Hari ke-7 setelah dunia berubah dimulai.
Kemarin, sebelum melakukan tugas sebagai umpan seperti biasa, terdengar kabar bahwa kegiatan farming akan mulai memperluas daerah. Dari yang awalnya dalam radius 100 meter di sekitar sekolah, sekarang mereka memperluasnya menjadi 500 meter. Selain dari jumlah monster yang semakin sedikit di sekitar tempat ini, jumlah makanan yang ditemukan di swalayan atau toko terdekat sudah hampir tidak tersisa. Lagipula seiring bertambahnya level, semakin kuat pula kemampuan kelompok Dicky. Tidak aneh jika mereka menelusuri daerah lain.
Ketika aku terbangun, suasana dingin dan gelapnya ruangan masih sama seperti sebelum aku tidur. Sambil mengusap mataku, aku bergumam,
“Apa ini sudah pagi?”
Tidak dapat kembali tidur, aku mencoba untuk kembali memainkan musik untuk membantuku kembali tidur. Beberapa kali, aku meraba tempat di mana aku meletakkan handphoneku,
“Ini dia!”
Setelah menemukannya, aku mencoba menekan tombol power untuk menyalakannya. Setelah beberapa kali menekan tombol itu, tidak terjadi apa-apa. “Pasti baterainya telah habis” begitulah asumsiku. Mau bagaimana lagi, dia telah bertahan 6 hari. Bahkan untuk ukuran HP lama, itu sudah bertahan cukup lama. Sepertinya hanya sampai disini saja.
Karena merasa aku tidak dapat kembali tidur, aku keluar untuk mencari udara segar. Ruangan itu benar-benar minim sirkulasi udara, hanya bermodalkan 3 lubang di atas pintu. Dari sanalah tempat keluar masuknya udara. Sedangkan jika aku membuka pintunya terasa sangat dingin. Bagaimanapun ini adalah gudang, setidaknya itu sedikit lebih baik daripada aku kedinginan karena tidur di luar. Ketika aku membuka pintu, udara dingin khas malam hari berhembus menerpaku. Meski sudah cukup terbiasa, jika aku terlalu lama berurusan dengannya itu akan membuatku demam. Hidupku akan berakhir jika terkena demam tinggi.
Ketika berada di luar, aku melihat langit yang ternyata mulai terang, meski matahari belum terlihat. Mengetahui hal itu, aku melakukan sedikit pergengan di luar. Setelah itu aku langsung kembali ke dalam lalu menunggu hingga langit semakin terang. Menunggu hingga waktunya untuk berkumpul, aku sedikit membersihkan barang-barang di dalam gudang untuk membuat tempat tidurku semakin luas.
Tidak terasa, langit sudah mulai terang, begitu juga dengan ruangan ini. Melalui sebuah genting yang terbuat dari bahan transparan, cahaya masuk ke dalam tempat ini. itu juga mengingatkanku bahwa kegiatan farming hari ini dimulai jam 6:30.
Karena sepertinya masih ada sedikit waktu, aku memutuskan untuk sarapan terlebih dahulu. Aku mengambil sebuah wadah yang berada di atas kardus di samping pintu, lalu membukanya. Sebuah plastik berisi dua lembar roti tawar tersimpan di dalamnya. Terlihat pada bagian samping roti itu sudah sedikit berjamur. Tanpa adanya pilihan lain. Aku mengambil dua lembar roti tawar itu, menghilangkan bagian yang berjamur, lalu memakannya. Jika tidak sarapan, aku tidak akan dapat bertahan seharian ini. Untuk minumnya sendiri, aku dapat bertahan dengan air dari sumur timba di dekat gudang ini. beruntung di sekolah ini masih memiliki sebuah sumur timba. Meski begitu, dari pada meminum air yang tidak jelas kebersihannya, aku lebih memilih air yang ada di UKS meski aku tidak dapat melakukannya.
