Home / Fantasi / Fantasy World / 6. Hari ke-7

Share

6. Hari ke-7

Author: C Kode R
last update Last Updated: 2021-06-11 23:40:54

Hari ke-7 setelah dunia berubah dimulai.

Kemarin, sebelum melakukan tugas sebagai umpan seperti biasa, terdengar kabar bahwa kegiatan farming akan mulai memperluas daerah. Dari yang awalnya dalam radius 100 meter di sekitar sekolah, sekarang mereka memperluasnya menjadi 500 meter. Selain dari jumlah monster yang semakin sedikit di sekitar tempat ini, jumlah makanan yang ditemukan di swalayan atau toko terdekat sudah hampir tidak tersisa. Lagipula seiring bertambahnya level, semakin kuat pula kemampuan kelompok Dicky. Tidak aneh jika mereka menelusuri daerah lain.

Ketika aku terbangun, suasana dingin dan gelapnya ruangan masih sama seperti sebelum aku tidur. Sambil mengusap mataku, aku bergumam,

“Apa ini sudah pagi?”

Tidak dapat kembali tidur, aku mencoba untuk kembali memainkan musik untuk membantuku kembali tidur. Beberapa kali, aku meraba tempat di mana aku meletakkan handphoneku,

“Ini dia!”

Setelah menemukannya, aku mencoba menekan tombol power untuk menyalakannya. Setelah beberapa kali menekan tombol itu, tidak terjadi apa-apa. “Pasti baterainya telah habis” begitulah asumsiku. Mau bagaimana lagi, dia telah bertahan 6 hari. Bahkan untuk ukuran HP lama, itu sudah bertahan cukup lama. Sepertinya hanya sampai disini saja.

Karena merasa aku tidak dapat kembali tidur, aku keluar untuk mencari udara segar. Ruangan itu benar-benar minim sirkulasi udara, hanya bermodalkan 3 lubang di atas pintu. Dari sanalah tempat keluar masuknya udara. Sedangkan jika aku membuka pintunya terasa sangat dingin. Bagaimanapun ini adalah gudang, setidaknya itu sedikit lebih baik daripada aku kedinginan karena tidur di luar. Ketika aku membuka pintu, udara dingin khas malam hari berhembus menerpaku. Meski sudah cukup terbiasa, jika aku terlalu lama berurusan dengannya itu akan membuatku demam. Hidupku akan berakhir jika terkena demam tinggi.

Ketika berada di luar, aku melihat langit yang ternyata mulai terang, meski matahari belum terlihat. Mengetahui hal itu, aku melakukan sedikit pergengan di luar. Setelah itu aku langsung kembali ke dalam lalu menunggu hingga langit semakin terang. Menunggu hingga waktunya untuk berkumpul, aku sedikit membersihkan barang-barang di dalam gudang untuk membuat tempat tidurku semakin luas.

Tidak terasa, langit sudah mulai terang, begitu juga dengan ruangan ini. Melalui sebuah genting yang terbuat dari bahan transparan, cahaya masuk ke dalam tempat ini. itu juga mengingatkanku bahwa kegiatan farming hari ini dimulai jam 6:30.

Karena sepertinya masih ada sedikit waktu, aku memutuskan untuk sarapan terlebih dahulu. Aku mengambil sebuah wadah yang berada di atas kardus di samping pintu, lalu membukanya. Sebuah plastik berisi dua lembar roti tawar tersimpan di dalamnya. Terlihat pada bagian samping roti itu sudah sedikit berjamur. Tanpa adanya pilihan lain. Aku mengambil dua lembar roti tawar itu, menghilangkan bagian yang berjamur, lalu memakannya. Jika tidak sarapan, aku tidak akan dapat bertahan seharian ini. Untuk minumnya sendiri, aku dapat bertahan dengan air dari sumur timba di dekat gudang ini. beruntung di sekolah ini masih memiliki sebuah sumur timba. Meski begitu, dari pada meminum air yang tidak jelas kebersihannya, aku lebih memilih air yang ada di UKS meski aku tidak dapat melakukannya.

