya secara langsung. Tetapi, efek dari kegiatan ini juga cukup besar. Disebabkan penggunaan sihir elemen yang masih belum dikuasai secara maksimal, pohon yang ada di pinggir jalan terbakar oleh serangan elemen api yang meleset, beberapa bangunan yang rusak
Beberapa detik yang lalu... “BOSS!!!” teriak Galang kepada bosnya. Melihat Rinjani yang nyawanya sedang terancam membuat Galang meneriaki bossnya sendiri. Sebenarnya, dia ingin membantu Rinjani dengan tangannya sendiri. Tetapi, dia tidak berdaya. Serangan bola apinya tidak menimbulkan apa-apa kepada monster itu. Saat ini, semua mata terus menatap kearah Cerberus itu. Tanpa bisa mengalihkan pandangannya, Semua yang ada disini dipaksa melihat teman-teman mereka, terbunuh satu per satu dengan cukup mengenaskan. Dan sepertinya, sebentar lagi akan korbannya akan kembali bertambah Melihat itu, wajah galang mulai memucat. melihat Rinjani yang akan mati tepat dihadapannya. Seakan tidak ingin menerimanya begitu saja, dia mulai berlari. Lesmana yang kebetulan berada di dekatnya, setelah memberikan pesan berantai, menggenggam tangan temannya itu. “Hentikan!
“Grrr” Sempat kuhiraukan beberapa saat, aku kembali sadar bahwa bahaya masih berdiam dibelakangku. Perasaan marah, sebab menggunakan diriku untuk menahan monster itu, selagi melarikan diri. Tak kusangka, manusia sekejam dan selicik itu benar-benar ada didunia ini. Entah kebetulan atau tidak, ketika aku berbalik menghadap kearah monster itu, dia juga melakukan hal yang sama. Beberapa saat telah berlalu. Meskipun begitu, aku tidak menyangka akan secepat itu. Efek lumpuh akibat terkena sambaran kilat itu sudah mulai hilang, meskipun dia masih sulit untuk bergerak... Itu dibuktikan dengan kami yang masih saling pandang. Setiap mata, dari ketiga kepalanya memandangiku. Pandangan yang tampak mengintimidasi. Ketakutan menggeser amarahku. Tubuhku bergetar merespon ketakutan. Saat ini aku adalah manusia. Manusia yang dapat mati kapan saja. Meski memiliki kekuatan untuk meregener
Babak kedua pertarungan segera dimulai. Berbeda dengan yang tadi, saat ini keadaan kami cukup setara. Ketika Cerberus itu masih sibuk menjilati luka yang ditimbulkan akibat seranganku, aku diam-diam membuat pisau yang sama seperti sebelumnyaSambil menutup mata, aku membayangkannya seperti tadi. Bukan berarti aku ceroboh dengan menutup mata di depan seekor monster. Tapi aku tahu, ketika dia bergerak, itu akan membuat suara yang cukup keras, karena ukuran tubuhnya.Lagi pula, susah bagiku membayangkan dengan kedua mata terbuka“CREATION!”Mengucapkan sepatah kata tersebut, aku kemudian membuka mata. Setitik cahaya muncul entah dari mana, diikuti dengan cahaya lainnya. Beberapa detik kemudian, semua cahaya itu berkumpul pada telapak tanganku. Perlahan, cahaya itu berkumpul membentuk sebuah pisau. Setelah terbentuk secara sempurna. Cahaya menghilang menyisakan sebuah pisau yang sama persis s
Pada saat aku berpikir untuk menyerah, sebuah keajaiban kecil muncul. Meski terasa samar-samar, jari-jari pada tangan kiriku mulai dapat kugerakkan kembali.“Apakah ini juga berkat skill regenerasi?” tanyaku pada diriku sendiri. Perlahan aku terus menggerakkannya, berharap itu mempercepat penyembuhan. Dapat digerakkan tidak berarti aku dapat langsung menggunakan sesuai keinginanku.Lagipula bagian yang dapat digerakkan hanya pada beberapa jari saja. Setiap gerakan yang kuhasilkan menghasilkan rasa geli bukan sakit. Rasanya seperti pada saat kesemutan. Tapi itu jauh lebih baik daripada rasa sakit.Selang beberapa saat, akhirnya aku juga dapat menggerakkan telapak tanganku. Itu berarti banyak bagiku. Dengan itu, aku langsung berjuang untuk berbalik, menghadap pada Cerberus itu.Karena hanya dengan satu telapak tangan untuk memutar seluruh tubuh. Membutuhkan waktu cukup lama. Luka terb
Sekali lagi, aku kehilangan kesadaranku. Tentu saja, badanku pasti masih sangat kelelahan. Ketika aku terbangun untuk yang kedua kalinya, langit telah berubah warna. Yang awalnya berwarna gelap, sekarang mulai terang. Aku terbangun dengan perasaan lebih nyaman. Hanya saja, seluruh tubuhku terasa pegal karena tidur tanpa beralaskan apapun. Siapa sangka aku dapat tiduran diatas aspal di tengah jalan raya seperti ini. Meski kubilang begitu, aku masih terkurung di dalam kurungan menyedihkan ini. Tetapi, ketika aku mengamati sekitar. Aku merasa ada sesuatu yang hilang. “!” Mayat dari Cerberus kemarin menghilang. Seketika itu juga aku melihat ke sekitar, takutnya saat itu, dia hanya pingsan bukannya mati. Setelah melihat ke sana kemari, dia tidak ada di mana pun. Selain itu juga tidak ada lubang untuknya kabur. Perlahan, aku mencoba berdiri. Karena pandanganku lebih luas jika dalam posisi berdiri. Saat sedang berdiri, rasanya tubuhku terasa cukup ri
“Hyaaa!” Dengan sekali tebasan di bagian leher. Seekor serigala langsung terjatuh di tanah. Dia terbaring lemas di atas kolam darahnya sendiri. Pada jalan yang kulewati ini dialah yang terakhir terlihat. Pisau yang kugunakan sudah mencapai batasnya. Terlihat retakan di bagian bilahnya. Dengan alasan tersebut. Aku lantas membuangnya lalu menciptakan pisau yang baru. Sudah cukup lama sejak aku meninggalkan kurungan tersebut. Matahari semakin tinggi, selain itu cuaca semakin panas tanpa adanya awan. Rasa lapar dan haus semakin tak tertahankan. Monster yang terdapat di perut semakin keras menyuarakan protesnya. Meski begitu, tidak ada sesuatu yang dapat di makan. Swalayan ataupun toko makanan juga tidak ada. Beberapa saat yang lalu. Aku juga sempat mencari di beberapa rumah penduduk. Anehnya, semua makanan lenyap tanpa sisa. Padahal tidak seharusnya para serigala itu memakannya. “Kalau begitu” Kemungkinan lain adalah masih ada orang lain y