Seperti biasa, kami berkumpul di depan gerbang. Saat aku tiba, puluhan orang sudah berkumpul. Dengan jumlah 30 orang, mereka membaginya menjadi 6 berisi 6 orang. Secara kebetulan aku dan Rokka berada dalam satu grup tetapi berbeda dengan grup mereka. Rokka sendiri adalah pengguna elemen tanah yang cukup berbakat. Bahkan Dicky sendiri mengakui kemampuannya. Karena sedang berada dalam kelompok yang sama, aku mencoba menyapanya. Tetapi sekali lagi, dia bersikap acuh padaku, lalu meninggalkanku
“Ada apa sebenarnya dengannya, apa aku berbuat salah?” tanyaku dalam hati
Tidak lama berselang, sebuah pintu dari ruangan terdekat terbuka. Dari sana Dicky, Galang Lesmana, Fitri, dan Rinjani keluar. Dengan didampingi Galang dan Lesmana. Seperti halnya pemimpin yang akan memimpin perang, sekali lagi dia memberikan kata-kata penyemangat
“Sudah seminggu kita telah membantai para monster menjijikan itu, dan dalam waktu yang singkat tersebut kita telah berkembang semakin kuat…” katanya dengan percaya diri.
Menurut pendapatku, ketakutan mereka telah hilang sepenuhnya. Mereka seperti menganggap bahwa semua ini hanyalah permainan. Tanpa tahu bayangan kematian selalu mengintai mereka begitu mereka menginjakkan kaki keluar dari sekolah ini. Mereka yang belum pernah merasakan berdiri di pinggir jurang kematian tidak akan tahu betapa mengerikannya hal itu
“Rasa takut akan kematian jauh lebih menakutkan dari kematian itu sendiri” begitulah pikirku. Meski begitu, aku juga belum pernah merasakan kematian itu sendiri.
Melanjutkan kalimatnya tadi, Dicky kembali mengucapkan kata-kata penyemangat. Tetapi dibalik ucapannya, sifat sebenarnya dari dia sedikit demi sedikit keluar.
“Perlahan tapi pasti, kita telah menghabisi para monster di sekitar sekolah ini”
Dia menekankan kalimat tersebut dengan nada bicara yang terdengar angkuh. Tetapi begitulah kenyataannya, semua yang ada di sekolah ini mengetahui seberapa kuat dia sekarang. Meski memiliki sifat yang buruk, entah kenapa tetap banyak yang mau mengikutinya. Terlebih lagi, aku merasa jika ada yang menentangnya, dia tidak akan selamat. Dengan elemen petir yang hanya dimilikinya, dia selalu dapat mengalahkan monster yang kami temui selama ini dalam sekali serangan.
Selain dari elemen air dan petir. Beberapa hari yang lalu, aku juga sempat melihatnya menggunakan elemen api. Apa-apaan coba.
“Oleh karena itu, kita akan terus menjadi lebih kuat. Hingga tidak ada siapapun yang dapat menghentikan kita, tidak ada orang tua yang dapat memarahi kita, tidak ada aturan yang mengekang kita”
Kata-kata itu dilontarkan oleh Dicky dengan rasa percaya diri, mereka yang mendengarnya juga menjadi lebih bersemangat. Setelahnya, suara tepuk tangan yang meriah berkumandang dari semua orang yang hadir di sekitar tempat itu. Sembari berjalan ke arah gerbang, lalu membukanya. Mereka yang sudah bersemangat dari tadi, langsung berlari keluar menyisakan 7 orang. Kelompok utama Dicky, Galang, Lesmana, Fitri, Rinjani, Aku, dan Rokka.
“Benar-benar bodoh, mereka bersemangat hanya dengan perkataan seperti itu”
“Apa yang kau katakan Galang, bukankah dulu kau juga seperti mereka”
“Itu benar. Bahkan kau lebih bersemangat dari mereka”
“Berisiklah, kalian berdua. Kalian juga sama kan Lesmana, Fitri. Terlebih kau Fitri. Waktu pemberantasan pertama, ketika mendengar perkataan bos, kau dan beberapa teman perempuanmu...