Seperti biasa, kami berkumpul di depan gerbang. Saat aku tiba, puluhan orang sudah berkumpul. Dengan jumlah 30 orang, mereka membaginya menjadi 6 berisi 6 orang. Secara kebetulan aku dan Rokka berada dalam satu grup tetapi berbeda dengan grup mereka. Rokka sendiri adalah pengguna elemen tanah yang cukup berbakat. Bahkan Dicky sendiri mengakui kemampuannya. Karena sedang berada dalam kelompok yang sama, aku mencoba menyapanya. Tetapi sekali lagi, dia bersikap acuh padaku, lalu meninggalkanku

“Ada apa sebenarnya dengannya, apa aku berbuat salah?” tanyaku dalam hati

Tidak lama berselang, sebuah pintu dari ruangan terdekat terbuka. Dari sana Dicky, Galang Lesmana, Fitri, dan Rinjani keluar. Dengan didampingi Galang dan Lesmana. Seperti halnya pemimpin yang akan memimpin perang, sekali lagi dia memberikan kata-kata penyemangat

 “Sudah seminggu kita telah membantai para monster menjijikan itu, dan dalam waktu yang singkat tersebut kita telah berkembang semakin kuat…” katanya dengan percaya diri.

Menurut pendapatku, ketakutan mereka telah hilang sepenuhnya. Mereka seperti menganggap bahwa semua ini hanyalah permainan. Tanpa tahu bayangan kematian selalu mengintai mereka begitu mereka menginjakkan kaki keluar dari sekolah ini. Mereka yang belum pernah merasakan berdiri di pinggir jurang kematian tidak akan tahu betapa mengerikannya hal itu

“Rasa takut akan kematian jauh lebih menakutkan dari kematian itu sendiri” begitulah pikirku. Meski begitu, aku juga belum pernah merasakan kematian itu sendiri.

Melanjutkan kalimatnya tadi, Dicky kembali mengucapkan kata-kata penyemangat. Tetapi dibalik ucapannya, sifat sebenarnya dari dia sedikit demi sedikit keluar.

“Perlahan tapi pasti, kita telah menghabisi para monster di sekitar sekolah ini”

Dia menekankan kalimat tersebut dengan nada bicara yang terdengar angkuh. Tetapi begitulah kenyataannya, semua yang ada di sekolah ini mengetahui seberapa kuat dia sekarang. Meski memiliki sifat yang buruk, entah kenapa tetap banyak yang mau mengikutinya. Terlebih lagi, aku merasa jika ada yang menentangnya, dia tidak akan selamat. Dengan elemen petir yang hanya dimilikinya, dia selalu dapat mengalahkan monster yang kami temui selama ini dalam sekali serangan.

Selain dari elemen air dan petir. Beberapa hari yang lalu, aku juga sempat melihatnya menggunakan elemen api. Apa-apaan coba.

“Oleh karena itu, kita akan terus menjadi lebih kuat. Hingga tidak ada siapapun yang dapat menghentikan kita, tidak ada orang tua yang dapat memarahi kita, tidak ada aturan yang mengekang kita”

Kata-kata itu dilontarkan oleh Dicky dengan rasa percaya diri, mereka yang mendengarnya juga menjadi lebih bersemangat. Setelahnya, suara tepuk tangan yang meriah berkumandang dari semua orang yang hadir di sekitar tempat itu. Sembari berjalan ke arah gerbang, lalu membukanya. Mereka yang sudah bersemangat dari tadi, langsung berlari keluar menyisakan 7 orang. Kelompok utama Dicky, Galang, Lesmana, Fitri, Rinjani, Aku, dan Rokka.

“Benar-benar bodoh, mereka bersemangat hanya dengan perkataan seperti itu”

“Apa yang kau katakan Galang, bukankah dulu kau juga seperti mereka”

“Itu benar. Bahkan kau lebih bersemangat dari mereka”

“Berisiklah, kalian berdua. Kalian juga sama kan Lesmana, Fitri. Terlebih kau Fitri. Waktu pemberantasan pertama, ketika mendengar perkataan bos, kau dan beberapa teman perempuanmu...

“... Eahh!! Diam!” berusaha mengelak, Fitri mengalihkan pandangannya, sepertinya mengingat hal itu membuatnya malu

“Walau begitu, setidaknya aku tidak merendahkan mereka, sepertimu” jawab Lesmana sambil sedikit mengangkat bahunya. Sepertinya dia mencoba memprovokasi Galang. Galang yang termakan umpan, mengeluarkan sebuah bola api dari tangannya

“Boleh juga perkataanmu, kau sendiri sama saja. Ngajak berkelahi kah!?”