“... Eahh!! Diam!” berusaha mengelak, Fitri mengalihkan pandangannya, sepertinya mengingat hal itu membuatnya malu
“Walau begitu, setidaknya aku tidak merendahkan mereka, sepertimu” jawab Lesmana sambil sedikit mengangkat bahunya. Sepertinya dia mencoba memprovokasi Galang. Galang yang termakan umpan, mengeluarkan sebuah bola api dari tangannya
“Boleh juga perkataanmu, kau sendiri sama saja. Ngajak berkelahi kah!?”
“Ayo. Maju sini”
Mereka berdua melompat mundur beberapa langkah. Dengan gerakan yang sama seperti pitcher yang hendak melemparkan sebuah bola, Galang melemparkan bola api itu ke arah Lesmana. Tetapi ditahan dengan sebuah gelombang air yang memblokir bola api Ryan. Alhasil, bola api itu padam ketika bersentuhan dengan gelombang air tersebut.
“Hah~ kalian ini...” Fitri yang nampak sudah malas melihat tingkah mereka berdua, meninggalkan mereka, dan menyusul kelompok yang sudah pergi duluan tadi. Setiap serangan dari Galang sia-sia dihadapan gelombang air Lesmana. Itu selalu saja padam dan menyisakan uap air. Setiap serangan Galang tidak dapat mengenai tubuh Lesmana, karena tertahan oleh gelombang air. Sedangkan elemen air Lesmana tidak dapat melukai Galang. Serangan mereka benar-benar tidak menimbulkan apapun selain uap air. Jadi bisa dikatakan, ini lebih ke arah menyia-nyiakan kekuatan. Setidaknya, begitulah yang aku lihat.
“Bisakah kalian berhenti. Dicky masih ada disini lho”
Seorang laki-laki yang dari tadi hanya melihat dari kejauhan, mencoba melerai mereka. Alhasil dia basah kuyup kena serangan Lesmana. Sedangkan Rinjani yang dari tadi hanya berdiri di samping Dicky menikmati pertarungan mereka berdua dengan mata berbinar-binar penuh kagum. Melihat ekspresinya membuatku terpana, ekspresinya sungguh imut.
Setelah beberapa saat, uap semakin menebal membuat lingkungan sekitar tampak seperti berkabut, tanah menjadi basah dengan kubangan air dimana-mana, api membakar pohon di belakang Lesmana, akibat serangan bola api yang nyasar.
Dicky yang sudah mulai emosi dengan kelakuan mereka mencoba menghentikan mereka
“KALIAN BERDUA CUKUP!! Apa kalian ingin menghabiskan mana kalian untuk pertengkaran tidak berguna”
Ketika Dicky angkat bicara, seketika langsung membuat mereka berhenti dan diam sejenak, yang aneh adalah mereka berhenti saat berada dalam posisi lucu dengan mulut terbuka. Melihatnya membuat semua yang ada di sana tertawa termasuk diriku, tetapi aku menutupi mulutku dengan tangan agar tidak ketahuan. Di situ aku melirik ke arah Rokka, ternyata dia tidak tertawa sama sekali, malahan mukanya tampak masam dan acuh tak acuh.
“Ayo, kita juga segera menyusul” Dicky memimpin mereka untuk memulai pembasmian monster hari ini “Jangan lupa bawa si Nossal” setelah Dicky keluar, kemudian diikuti oleh Rokka, Lesmana, setelah itu aku.
Saat aku mulai melangkah keluar dari pintu gerbang. punggungku terasa panas. Tanpa diduga-duga, kobaran api sudah bertengger di punggungku tanpa aku sadari. Saat itu juga aku langsung menyadari siapa pelakunya. Tentu saja, Galang lah orangnya. Dengan wajahnya yang tampak marah, dia melotot ke arahku. Membuka mulutnya, dia berbicara padaku
“Kau... beraninya, kau pikir siapa kau itu, Kau hanyalah cecunguk rendahan. Beraninya menertawakanku” sekali lagi dia melemparkan bola api
“Sebenarnya aku ingin sekali membunuhmu saat ini juga, tapi karena perintah bos. aku tidak dapat melakukannya. Tch, ahh sialan” setelah mengungkapkan kekesalannya padaku Galang berlari meninggalkanku menyusul teman-temannya
Mengenaiku untuk yang kedua kalinya membuat api itu semakin besar. Tanpa membuang waktu lagi, menahan panas dan perih, aku berlari ke arah kamar mandi. Namun, tiba-tiba saja perasaan dingin menyelimuti punggungku yang diselimuti api. Api telah padam, rasa panas berubah menjadi dingin yang melegakan. Dari arah atas, ternyata aku diguyur air yang membuatku basah kuyup. Tanpa kusadari, aku menengok mencari siapa yang menolongku.
Di dekatku aku hanya melihat Rinjani seorang, dia berdiri, sambil mengarahkan kedua tangannya ke arahku dengan posisi telapak tangan terbuka. Rinjani adalah seorang pengguna elemen air yang handal. Dia juga menguasai penggunaan air bentuk aliran. Dia dapat membuat sebuah aliran air yang bergerak dengan bebas dan lincah di udara bagaikan belut.
Biasanya, pengguna elemen air hanya dapat membuat sebuah gumpalan air yang berbentuk bulat. Selain itu gelombang air hanya dapat dilontarkan kemudian mengenai target. Berbeda dengan aliran air yang dialirkan hingga menabrak target. Keuntungannya adalah aliran air dapat dikendalikan. Sedangkan, gelombang air tidak
“Kamu baik-baik saja” ucapnya sembari berjalan mendekatiku.
“Ah, a-ku aku gapapa kok” sialan aku malah gugup, aku tahu aku menyukainya tapi jangan kayak gini lah. Sungguh aku tidak pernah berharap di tolong siapapun di sini, bahkan olehnya.
“Beneran? Kalau begitu boleh kenalan. namaku Rinjani, kamu?” Mengulurkan tangannya, dia mencoba untuk berkenalan denganku. Berkenalan dengan idola sekolah… itu membuat jantungku berdetak tidak karuan.
“A-aku Nossal” jawabku singkat agar tidak ketahuan aku gugup
“Nossal, ya” dia mengangguk-angguk sambil membalikkan badan
“Oh, iya. Kita harus menyusul Dicky dan yang lain. Nossal, ayo!” lanjutnya
Sambil memberi tanda ikuti aku. dia berlari kecil keluar gerbang. Menyadari tanda yang diberikan, aku mengikuti dia dari belakang. Kami berlari ke arah timur sekolah, sama seperti yang dituju oleh Dicky dan yang lainnya. Apakah ini menjadi sebuah pertanda baik? Sayangnya bukan. Justru itu menjadi awal dari kejadian yang mengerikan.