“Ayo. Maju sini”

Mereka berdua melompat mundur beberapa langkah. Dengan gerakan yang sama seperti pitcher yang hendak melemparkan sebuah bola, Galang melemparkan bola api itu ke arah Lesmana. Tetapi ditahan dengan sebuah gelombang air yang memblokir bola api Ryan. Alhasil, bola api itu padam ketika bersentuhan dengan gelombang air tersebut.

“Hah~ kalian ini...” Fitri yang nampak sudah malas melihat tingkah mereka berdua, meninggalkan mereka, dan menyusul kelompok yang sudah pergi duluan tadi. Setiap serangan dari Galang sia-sia dihadapan gelombang air Lesmana. Itu selalu saja padam dan menyisakan uap air. Setiap serangan Galang tidak dapat mengenai tubuh Lesmana, karena tertahan oleh gelombang air. Sedangkan elemen air Lesmana tidak dapat melukai Galang. Serangan mereka benar-benar tidak menimbulkan apapun selain uap air. Jadi bisa dikatakan, ini lebih ke arah menyia-nyiakan kekuatan. Setidaknya, begitulah yang aku lihat.

“Bisakah kalian berhenti. Dicky masih ada disini lho”

Seorang laki-laki yang dari tadi hanya melihat dari kejauhan, mencoba melerai mereka. Alhasil dia basah kuyup kena serangan Lesmana. Sedangkan Rinjani yang dari tadi hanya berdiri di samping Dicky menikmati pertarungan mereka berdua dengan mata berbinar-binar penuh kagum. Melihat ekspresinya membuatku terpana, ekspresinya sungguh imut.

Setelah beberapa saat, uap semakin menebal membuat lingkungan sekitar tampak seperti berkabut, tanah menjadi basah dengan kubangan air dimana-mana, api membakar pohon di belakang Lesmana, akibat serangan bola api yang nyasar.

Dicky yang sudah mulai emosi dengan kelakuan mereka mencoba menghentikan mereka

“KALIAN BERDUA CUKUP!! Apa kalian ingin menghabiskan mana kalian untuk pertengkaran tidak berguna”

Ketika Dicky angkat bicara, seketika langsung membuat mereka berhenti dan diam sejenak, yang aneh adalah mereka berhenti saat berada dalam posisi lucu dengan mulut terbuka. Melihatnya membuat semua yang ada di sana tertawa termasuk diriku, tetapi aku menutupi mulutku dengan tangan agar tidak ketahuan. Di situ aku melirik ke arah Rokka, ternyata dia tidak tertawa sama sekali, malahan mukanya tampak masam dan acuh tak acuh.

“Ayo, kita juga segera menyusul” Dicky memimpin mereka untuk memulai pembasmian monster hari ini “Jangan lupa bawa si Nossal” setelah Dicky keluar, kemudian diikuti oleh Rokka, Lesmana, setelah itu aku.

Saat aku mulai melangkah keluar dari pintu gerbang. punggungku terasa panas. Tanpa diduga-duga, kobaran api sudah bertengger di punggungku tanpa aku sadari. Saat itu juga aku langsung menyadari siapa pelakunya. Tentu saja, Galang lah orangnya. Dengan wajahnya yang tampak marah, dia melotot ke arahku. Membuka mulutnya, dia berbicara padaku

“Kau... beraninya, kau pikir siapa kau itu, Kau hanyalah cecunguk rendahan. Beraninya menertawakanku” sekali lagi dia melemparkan bola api

“Sebenarnya aku ingin sekali membunuhmu saat ini juga, tapi karena perintah bos. aku tidak dapat melakukannya. Tch, ahh sialan” setelah mengungkapkan kekesalannya padaku Galang berlari meninggalkanku menyusul teman-temannya

Mengenaiku untuk yang kedua kalinya membuat api itu semakin besar. Tanpa membuang waktu lagi, menahan panas dan perih, aku berlari ke arah kamar mandi. Namun, tiba-tiba saja perasaan dingin menyelimuti punggungku yang diselimuti api. Api telah padam, rasa panas berubah menjadi dingin yang melegakan. Dari arah atas, ternyata aku diguyur air yang membuatku basah kuyup. Tanpa kusadari, aku menengok mencari siapa yang menolongku.

Di dekatku aku hanya melihat Rinjani seorang, dia berdiri, sambil mengarahkan kedua tangannya ke arahku dengan posisi telapak tangan terbuka. Rinjani adalah seorang pengguna elemen air yang handal. Dia juga menguasai penggunaan air bentuk aliran. Dia dapat membuat sebuah aliran air yang bergerak dengan bebas dan lincah di udara bagaikan belut.

Biasanya, pengguna elemen air hanya dapat membuat sebuah gumpalan air yang berbentuk bulat. Selain itu gelombang air hanya dapat dilontarkan kemudian mengenai target. Berbeda dengan aliran air yang dialirkan hingga menabrak target. Keuntungannya adalah aliran air dapat dikendalikan. Sedangkan, gelombang air tidak

“Kamu baik-baik saja” ucapnya sembari berjalan mendekatiku.

 “Ah, a-ku aku gapapa kok” sialan aku malah gugup, aku tahu aku menyukainya tapi jangan kayak gini lah. Sungguh aku tidak pernah berharap di tolong siapapun di sini, bahkan olehnya.

“Beneran? Kalau begitu boleh kenalan. namaku Rinjani, kamu?” Mengulurkan tangannya, dia mencoba untuk berkenalan denganku. Berkenalan dengan idola sekolah… itu membuat jantungku berdetak tidak karuan.

“A-aku Nossal” jawabku singkat agar tidak ketahuan aku gugup

“Nossal, ya” dia mengangguk-angguk sambil membalikkan badan

“Oh, iya. Kita harus menyusul Dicky dan yang lain. Nossal, ayo!” lanjutnya

Sambil memberi tanda ikuti aku. dia berlari kecil keluar gerbang. Menyadari tanda yang diberikan, aku mengikuti dia dari belakang. Kami berlari ke arah timur sekolah, sama seperti yang dituju oleh Dicky dan yang lainnya. Apakah ini menjadi sebuah pertanda baik? Sayangnya bukan. Justru itu menjadi awal dari kejadian yang mengerikan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Fantasy World   58. Di Ambang Kelaparan: Tugas Berat di SMA Batik 1

    “Dia adalah Nossal… Nossal Kalamithi.”“Nossal? Hmm… Maksudmu dia? Mengapa kamu berpikir demikian?”“Dia—”Sebelum Luna lanjut bercerita mengenai Nossal, Venda menghentikannya. “Luna, sebaiknya kamu jangan menceritakan hal tersebut kepadaku. Nossal berusaha menyembunyikan masa lalunya dan tidak ingin diketahui oleh siapa pun. Seandainya aku mengetahui masa lalunya, aku harap dia sendiri yang menceritakannya.Mendengar nasihat temannya, Luna tidak jadi menceritakan masa lalu Nossal. Tetapi tampaknya Venda tidak menyangkal bahwa masa lalu Nossal lebih buruk dari apa yang ia alami.“Mari kita kembali; anak laki-laki pasti sudah bosan menunggu.”“Kamu benar; sebaiknya kita bergegas.”Mereka berdua segera beranjak dari tempat itu dan kembali. Venda, yang berjalan di belakang Luna, menatap bagian belakang Luna.“Padahal kamu selalu menyuruhku

  • Fantasy World   57. Jalinan Pertemanan Yang Semakin Erat

    Di malam hari yang gelap, hanya ada cahaya bulan redup yang menyinari jalan setapak, sementara suara angin yang lembut menyelusup reruntuhan kota menciptakan suasana yang tenang dan damai. Venda, Ryan, dan Rudy menunggu Nossal yang berjuang untuk meyakinkan Luna untuk kembali.“Kira-kira Nossal berhasil tidak ya membawa Luna kembali?”“Aku percaya padanya”“Sepertinya kamu benar. Kita harus percaya padanya, bukankah begitu, Ven?”Menggosok matanya yang masih terlihat lembap, Venda setuju dengan kedua temannya.“Ya, mereka pasti kembali. Di sinilah kita, menunggu dan akan menyambut mereka.”Tidak berselang lama, dari kejauhan tampak sosok Nossal dan Luna yang berjalan pelan mendekati mereka bertiga. Mereka berdua berjalan seolah mereka sedang dalam perjalanan sepulang sekolah. Melihat Nossal berhasil membawa kembali Luna bersamanya, Ryan melompat dan mengayunkan tangannya ke atas, kemudian berse