Sekitar 2 jam telah berlalu sejak kegiatan ini dimulai. Monster yang selalu kami temui hanyalah serigala. Karena sudah bosan melawan serigala yang lemah, satu demi satu anggota kelompok mulai merasa bosan. Tidak terkecuali kelompok Dicky. Galang yang telah mengalahkan puluhan serigala sendirian juga mengalami hal yang sama. “Hah~, dari kemarin yang kita lawan hanya serigala saja. Membosankan” Membunuh serigala sangatlah mudah dengan adanya sihir elemen. Dengan sekali serangan dari sihir elemen api saja sudah cukup untuk menumbangkannya. Padahal, pada saat dunia belum berubah, menaklukkan seekor serigala saja secara tradisional sangatlah sulit. Jika tidak ada yang namanya senjata api, aku pikir manusia juga tidak akan berani melawannya secara langsung. Tetapi, efek dari kegiatan ini juga cukup besar. Disebabkan penggunaan sihir elemen yang masih belum dikuasai secara maksimal, pohon yang ada di pinggir jalan terbakar oleh serangan elemen api yang meleset, beberapa bangunan yang rusak
Beberapa detik yang lalu... “BOSS!!!” teriak Galang kepada bosnya. Melihat Rinjani yang nyawanya sedang terancam membuat Galang meneriaki bossnya sendiri. Sebenarnya, dia ingin membantu Rinjani dengan tangannya sendiri. Tetapi, dia tidak berdaya. Serangan bola apinya tidak menimbulkan apa-apa kepada monster itu. Saat ini, semua mata terus menatap kearah Cerberus itu. Tanpa bisa mengalihkan pandangannya, Semua yang ada disini dipaksa melihat teman-teman mereka, terbunuh satu per satu dengan cukup mengenaskan. Dan sepertinya, sebentar lagi akan korbannya akan kembali bertambah Melihat itu, wajah galang mulai memucat. melihat Rinjani yang akan mati tepat dihadapannya. Seakan tidak ingin menerimanya begitu saja, dia mulai berlari. Lesmana yang kebetulan berada di dekatnya, setelah memberikan pesan berantai, menggenggam tangan temannya itu. “Hentikan!
“Grrr” Sempat kuhiraukan beberapa saat, aku kembali sadar bahwa bahaya masih berdiam dibelakangku. Perasaan marah, sebab menggunakan diriku untuk menahan monster itu, selagi melarikan diri. Tak kusangka, manusia sekejam dan selicik itu benar-benar ada didunia ini. Entah kebetulan atau tidak, ketika aku berbalik menghadap kearah monster itu, dia juga melakukan hal yang sama. Beberapa saat telah berlalu. Meskipun begitu, aku tidak menyangka akan secepat itu. Efek lumpuh akibat terkena sambaran kilat itu sudah mulai hilang, meskipun dia masih sulit untuk bergerak... Itu dibuktikan dengan kami yang masih saling pandang. Setiap mata, dari ketiga kepalanya memandangiku. Pandangan yang tampak mengintimidasi. Ketakutan menggeser amarahku. Tubuhku bergetar merespon ketakutan. Saat ini aku adalah manusia. Manusia yang dapat mati kapan saja. Meski memiliki kekuatan untuk meregener
Babak kedua pertarungan segera dimulai. Berbeda dengan yang tadi, saat ini keadaan kami cukup setara. Ketika Cerberus itu masih sibuk menjilati luka yang ditimbulkan akibat seranganku, aku diam-diam membuat pisau yang sama seperti sebelumnyaSambil menutup mata, aku membayangkannya seperti tadi. Bukan berarti aku ceroboh dengan menutup mata di depan seekor monster. Tapi aku tahu, ketika dia bergerak, itu akan membuat suara yang cukup keras, karena ukuran tubuhnya.Lagi pula, susah bagiku membayangkan dengan kedua mata terbuka“CREATION!”Mengucapkan sepatah kata tersebut, aku kemudian membuka mata. Setitik cahaya muncul entah dari mana, diikuti dengan cahaya lainnya. Beberapa detik kemudian, semua cahaya itu berkumpul pada telapak tanganku. Perlahan, cahaya itu berkumpul membentuk sebuah pisau. Setelah terbentuk secara sempurna. Cahaya menghilang menyisakan sebuah pisau yang sama persis s