  • Fantasy World   56. Cahaya Harapan yang Terkurung

    Di dalam Akademi Tunas Harapan, di area tempat penahanan anak kelas 6 SD Tunas Harapan.Di antara anak-anak kecil yang sedang meringkuk dalam ketakutan dan rasa lapar, seorang perempuan mencoba keluar dari jendela ruangan yang mengurungnya. Melihat dari balik jendela, anak itu memastikan keadaan di luar. Setelah memastikan kalau keadaannya telah aman, dia melompat keluar lewat jendela.“Seperti biasa, tidak ada seorang pun penjaga yang mengawasi setelah matahari tenggelam,” pikirnya. Akan sangat gawat jika dia sampai ketahuan anggota patroli.Dengan hati-hati, dia berjalan perlahan ke bangunan di sampingnya.“Seharusnya dia sudah kembali ke ruangannya.”Tangisan lirih terdengar dari balik pintu ruangan yang dituju perempuan itu. Perempuan itu mengintip dari luar jendela, memastikan tidak ada orang di dalam, kemudian berusaha membuka pintu ruangan tersebut tanpa menimbulkan suara. Namun ketika hendak masuk ke dalam, seseorang

  • Fantasy World   55. Setuju Untuk Membantu

    Nossal yang masih sedikit terhuyung-huyung akibat diapit dua dinding yang dibuat Luna, berlutut di hadapan Luna.“Apa-apaan itu. Kau ingin aku membantu? Sepertinya kau sendiri paham jika sebenarnya tindakan yang kau lakukan ini berbahaya,” Ejek Nossal.Luna sedikit menundukkan kepalanya. Mata mereka berdua bertemu, akan tetapi tatapan matanya berubah. Tekad yang kuat masih terasa dari sorot matanya yang tajam. Dia menutup matanya sejenak, kemudian menjawab,“Itu benar. Aku masih memiliki keraguan dalam menggunakan kekuatan ini. Dalam pikiranku, aku merasa kalau kekuatan ini tidak layak aku terima.”Membuka mata, Luna kembali melanjutkan perkataannya,“Dengan adanya kekuatan, harus disertai tanggung jawab yang besar. Semakin besar kekuatan itu, semakin besar pula tanggung jawab yang harus dipikul, dan aku baru saja menyadarinya.”“Ya. Aku juga sering mendengar perkataan seperti itu. Memangnya kenapa? Pada akhirnya, keputusan untuk memenuhi tanggung jawab itu kembali pada diri sendiri.”

  • Fantasy World   54. Kekalahan Dan Permohonan Luna

    Berdiri di depan jalan masuk ke dalam gedung, aku hampir tidak dapat melihat apa pun. Berjalan masuk perlahan sambil meraba-raba sekitar membuatku sedikit demi sedikit mulai paham bagian dalam mall ini. Pada lantai 1 bagian lobby, berbagai jenis pakaian dipajang pada beberapa rak pakaian, meskipun semua telah hancur dan berserakan dimana-mana. Dengan jumlah yang tidak terlalu banyak dan telah rusak, pakaian-pakaian itu telah berserakan di lantai yang kotor dan lembap dikarenakan kebocoran di beberapa sisi bangunan. Selain itu, lantai 1 juga terdapat supermarket dan beberapa konter reparasi handphone dan jam. Setelah menyusuri area lantai 1, aku berdiri di tengah bangunan, di depan tangga yang menghubungkan lantai 1 dan 2. Sebenarnya dari tengah bangunan mall ini aku sudah dapat melihat area lantai 3 yang sepertinya merupakan area food court.Aku beberapa kali menoleh ke pintu masuk dan area sekitar untuk memastikan apakah ada monster di dalam ataupun di luar bangunan, tidak l

  • Fantasy World   53. Di bawah Malam Gelap

    “Itu Luna.” Ujar Venda menghela nafas lega. Dia yang tidak mendengar percakapan dari awal membuatnya tidak tahu lokasi Luna. Meski dia penasaran, Venda segera memberikan beberapa karak dan air putih gelasan pada masing-masing orang. Tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya, Venda bertanya, “Di mana Luna berada?”Menerima makanan dari Venda, perempuan yang sedari tadi berbisik, memberanikan diri untuk berbicara dengan ragu-ragu,“A-aku melihatnya di gedung yang ada di sana. Di lantai 3 di sana, kalian dapat melihat orang sedang berdiri sambil menatap tempat kita berada.”Mengalihkan pandangan setelah mendengar jawaban perempuan itu, Adit bertanya kepada laki-laki yang ada di depannya,“Apakah itu kekuatannya? Melihat jarak jauh? Tapi dalam kondisi gelap gulita seperti ini memangnya kelihatan?” tanyanya penasaranLaki-laki itu menggigit karak yang dibagikan Venda. Hanya dalam 3 kali gigitan, karak itu lenyap, masuk ke dalam mulutnya. Setelah meminum air, dia menjawab,“Kalau tidak s

  • Fantasy World   52. Kesalahpahaman Yang Tak Terelakkan

    “Dengan ini selesai...” “Terima kasih,” ucap laki-laki itu. Perawat itu menjawabnya dengan tersenyum lalu menyimpan kembali alat-alat dan obat merah yang telah digunakan ke dalam tas kecil di pinggangnya. “Linda! Apa kamu masih punya sisa perban? Milikku sudah habis ini.” “Ada. Tapi punyaku juga tinggal sedikit. Nih, kamu pake saja.” Perawat bernama Linda itu melemparkan gulungan perban yang sudah terlihat tipis pada rekannya. Menangkapnya, perawat itu mengerutkan alisnya. “Tinggal ini?” “Iya, tinggal segitu doang.” “Yah... Segini mah kurang,” ucapnya sambil menatap gulungan perban yang barusan dia terima. Serbuan kera biru sebelumnya menyebabkan Nossal, Ryan, dan orang-orang yang mereka coba selamatkan mendapatkan luka yang cukup serius. Selain cairan anti septic untuk membersihkan luka, perban yang telah sediakan dengan cepat habis. “Simpan saja sisa perban itu untuk yang lain. Aku tidak memerlukannya.”

  • Fantasy World   51. Kepungan Monster Kera Biru

    Selepas kami kembali, semua masalah tampaknya telah selesai. Wajah Tia masih terlihat marah, alisnya menjadi tegang dan sedikit menurun, nada bicaranya ketika berkoordinasi dengan anggota kelompoknya yang lain juga terdengar meninggi. Di sisi lain, si anak pembuat onar dari kelas 7 hanya berdiri dengan beberapa teman laki-laki kelas 7-nya. Karena suasana tegang akibat kejadian sebelumnya, hal itu membuat semua orang tidak banyak bicara. Mereka hanya fokus dengan masing-masing anggota kelompoknya saja. Dalam kelompok kami, aku menyerahkan urusan koordinasi pada Ryan. lagipula, sepertinya aku jadi dibenci oleh semua anggota kelompokku. Tatapan mereka terasa seperti terpaan angin dingin di musim panas. Terlebih lagi di antara mereka, si pembuat onar yang menerima pukulanku tadi melirikku seolah menyiratkan niat jahat yang tak terungkapkan. Bagaimanapun, aku tidak berniat untuk menanggapinya. *** Kembali, Nossal dan yang lainnya melanjutkan perjalanan dengan formasi yang sama seperti s

  • Fantasy World   50. Maksud Lain Dari Ucapan Yang Menyakitkan

    Clara meninggalkan Nossal. Dia berlari sesenggukan kembali ke tempat teman-teman yang lain berkumpul. Setiap tetesan air mata yang mengalir dari matanya dia seka dengan punggung tangannya. Berlari, pikirannya tidak dapat melupakan yang barusan Nossal ucapkan. Dadanya sesak setiap kali dia mengingatnya, membuat air mata tidak dapat berhenti menetes. Tanpa Clara sadari, seekor monster mengintainya dari balik bayangan. Seekor kalong yang sedang bergelantungan di bawah atap sebuah bangunan yang tidak jauh darinya. Hendak menjadikannya santapan malam, Kalong itu terbang dengan cepat sambil mengarahkan cakarnya pada Clara yang sedang lengah. Mata Clara terbuka lebar melihat sosok monster itu terbang mendekatinya. Perasaan takut yang luar biasa seperti mencekik dirinya. “Aku harus segera menyingkir” ucapnya dalam hati. Dia mencoba menggerakkan kakinya untuk pergi dari tempat itu tetapi tidak bisa. Rasanya seperti kedua kakinya terpaku di atas tempatnya berpijak. Tidak kuat lagi menahan beba

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status