Pada saat aku berpikir untuk menyerah, sebuah keajaiban kecil muncul. Meski terasa samar-samar, jari-jari pada tangan kiriku mulai dapat kugerakkan kembali.“Apakah ini juga berkat skill regenerasi?” tanyaku pada diriku sendiri. Perlahan aku terus menggerakkannya, berharap itu mempercepat penyembuhan. Dapat digerakkan tidak berarti aku dapat langsung menggunakan sesuai keinginanku.Lagipula bagian yang dapat digerakkan hanya pada beberapa jari saja. Setiap gerakan yang kuhasilkan menghasilkan rasa geli bukan sakit. Rasanya seperti pada saat kesemutan. Tapi itu jauh lebih baik daripada rasa sakit.Selang beberapa saat, akhirnya aku juga dapat menggerakkan telapak tanganku. Itu berarti banyak bagiku. Dengan itu, aku langsung berjuang untuk berbalik, menghadap pada Cerberus itu.Karena hanya dengan satu telapak tangan untuk memutar seluruh tubuh. Membutuhkan waktu cukup lama. Luka terb
Sekali lagi, aku kehilangan kesadaranku. Tentu saja, badanku pasti masih sangat kelelahan. Ketika aku terbangun untuk yang kedua kalinya, langit telah berubah warna. Yang awalnya berwarna gelap, sekarang mulai terang. Aku terbangun dengan perasaan lebih nyaman. Hanya saja, seluruh tubuhku terasa pegal karena tidur tanpa beralaskan apapun. Siapa sangka aku dapat tiduran diatas aspal di tengah jalan raya seperti ini. Meski kubilang begitu, aku masih terkurung di dalam kurungan menyedihkan ini. Tetapi, ketika aku mengamati sekitar. Aku merasa ada sesuatu yang hilang. “!” Mayat dari Cerberus kemarin menghilang. Seketika itu juga aku melihat ke sekitar, takutnya saat itu, dia hanya pingsan bukannya mati. Setelah melihat ke sana kemari, dia tidak ada di mana pun. Selain itu juga tidak ada lubang untuknya kabur. Perlahan, aku mencoba berdiri. Karena pandanganku lebih luas jika dalam posisi berdiri. Saat sedang berdiri, rasanya tubuhku terasa cukup ri
“Hyaaa!” Dengan sekali tebasan di bagian leher. Seekor serigala langsung terjatuh di tanah. Dia terbaring lemas di atas kolam darahnya sendiri. Pada jalan yang kulewati ini dialah yang terakhir terlihat. Pisau yang kugunakan sudah mencapai batasnya. Terlihat retakan di bagian bilahnya. Dengan alasan tersebut. Aku lantas membuangnya lalu menciptakan pisau yang baru. Sudah cukup lama sejak aku meninggalkan kurungan tersebut. Matahari semakin tinggi, selain itu cuaca semakin panas tanpa adanya awan. Rasa lapar dan haus semakin tak tertahankan. Monster yang terdapat di perut semakin keras menyuarakan protesnya. Meski begitu, tidak ada sesuatu yang dapat di makan. Swalayan ataupun toko makanan juga tidak ada. Beberapa saat yang lalu. Aku juga sempat mencari di beberapa rumah penduduk. Anehnya, semua makanan lenyap tanpa sisa. Padahal tidak seharusnya para serigala itu memakannya. “Kalau begitu” Kemungkinan lain adalah masih ada orang lain y
Keesokan harinya. Aku terbangun sebelum sinar matahari tampak. Dengan keadaan gelap gulita. Aku mulai beraktivitas. Meski bilang begitu. aku sendiri bingung ingin melakukan apa. Dalam keadaan tanpa cahaya ini. tidak banyak yang dapat kulakukan. Dari luar, terdengar geraman serigala. Ketika aku mengintip dari jendela. Terlihat jumlah serigala yang sangat banyak. Membuatku tidak dapat keluar dari sini. Karena itu aku kembali melakukan berbagai eksperimen. Aku menciptakan setiap benda yang dapat kupikirkan atau aku imajinasikan. Makanan, peralatan, kain dll. Aku berhasil menciptakan berbagai barang. Dan berhasil menciptakan makanan kesukaanku, ubi jalar. Yang kemudian kurebus untuk dijadikan sarapan. Dengan peralatan yang sederhana, serta cara yang sederhana untuk memasaknya, tetapi mempunyai rasa yang lezat sudah cukup menjadi alasan mengapa makanan ini kusukai. Selama beberapa menit, aku merebus ubi yang kuciptakan. Terpikirkan olehku saat terakhir kal